Inez: for the first time
Waktu sudah menunjukkan pukul dua siang ketika kami berdua sampai di perumahan tempat kakak laki-laki mas Ari, cowok yang sedang mendekati aku, yang sedang kosong itu. Dia ganteng dan badannya keker, aku suka dia mendekatiku walaupun beda umurnya jauh denganku. Setelah menutup pagar depan, segera dia mengajakku untuk masuk ke dalam rumah. Dia segera memeluk tubuhku dan dengan sedikit bernafsu segera disosornya pipiku dengan bibirnya, aku sangat terkejut melihat ulahnya.
“Eeeh Mas, kok gitu sih ” kataku memandangnya sambil melotot.
Namun dia dapat segera mengendalikan diri, sambil tersenyum dia segera meraih tanganku dan ditariknya masuk ke dalam rumah. Setelah menutup pintu terasa sekali di dalam suasana agak remang-remang karena gorden masih tertutup. Sambil tetap memegang tanganku erat-erat, dia menatap wajahku, wajahku masih cemberut dan kelihatan marah.
Sambil tetap tersenyum dia berkata “Nes, itu tadi berarti aku sayaang sama kamu, apa nggak boleh aku ngasih sun sayang?” rayunya.
“Mas gitu sih…”,aku tetap merajuk kepadanya, aku menarik lepas tanganku dari genggamannya dan berjalan menuju ke sofa ruang tamu.
Saat itu aku mengenakan celana ketat dari kain yang cukup tipis berwarna putih sehingga bentuk bokongku yang bulat padat begitu kentara, dan bahkan saking ketatnya CDku sampai kelihatan sekali berbentuk segitiga. Atasannya aku mengenakan baju kaos putih ketat dan polos sehingga bentuk toketku yang membulat terlihat jelas, kaosku yang cukup tipis membuat braku yang berwarna putih terpampang jelas sekali. Aku menghempaskan pantatku di sofa, dia menyusulku segera dan duduk rapat di sampingku.
“Ines sayang… Aku boleh kan cium bibir kamu, say…”. Aku semakin merajuk.
“Ines sayang, terus terang, hari ini aku kepingin bersama kamu, aku ingin memberikan rasa kasih sayang ke kamu, asal kamu mau memberikan apa yang aku inginkan, mau
kan sayang?” rayunya lebih lanjut. Aku membelalak kaget ke arahnya.
“Maasss….” Hanya kata itu yang kuucapkan, selanjutnya aku hanya memandangnya lama tanpa sepatah katapun. Dia mengambil inisiatif dengan menggenggam erat dan mesra kedua belah tanganku.
“Ines sayang, percayalah apapun yang kukatakan, itu bentuk rasa cinta dan kasih sayang aku sama kamu say, percayalah…. Aku menginginkan bukti cintamu sekarang”. Selesai berkata begitu dia mendekatkan mukanya ke wajahku, dengan cepat dia mengecup bibirku dengan lembut. Hidung kami bersentuhan lembut, aku kaget sehingga sama sekali tak memberontak. Dia mengulum bibir bawahku, disedot sedikit. Lima detik kemudian, dia melepaskan kecupan bibirnya dari bibirku. Aku saat dikecup tadi memejamkan mata.
“Bagaimana sayang, kau bersediakah?”, rayunya lebih lanjut. Dia berusaha mengecup bibirku lagi, namun dengan cepat aku melepaskan tangan kananku dari remasannya, dadanya kutahan dengan lembut.
“Mass…” bisikku lirih.
“Ines sayang, percayalah sama aku”, rayunya lagi.
“Tapi mass, Ines takut Mas”, jawabku.
“Takut apa sayang…?, katakanlah”, bisiknya kembali sambil meraih tanganku.
“Anu….,nggg.. Ines takut Mas nanti meninggalkan Ines”, bisikku. Dia menggenggam kuat kedua tanganku lalu secepat kilat dia mengecup bibirku.
“Ines sayangku, aku terus terang tidak bisa menjanjikan apa-apa sama kamu tapi percayalah aku akan membuktikannya kepadamu, aku akan selalu sayang sama kamu”, bujuknya untuk lebih meyakinkanku.
“Tapi Mas……” bisikku masih ragu.
“Ines…, percayalah, apa aku perlu bersumpah sayang, kita memang masih baru beberapa hari kenal sayang tapi percayalah yakinlah sayang kalau Tuhan menghendaki kita pasti selalu bersama sayang”, rayunya lagi.
“Lalu kalau Ines sampai.. sampai..hhaamil gimana mass?” ujarku sembari menatapnya.
“Aah, jangan khawatir sayang, aku akan bertanggung jawab semuanya kalau kamu sampai hamil, yah aku pasti mengawini kamu secepatnya, bagaimana sayang?” bisiknya.
Tangannya bergerak semakin berani, yang tadinya hanya meremas jemari tangan kini mulai meraba ke atas menelusuri dari pergelangan tangan terus ke lengan sampai ke bahu lalu diremasnya dengan lembut. Dia memandangi toketku dari balik baju kaosku yang ketat.
“Mas harus janji dulu sebelum…” aku tak melanjutkan ucapanku.
“Sebelum apa sayang, katakanlah”, bisiknya tak sabar. Kini jemari tangan kanannya mulai semakin nekat menggerayangi pinggulku, ketika jemarinya merayap ke belakang diusapnya belahan pantatku lalu diremasnya dengan gemas.
“Aahggh… Mas”, aku merintih pelan.
“Mas aah mmas.. Ines rela menyerahkan semuanya asal Mas mau bertanggung jawab nantinya”, aku berbisik semakin lemah, saat itu jemari tangan kanannya bergerak semakin menggila, menelusup ke pangkal pahaku, dan mulai mengelus gundukan bukit memekku. Diusapnya perlahan dari balik celanaku yang amat ketat, dua detik kemudian dia memaksa masuk jemari tangannya di selangkanganku dan bukit memekku itu telah berada dalam genggaman tangannya. Aku menggelinjang kecil, saat jemari tangannya mulai meremas perlahan. Dia mendekatkan mulutnya kembali ke bibirku hendak mencium, namun aku menahan dadanya dengan tangan kananku.
“eeehh Mas.. berjanjilah dulu Mas”, bisikku di antara desahan nafasnya yang mulai sedikit memburu.
“Oooh Ines sayang, aku berjanji untuk bertanggung jawab, aahh aku menginginkan keperawananmu sayang”, ucapnya. Sementara jemari tangannya yang sedang berada di sela-sela selangkangan pahaku itu meremas gundukan memekku lagi.
“Ba.. baiklah Mas, Ines percaya sama Mas”, bisikku.
“Jadi…?” tanyanya.
“HHssshh. lakukanlah mass, Ines milik Mas seutuhnya.. hh..” jawabku.
“Benarkah? ooh.. Ines sayanggg.” Secepat kilat bibirku kembali dikecup dan dikulumnya, digigit lembut, disedot.
Hidung kami bersentuhan lembut. Dengus nafasku terdengar memburu saat dia mengecup dan mengulum bibirku cukup lama. DIa mempermainkan lidahnya di dalam mulutku, aku mulai berani membalas cumbuannya dengan menggigit lembut dan mengulum lidahnya dengan bibirku. Lidah kami bersentuhan, lalu dia mengecup dan mengulum bibir atas dan bawahku secara bergantian. Terdengar suara kecapan-kecapan kecil saat bibir kami saling mengecup.
“Aaah Ines sayang.., kamu pintar sekali, kamu pernah punya pacar yaach?” tanyanya curiga.
“Mmhh Ines belum pernah punya pacar Mas, ini ciuman Ines yang pertama kok Mas”, sahutku.
“Kok ciumanmu pintar sekali, jangan-jangan Ines sering nonton film porno yaa?” godanya. Aku tersenyum malu, dan wajahku pun tiba-tiba bersemu merah, aku menundukkan mukaku, malu.
“I…iya Mas, beberapa kali”, sahutku terus terang sambil tetap menundukkan muka.
“Ines sayang, kamu nggak kecewa khan karena aku benar-benar sangat menginginkan keperawananmu sayang?” tanyanya.
“Ines serahkan apa yang bisa Ines persembahkan buat Mas, Ines ikhlas, lakukanlah Mas kalau Mas benar-benar menginginkannya”, sahutku lirih.
Jemari tangan kanannya yang masih berada di selangkanganku mulai bergerak menekan ke gundukan memekku yang masih perawan, lalu diusap-usap ke atas dan ke bawah dengan gemas. Aku memekik kecil dan mengeluh lirih, kupejamkan mataku rapat-rapat, sementara wajahku nampak sedikit berkeringat. Dia meraih kepalaku dalam pelukannya dengan tangan kiri dan dia mencium rambutku.
“Ooouuggh masss”, bisikku lirih.
“Enaak sayang diusap-usap begini”, tanyanya.
“Hhh… iiyyaa mass”, bisikku polos. Jemarinya kini bukan cuma mengusap tapi mulai meremas bukit memekku dengan sangat gemas.
“SSSsakit Mas aawww” aku memekik kecil dan pinggulku menggelinjang keras.
Kedua pahaku yang tadi menjepit pergelangan tangan kanannya kurenggangkan. Dia mengangkat wajah dan daguku kearahnya, sambil merengkuh tubuhku agarlebih merapat ke badannya lalu kembali dia mengecup dan mencumbu bibirku dengan bernafsu. Puas mengusap-usap bukit memekku, kini jemari tangan kanannya bergerak merayap ke atas, mulai dari pangkal paha terus ke atas menelusuri pinggang sampai ujung jemarinya berada di bagian bawah toketku yang sebelah kiri. Dia mengelus perlahan di situ lalu mulai mendaki perlahan, akhirnya jemari tangannya seketika meremas kuat toketku dengan gemasnya. Seketika itu pula aku melepaskan bibirku dari kuluman bibirnya.
“AAaawww… Mas sakitt, jangan keras-keras dong meremasnya”, protesku. Kini secara bergantian jemari tangannya meremas kedua toketku dengan lebih lembut. Aku menatapnya dan membiarkan tangannya menjamah dan meremas-remas kedua toketku.
“Auuggghh..” tiba2 dia menjerit lumayan keras dan meloncat berdiri. Aku yang tadinya sedang menikmati remasanku pada toketnya jadi ikutan kaget.
“Eeehh kenapa Mas?”
“Aahh anu sayang… kontolku sakit nih”, sahutnya sambil buru-buru membuka celana panjangnya di hadapanku. Aku tak menyangka dia berbuat demikian hanya memandangnya dengan terbelalak kaget. Dia membuka sekalian CDku dan “Tooiiing”, kontolnya yang sudah tegang itu langsung mencuat dan mengacung keluar mengangguk-anggukan kepalanya naik turun .
“Aaawww… iihhh Mas jorok”, aku menjerit kecil sambil memalingkan mukaku ke samping dan menutup mukaku dengan tangan.
“He… he…he..” dia terkekeh geli, batang kontolnya sudah kelihatan tegang berat, urat-urat di permukaan kontolnya sampai menonjol keluar semua. Batang kontolnya bentuknya montok, berurat, dan besar. Sementara aku masih menutup muka tanpa bersuara, dia mengocok kontolnya dengan tangan kanannya.
“Uuuaahh… nikmatnya…. Nes sebentar yaa… aku mau cuci kontolku dulu yaa… bau nih soalnya”, katanya sambil ngibrit ke belakang. Kontolnya yang sedang “ON” tegang itu jadi terpontang-panting sambil mengangguk-anggukkan kepalanya kesana ke mari ketika dia berlari. Aku masih terduduk di atas sofa dan begitu melihatnya keluar berlari tanpa pakai celana jadi terkejut lagi melihat kontolnya yang sedang tegang bergerak manggut-manggut naik turun.
“Aaawww…” teriakku kembali sembari menutup mukaku dengan kedua jemari tanganku.
“Iiihh… Ines… takut apa sih, kok mukanya ditutup begitu”, tanyanya geli.
“Itu Mas, kontol Mas”, sahutku lirih.
“Lhoo… katanya sudah sering nonton BF kok masih takut, kamu kan pasti sudah lihat di film itu kalau kontol cowok itu bentuknya gini”, sahutnya geli.
“Iya… m..Mas, tapi kontol Mas mmm besar sekali…i”, sahutku masih sambil menutup muka.
“Yaach… ini sih kecil dibanding di film nggak ada apa-apanya, itu khan film barat, kontol mereka jauh lebih gueedhee… kalau kontolku kan ukuran orang Indonesia sayang, ayo sini dong kontolku kamu pegang sayang, ini kan milik kamu juga”, sahutnya nakal.
“Iiih… malu aah Mas, jorok.” “Alaa.. malu-malu sih sayang, aku yang telanjang saja nggak malu sama kamu, masa kamu yang masih pakaian lengkap malu, ayo dong sayang kontol Mas dipegang biar kamu bisa merasakan milik kamu sendiri”, sahutnya sembari meraih kedua tanganku yang masih menutupi mukaku.
Pada mulanya aku menolak sambil memalingkan wajahku ke samping, namun setelah dirayu-rayu akhirnya aku mau juga. kedua tanganku dibimbingnya ke arah selangkangannya, namun kedua mataku masih kupejamkan rapat. Jemari kedua tanganku mulai menyentuh kepala kontolnya yang sedang ngaceng. Mulanya jemari tanganku hendak kutarik lagi saat menyentuh kontolnya yang ngaceng namun karena dia memegang kedua tanganku dengan kuat, dan memaksanya untuk memegang kontolnya itu, akhirnya aku hanya menurut saja. Pertama kali aku hanya mau memegang dengan kedua jemarinya.
“Aah… terus sayang pegang erat dengan kedua tanganmu”, rayunya penuh nafsu.
“Iiih… keras sekali Mas”, bisikku sambil tetap memejamkan mata.
“Iya sayang, itu tandanya aku sedang ngaceng sayang, ayo dong digenggam dengan kedua tanganmu, aahh…” dia mengerang nikmat saat tiba-tiba saja aku bukannya menggenggam tapi malah meremas kuat. Dia terpekik kaget.
“Iiih sakit mass…???” tanyaku. Aku menatapnya gugup.
“Ooougghh jangan dilepas sayang, ssshhh remas seperti tadi cepeett sayang oohh…” erangnya lirih.
Aku yang semula agak gugup, menjadi mengerti lalu jemari kedua tanganku yang tadi sedikit merenggang kini bergerak dan meremas kontolnya seperti tadi. Dia melenguh nikmat. Aku kini sudah berani menatap kontolnya yang kini sedang kuremas, jemari kedua tanganku itu secara bergantian meremas batang dan kepala kontolnya. Jemari kiri berada di atas kepala kontolnya sedang jemari yang kanan meremas kontolnya. Dia hanya bisa melenguh panjang pendek.
“SSsshh… Nes… terusss sayang, yaahh… ohh… nikmatthh ssshh”, lenguhnya keenakan.
Aku memandangnya sambil tersenyum dan mulai mengusap-usap maju mundur, setelah itu kugenggam dan kuremas seperti semula tetapi kemudian aku mulai memompa dan mengocok kontolnya itu maju mundur.
“Aakkkhh… ssshh” dia menggelinjang menahan nikmat. Aku semakin bersemangat melihatnya merasakan kenikmatan, kedua tanganku bergerak makin cepat maju mundur mengocok kontolnya. Dia semakin tak terkendali.
“Nes… aahhgghh… sshh… awas pejuku mau keluarr” teriaknya keras. Aku meloncat berdiri begitu dia mengatakan kalimat itu, aku melepaskan remasan tanganku dan berdiri ke sebelahnya, sementara pandangan mataku tetap ke arah kontolnya yang baru kukocok.
“Kamu kok lari sih…” bisiknya lirih disisiku.
“Tadi pejunya mau keluar mass… kok nggak jadi?” tanyaku polos.
Rupanya dia gak mau ngecret karena aku kocok makanya dia bilang pejunya mau keluar. Dia meraih tubuhku yang berada di sampingnya dan dipeluknya dengan gemas, aku menggelinjang saat dia merapatkan badannya ke tubuhku sehingga toketku yang bundar montok menekan dadanya yang bidang.
Aku merangkulkan kedua lenganku ke lehernya, dan tiba-tiba ia pun mengecup bibirku dengan mesra, kemudian dilumatnya bibirku sampai aku megap-megap kehabisan napas. Terasa kontolnya yang masih full ngaceng itu menekan kuat bagian pusarku, karena memang tubuhnya lebih tinggi dariku. Sementara bibir kami bertautan mesra, jemari tangannya mulai menggerayangi bagian bawah tubuhku, dua detik kemudian jemari kedua tangannya telah berada di atas bulatan kedua belah bokongku. Diremasnya dengan gemas, jemarinya bergerak memutar di bokongku.
Aku merintih dan mengerang kecil dalam cumbuannya. Lalu dia merapatkan bagian bawah tubuhnya ke depan sehingga mau tak mau kontolnya yang tetap tegang itu jadi terdesak perutku lalu menghadap ke atas. Aku tak memberontak dan diam saja. Sementara itu dia mulai menggesek-gesekkan kontolnya yang tegang itu di perutku. Namun baru juga 10 detik aku melepaskan ciuman dan pelukannya dan tertawa-tawa kecil.
“Kamu apaan sih kok ketawa”, tanyanya heran.
“Abisnya… Mas sih, kan Ines geli digesekin kaya gitu”, sahutku sambil terus tertawa kecil. Dia segera merengkuh tubuhku kembali ke dalam pelukannya, dan aku tak menolak saat dia menyuruhku untuk meremas kontolnya seperti tadi. Segera jemari tangan kananku mengusap dan mengelus-elus kontolnya dan sesekali kuremas. Dia menggelinjang nikmat.
“Aaagghh… nes… terus sayang…” bisiknya mesra. Wajah kami saling berdekatan dan aku memandang wajahnya yang sedang meringis menahan rasa nikmat.
“Enaak ya mass…” bisikku mesra. Jemari tanganku semakin gemas saja mempermainkan kontolnya bahkan mulai kukocok seperti tadi. Dia melepaskan kecupan dan pelukanku.
“Gerah nih sayang, aku buka baju dulu yaah sayang”, katanya sambil terus mencopot kancing kemejanya satu persatu lalu dilemparkan sekenanya ke samping. Kini dia benar-benar polos dan telanjang bulat di hadapanku. Aku masih tetap mengocok kontolnya maju mundur.
“Sayang… kau suka yaa sama kontolku”, katanya. Sambil tetap mengocok kontolnya aku menjawab dengan polos.
“Suka sih Mas… habis kontol Mas lucu juga, keras banget Mas kayak kayu”, ujarku tanpa malu-malu lagi.
“Lucu apanya sih?” tanyanya. Aku memandangnya sambil tersenyum
“Pokoknya lucu saja”, bisikku lirih tanpa penjelasan.
“Gitu yaa… kalau memek kamu seperti apa yaa… aku pengen liat dong”, katanya. Aku mendelik sambil melepaskan tanganku dari kontolnya.
“Mas jorok ahh…” sahutku malu-malu.
“Ayo, aku sudah kepengen ngerasain nih… aku buka ya celana kamu”, katanya lagi.
Dan dengan cepat dia berjongkok di depanku, kedua tangannya meraih pinggulku dan didekatkan ke arahnya. Pada mulanya aku agak memberontak dan menolak tangannya namun begitu aku memandang wajahnya yang tersenyum padaku akhirnya aku hanya pasrah dan mandah saat jemari kedua tangannya mulai gerilya mencari ritsluiting celana ketatku yang berwarna putih itu.
Mukanya persis di depan selangkanganku sehingga dia dapat melihat gundukan bukit memekku dari balik celana ketatku. Dia semakin tak sabar, dan begitu menemukan tali ritsluitingku segera ditariknya ke bawah sampai terbuka, kebetulan aku tak memakai sabuk sehingga dengan mudah dia meloloskan dan memplorotkan celanaku sampai ke bawah. Sementara pandangannya tak pernah lepas dari selangkanganku, dan kini terpampanglah di depannya CDku yang berwarna putih bersih itu tampak sedikit menonjol di tengahnya. Terlihat dari CDku yang cukup tipis itu ada warna kehitaman, jembutku. Waahh… dia memandang ke atas dan aku menatapnya sambil tetap tersenyum.
“Aku buka ya.. CDnya”, tanyanya. Aku hanya menganggukan kepala perlahan. Dengan gemetar jemari kedua tangannya kembali merayap ke atas menelusuri dari kedua betisku terus ke atas sampai kedua belah paha, dia mengusap perlahan dan mulai meremas.
“Oooh…Masss” aku merintih kecil, kemudian jemari kedua tangannya merayap ke belakang kebelahan bokongku yang bulat. Dia meremas gemas disitu.
Ketika jemari tangannya menyentuh tali karet CDku yang bagian atas, sreeet… secepat kilat ditariknya ke bawah CDku itu dengan gemas dan kini terpampanglah sudah daerah ‘forbidden’ ku.Menggembung membentuk seperti sebuah gundukan bukit kecil mulai dari bawah pusarku sampai ke bawah di antara kedua belah pangkal pahaku, sementara di bagian tengah gundukan bukit memekku terbelah membentuk sebuah bibir tebal yang mengarah ke bawah dan masih tertutup rapat menutupi celah liang memekku. Dan di sekitar situ ada jembut yang cukup lebat.
“Oohh.. Nes, indahnya…”
Hanya kalimat itu yang sanggup diucapkan saat itu. Dia mendongak ketika aku sedang membuka baju kaosku, setelah melemparkan kaos sekenanya kedua tanganku lalu menekuk ke belakang punggungnya hendak membuka braku dan tesss… bra itupun terlepas jatuh di mukanya. Selanjutnya aku melepas juga celana dan CDku yang masih tersangkut di mata kakiku, lalu sambil tetap berdiri di depannya, aku tersenyum manis kepadanya, walaupun wajahku sedikit memerah karena malu. Toketku berbentuk bulat seperti buah apel, besarnya kira-kira sebesar dua kali bola tenis, warnanya putih bersih hanya pentil kecilnya saja yang tampak berwarna merah muda kecoklatan.
“Kamu cantik sekali sayang”, bisiknya lirih. Aku mengulurkan kedua tanganku kepadanya mengajaknya berdiri lagi.
“Mass… Ines sudah siap, Ines sayang sama Mas, Ines akan serahkan semuanya seperti yang Mas inginkan”, bisikku mesra.
Dia merangkul tubuhku yang telanjang. Badanku seperti kesetrum saat kulitku menyentuh kulit nya, kedua toketku yang bulat menekan lembut dadanya yang bidang. Jemari tangannya tergetar saat mengusap punggungku yang telanjang.
“Aahh.. Nes kita ngentot di kamar yuk, aku sudah kepingin ngentot sayang”, bisiknya tanpa malu-malu lagi. Aku hanya tersenyum dalam pelukannya.
“Terserah Mas saja, mau ngentotnya dimana”, sahutku mesra.
Dengan penuh nafsu dia segera meraih tubuhku dan digendongnya ke dalam kamar.Direbahkannya tubuhku yang telanjang bulat itu di atas kasur busa di dalam kamar tengah, tempat tidur itu tak terlalu besar, untuk 2 orang pun harus berdempetan. Suasana dalam kamar kelihatan gelap karena semua gorden tertutup agar tak kentara dari luar, walaupun gorden yang berada dalam kamar ini sama sekali tidak menghadap ke jalan umum namun menghadap ke kebun di belakang, jadi sebenarnya sangat aman. Dia segera membuka gorden agar sinar matahari sore dapat masuk, dan benar saja begitu disibakkan sinar matahari dari arah barat langsung menerangi seluruh isi kamar. Dia memandangi tubuhku yang telanjang bulat di ranjang. Segera dia menaiki ranjang, aku memandangnya sambil tersenyum. Dia merayap ke atas tubuhku yang bugil dan menindihnya, sepertinya dia sudah tak sabar ingin segera memasuki memekku.
“Buka pahamu sayang, aku ingin mengentotimu sekarang”, bisiknya bernafsu.
“Mass…” aku hanya melenguh pasrah saat dia setengah menindih tubuhku dan kontolku yang tegang itu mulai menusuk celah memekku, tangannya tergetar saat membimbing kontolnya mengelus memekku lalu menelusup di antara kedua bibir memekku.
“Sayang, aku masukkan yaah… kalau sakit bilang sayang.. kamu kan masih perawan.”
“Pelan-pelan Mas”, bisikku pasrah.
Lalu dengan jemari tangan kanannya diarahkannya kepala kontolnya ke memekku. Aku memeluk pinggangnya mesra, sementara dia mencari liang memekku di antara belahan bukit memekku. Dia mencoba untuk menelusup celah bibir memekku bagian atas namun setelah ditekan ternyata jalan buntu.
“Agak ke bawah Mas, aahh kurang ke bawah lagi Mas… mm.. yah tekan di situ Mas… aawww pelan-pelan Mas sakiiit”, aku memekik kecil dan menggeliat kesakitan.
Akhirnya dia berhasil menemukan celah memekku itu setelah aku menuntunnya, diapun mulai menekan ke bawah, kepala kontolnya dipaksanya untuk menelusup ke dalam liang memekku yang sempit. Dia mengecup bibir ku sekilas lalu berkonsentrasi kembali untuk segera dapat membenamkan kontolnya seluruhnya ke dalam liang memekku. Aku mulai merintih dan memekik-mekik kecil ketika kepala kontolnya yang besar mulai berhasil menerobos liang memekku yang sangat-sangat sempit sekali.
“Tahan sayang… aku masukkan lagi, sempit sekali sayang aahh”, erangnya mulai merasakan kenikmatan dan kurasakan kepala kontolnya berhasil masuk dan terjepit ketat sekali dalam liang memekku.
“aawwww…. masss sakiit…” teriakku memelas, tubuhku menggeliat kesakitan. Dia berusaha menentramkan aku sambil mengecup mesra bibirku dan dilumat dengan perlahan.
“tahan sayang, baru kepalanya yang masuk sayang, aku tekan lagi yaah”, bisiknya.Tiba-tiba dia mencabut kembali kontolnya yang baru masuk kepalanya saja itu dengan perlahan.
“Ah… sayang, aku masukin nanti saja deh, liang memekmu masih sangat sempit dan kering sayang.”
“memekku sakit Mas”, erangku lirih.
“Yahh… aku tahu sayang kamu kan masih perawan, kita bercumbu dulu sayang, aku kepingin melihat Ines nyampe”, bisiknya bernafsu. Segera dia merebahkan badannya di atas tubuhku dan dipeluknya dengan kasih sayang.
“Ines… hh.. bagaimana perasaanmu sayang”, bisiknya mesra. Aku memandangnya dan tertawa renyah.
“mm… Ines bahagia sekali bersama Mas seperti ini, rasanya nikmat ya Mas berpelukan sambil telanjang kaya gini”, ujarku polos.
“Iyaa sayang, anggaplah aku suamimu saat ini sayang”, bisiknya nakal.
“Iih.. Mas, Mas cumbui isterimu dong, beri istrimu kenik… mmbhh”, belum sempat aku selesai ngomong, dia sudah melumat bibirku. Aku membalas ciumannya dan melumat bibirnya dengan mesra. Dia menjulurkan lidahnya ke dalam mulutku dan aku langsung mengulumnya hangat, begitu sebaliknya. Jemari tangan kirinya merayap ke bawah menelusuri sambil mengusap tubuhku mulai pundak terus ke bawah sampai ke pinggul dan diremasnya dengan gemas.
Ketika tangannya bergerak kebelakang ke bulatan bokongku, dia mulai menggoyangkan seluruh badannya menggesek tubuhku yang bugil terutama pada bagian selangkangan dimana kontolnya yang sedang tegang-tegangnya menekan gundukan bukit memekku. Dia menggerakkan pinggulnya secara memutar sambil menggesek-gesekkan batang kontolnya di permukaan bibir memekku sambil sesekali ditekan-tekan. Aku ikut-ikutan menggelinjang kegelian, beberapa kali kepala kontolnya yang tegang salah sasaran memasuki belahan bibir memekku seolah akan menembus liang memekku lagi.
Aku hanya merintih kesakitan dan memekik kecil, “Aawwww… Mas saakiit”, erangku.
“Aahh.. nes… memekmu empuk sekali sayang, ssshh”, dia melenguh keenakan.
Beberapa menit kemudian setelah kami puas bercumbu bibir, dia menggeser tubuhnya kebawah sampai mukanya tepat berada di atas kedua bulatan toketku, kini ganti perutnya yang menekan memekku. Jemari kedua tangannya secara bersamaan mulai menggerayangi gunung “Fujiyama” milikku, dia mulai menggesekkan ujung-ujung jemarinya mulai dari bawah toketku di atas perut terus menuju gumpalan kedua toketku yang kenyal dan montok. Aku merintih dan menggelinjang antara geli dan nikmat.
“Mass, geli”, erangku lirih. Beberapa saat dia mempermainkan kedua pentilku yang kemerahan dengan ujung jemarinya. Aku menggelinjang lagi, dipuntirnya sedikit pentilku dengan lembut.
” Mas…” aku semakin mendesah tak karuan. Secara bersamaan akhirnya dia meremas-remas gemas kedua toketku dengan sepenuh nafsu.
“Aawww… Mas”, aku mengerang dan kedua tanganku memegangi kain sprei dengan kuat.
Dia semakin menggila tak puas meremas lalu mulutnya mulai menjilati kedua toketku secara bergantian. Lidahnya menjilati seluruh permukaan toketku itu sampai basah, mulai dari toket yang kiri lalu berpindah ke toket yang kanan, digigit-gigitnya pentilku secara bergantian sambil diremas-remas dengan gemas sampai aku berteriak-teriak kesakitan.
Lima menit kemudian lidahnya bukan saja menjilati kini mulutnya mulai beraksi menghisap kedua pentilku sekuat-kuatnya. Dia tak peduli aku menjerit dan menggeliat kesana-kemari, sesekali kedua jemari tanganku memegang dan meremasi rambutnya, sementara kedua tangannya tetap mencengkeram dan meremasi kedua toketku bergantian sambil menghisap-hisap pentilnya. Bibir dan lidahnya dengan sangat rakus mengecup, mengulum dan menghisap kedua toketku.
Di dalam mulutnya pentilku dipilin dengan lidahnya sambil terus dihisap.Aku hanya bisa mendesis, mengerang, dan beberapa kali memekik kuat ketika giginya menggigiti pentilku dengan gemas, hingga tak heran kalau di beberapa tempat di kedua bulatan toketku itu nampak berwarna kemerahan bekas hisapan dan garis-garis kecil bekas gigitannya. Cukup lama dia mengemut toketku, setelah itu bibir dan lidahnya kini merayap menurun ke bawah.
Ketika lidahnya bermain di atas pusarku, aku mulai mengerang-erang kecil keenakan, dia mengecup dan membasahi seluruh perutku. Ketika dia bergeser ke bawah lagi dengan cepat lidah dan bibirnya telah berada di atas gundukan bukit memekku.
“Buka pahamu Nes..” teriaknya tak sabar, posisi pahaku yang kurang membuka itu membuatnya kurang leluasa untuk mencumbu memekku itu.
“Oooh… masss”, aku hanya merintih lirih.
Dia membetulkan posisinya di atas selangkangan ku. Aku membuka ke dua belah pahaku lebar-lebar, aku sudah sangat terangsang sekali. Kedua tanganku masih tetap memegangi kain sprei, aku kelihatan tegang sekali.
“Sayang… jangan tegang begitu dong sayang”, katanya mesra.
“Lampiaskan saja perasaanmu, jangan takut kalau Ines merasa nikmat, teriak saja sayang biar puass….” katanya selanjutnya. Sambil memejamkan mata aku berkata lirih.
“Iya mass eenaak sih mass”, kataku polos.
Dia memandangi memekku yang sudah ditumbuhi jembut namun kulit dimemekku dan sekitarnya itu tidak tampak keriput sedikitpun, masih kelihatan halus dan kencang. Bibir memekku kelihatan gemuk dan padat berwarna putih sedikit kecoklatan, sedangkan celah sempit yang berada di antara kedua bibir memekku itu tertutup rapat.
“MAs… ngapain sih kok ngelamun, bau yaa Mas?” tanyaku sambil tersenyum. Wajahku sedikit kusut dan berkeringat.
“Abisnya memekmu lucu sih, bau lagi”, balasnya nakal.
“Iiihh… jahat”, Belum habis berkata begitu aku memegang kepalanya dan mengucek-ucek rambutnya. Dia tertawa geli.
Selanjutnya aku menekan kepalanya ke bawah, sontak mukanya terutama hidung dan bibirnya langsung nyosor menekan memekku, hidungnya menyelip di antara kedua bibir memekku. Bibirnya mengecup bagian bawah bibir memekku dengan bernafsu, sementara jemari kedua tangannya merayap ke balik pahaku dan meremas bokongku yang bundar dengan gemas.
Dia mulai mencumbui bibir memekku yang tebal itu secara bergantian seperti kalau dia mencium bibirku. Puas mengecup dan mengulum bibir bagian atas, dia berpindah untuk mengecup dan mengulum bibir memekku bagian bawah. Karena ulahnya aku sampai menjerit-jerit karena nikmatnya, tubuhku menggeliat hebat dan terkadang meregang kencang, beberapa kali kedua pahaku sampai menjepit kepalanya yang lagi asyik masyuk bercumbu dengan bibir memekku.
Dia memegangi kedua belah bokongku yang sudah berkeringat agar tidak bergerak terlalu banyak, sepertinya dia tak rela melepaskan pagutan bibirnya pada bibir memekku. Aku mengerang-erang dan tak jarang memekik cukup kuat saking nikmatnya. Kedua tanganku meremasi rambutnya sampai kacau, sambil menggoyang-goyangkan pinggulku. Kadang pantat kunaikkan sambil mengejan nikmat atau kadang kugoyangkan memutar seirama dengan jilatan lidahnya pada seluruh permukaan memekku.
Aku berteriak makin keras, dan terkadang seperti orang menangis saking tak kuatnya menahan kenikmatan yang diciptakannya pada memekku. Tubuhku menggeliat hebat, kepalaku bergerak ke kiri dan ke kanan dengan cepat, sambil mengerang tak karuan. Dia semakin bersemangat melihat tingkahku, mulutnya semakin buas, dengan nafas setengah memburu disibakkannya bibir memekku dengan jemari tangan kanannya, terlihat daging berwarna merah muda yang basah oleh air liurnya bercampur dengan cairan lendirku, agak sebelah bawah terlihat celah liang memekku yang amat sangat kecil dan berwarna kemerahan pula. Dia mencoba untuk membuka bibir memekku agak lebar, namun aku memekik kecil karena sakit.
“aawww mass.. sakiit”, pekikku kesakitan.
“Sorry.. sayang, sakit yaa…” bisiknya khawatir.
Dia mengusap dengan lembut bibir memekku agar sakitnya hilang, sebentar kemudian lalu disibakkan kembali pelan-pelan bibir memekku, celah merahnya kembali terlihat, agak ke atas dari liang memekku yang sempit itu ada tonjolan daging kecil sebesar kacang hijau yang juga berwarna kemerahan, inilah itil, bagian paling sensitif dari memek wanita. Lalu secepat kilat dengan rakus lidahnya dijulurkan sekuatnya keluar dan mulai menyentil-nyentil daging itilku.
Aku memekik sangat keras sambil menyentak-nyentakkan kedua kakiku ke bawah. Aku mengejang hebat, pinggulku bergerak liar dan kaku, sehingga jilatannya pada itilku jadi luput. Dengan gemas dia memegang kuat-kuat kedua belah pahaku lalu kembali menempelkan bibir dan hidungnya di atas celah kedua bibir memekku, dia menjulurkan lidahnya keluar sepanjang mungkin lalu ditelusupkannya lidahnya menembus jepitan bibir memekku dan kembali menyentil nikmat itilku dan, aku memekik tertahan dan tubuhku kembali mengejan sambil menghentak-hentakkan kedua kakiku, pantat ku angkat ke atas sehingga lidahnya memasuki celah bibir memekku lebih dalam dan menyentil-nyentil itilku.
Begitu singkat karena tak sampai 1 menit aku terisak menangis dan ada semburan lemah dari dalam liang memekku berupa cairan hangat agak kental banyak sekali. Dia masih menyentil itilku beberapa saat sampai tubuhku terkulai lemah dan akhirnya pantatku pun jatuh kembali ke kasur. Aku melenguh panjang pendek meresapi kenikmatan yang baru kurasakan, sementara dia masih menyedot sisa-sisa lendir yang keluar ketika aku nyampe. Seluruh selangkanganku tampak basah penuh air liur bercampur lendir yang kental. Dia menjilati seluruh permukaan memekku sampai agak kering.
“Sayaang… puaskan…???” bisiknya lembut namun aku sama sekali tak menjawab, mataku terpejam rapat namun mulutku tersenyum bahagia.
“Giliranku sayang, aku mau masuk nih… tahan sakitnya sayang”, bisiknya lagi tanpa menunggu jawabannya.
Dia segera bangkit dan duduk setengah berlutut di atas tubuhku yang telanjang berkeringat. Toketku penuh lukisan hasil karyanya. Dengan agak kasar dia menarik kakiku ke atas dan ditumpangkannya kedua pahaku pada pangkal pahanya sehingga kini selangkanganku menjadi terbuka lebar. Dia menarik bokongku ke arahnya sehingga kontolnya langsung menempel di atas memekku yang masih basah. Dia mengusap-usapkan kepala kontolnya pada kedua belah bibir memekku dan lalu beberapa saat kemudian dengan nakal kontolnya ditepuk-tepukkan dengan gemas ke memekku.
Aku menggeliat manja dan tertawa kecil, “Mas… iiih.. gelii.. aah”, jeritku manja.
“Sayaang, kontolku mau masuk nih… tahan yaa sakitnya”, bisiknya nakal penuh nafsu.
“Iiihh… jangan kasar ya mass… pelan-pelan saja masukinnya, Ines takut sakiit”, sahutku polos penuh kepasrahan.
Sedikit disibakkannya bibir memekku dengan jemari kirinya, lalu diarahkannya kepala kontolnya yang besar ke liang memekku yang sempit. Dia mulai menekan dan aku pun meringis, dia tekan lagi… akhirnya perlahan-lahan mili demi mili liang memekku itu membesar dan mulai menerima kehadiran kepala kontolnya. Aku menggigit bibir. Dia melepaskan jemari tangannya dari bibir memekku dan plekk… bibir memekku langsung menjepit nikmat kepala kontolnya.
“Tahan sayang…” bisiknya bernafsu.
Aku hanya mengangguk pelan, mata lalu kupejamkan rapat-rapat dan kedua tanganku kembali memegangi kain sprei. Dia Agak membungkukkan badannya ke depan agar pantatnya bisa lebih leluasa untuk menekan ke bawah. Dia memajukan pinggulnya dan akhirnya kepala kontolnya mulai tenggelam di dalam liang memekku. Dia kembali menekan, dan aku mulai menjerit kesakitan. Dia tak peduli, mili demi mili kontolnya secara pasti terus melesak ke dalam liang memekku dan tiba-tiba setelah masuk sekitar 4 centi seperti ada selaput lunak yang menghalangi kepala kontolnya untuk terus masuk, dia terus menekan dan aku melengking keras sekali lalu menangis terisak-isak. Selaput daraku robek…!
Dia terus menekan kontolnya, ngotot terus memaksa memasuki liang memekku yang luar biasa sempit itu. Dia memegang pinggulku, dan ditariknya kearahnya kontolnya masuk makin ke dalam, Aku terus menangis terisak-isak kesakitan, sementara dia sendiri malah merem melek keenakan. Dan dia menghentak keras ke bawah, dengan cepat kontolnya mendesak masuk liang memekku. dia mengerang nikmat.
Dihentakkan lagi pantatnya ke bawah dan akhirnya kontolnya secara sempurna telah tenggelam sampai kandas terjepit di antara bibir memekku. dia berteriak keras saking nikmatnya, matanya mendelik menahan jepitan ketat memekku yang luar biasa. Sementara aku hanya memekik kecil lalu memandangnya sayu.
“Mass… Ines sudah nggak perawan lagi sekarang”, bisikku lirih.
“Ines sayang, Mas sekarang juga nggak perjaka lagi”, balasnya mesra.
Kami sama-sama tersenyum. Direbahkannya badannya di atas tubuhku yang telanjang, aku memeluknya penuh kasih sayang, toketku kembali menekan dadanya. Memekku menjepit meremas kuat kontolnya yang sudah amblas semuanya. Kami saling berpandangan mesra,dia mengusap mesra wajahku yang masih menahan sakit menerima tusukan kontolnya.
“Mas… bagaimana rasanya”, bisikku mulai mesra kembali, walaupun sesekali kadang aku menggigit bibir menahan sakit.
“Enaak sayang.. dan nikmaat… oouhh aku nggak bisa mengungkapkannya dengan kata-kata sayang… selangit pokoknya”, bisiknya.
“MAs, bagaimana kalau Ines sampai hamil?” bisikku sambil tetap tersenyum.
“Oke… nanti setelah ngentot kita cari obat di apotik, obat anti hamil”, bisiknya gemas.
“Iihh… nakal…” sahutku sambil kembali mencubit pipinya.
“Biariin…”
“Maasss…” aku agak berteriak.
“Apaan sih…” tanyanya kaget. Lalu sambil agak bersemu merah dipipi aku berkata lirih.
“Dienjot dong…” bisikku hampir tak terdengar.
“Iiih Ines kebanyakan nonton film porno, kan memeknya masih sakiit”, jawabnya.
“Pokoknya, dienjot dong Mas…” sahutku manja.
Dia mencium bibirku dengan bernafsu, dan akupun membalas dengan tak kalah bernafsu. Kami saling berpagutan lama sekali, lalu sambil tetap begitu dia mulai menggoyang pinggul naik turun. kontolnya mulai menggesek liang memekku dengan kasar, pinggulnya menghunjam-hunjam dengan cepat mengeluar masukkan kontolnya yang tegang. Aku memeluk punggungnya dengan kuat, ujung jemari tanganku menekan punggungnya dengan keras. Kukuku terasa menembus kulitnya. Tapi dia tak peduli, dia sedang mengentoti dan menikmati tubuhku.
Aku merintih dan memekik kesakitan dalam cumbuannya. Beberapa kali aku sempat menggigit bibirnya, namun itupun dia tak peduli. Dia hanya merasakan betapa liang memekku yang hangat dan lembut itu menjepit sangat ketat kontolnya. Ketika ditarik keluar terasa daging memekku seolah mencengkeram kuat kontolnya, sehingga terasa ikut keluar. Aku melepaskan ciumannya dan mencubit pinggangnya.
“Awww… aduuh Mass… sakit … . ngilu Mas” aku berteriak kesakitan.
“Maaf sayang… aku mainnya kasar yaah? aku nggak tahan lagi sayang aahhgghghh”, bisiknya. “pejuku mau keluar…”, desahnya sambil menyemprotkan peju yang banyak di liang memekku.
Kami pun berpelukan puas atas kejadian tersebut. Dan tanpa terasa kami ketiduran sambil berpelukan telanjang bulat karena kecapaian dalam permainan tadi.
Kami tidur dua jam lamanya lalu kami berdua mandi bersama. Di dalam kamar mandi kami saling membersihkan dan berciuman. Dia minta aku jongkok. Dia mengajariku untuk menjilati serta mengulum kontolnya yang sudah tegak berdiri. Kontolnya kukulum sambil mengocoknya pelan-pelan naik turun.
“Enak banget yang, kamu cepet ya belajarnya. Terus diemut yang”, erangnya.
Kemudian giliran dia, aku disuruhnya berdiri sambil kaki satunya ditumpangkan di bibir bathtub agar siap mendapat serangan oralnya. Dia menyerang selangkanganku dengan lidah yang menari-nari kesana kemari pada itilku sehingga aku mengerang sambil memegang kepalanya untuk menenggelamkannya lebih dalam ke memekku.
Dia tahu apa yang kumau, lalu dijulurkannya lidahnya lebih dalam ke memekku sambil mengorek-korek itilku dengan jari manisnya. Semakin hebat rangsangan yang aku rasakan sampai aku nyampe, dengan derasnya lendirku keluar tanpa bisa dibendung. Dia menjilati dan menelan semua lendirku itu tanpa merasa jijik.
“Mas, nikmat banget deh, Ines sampe lemes”, kataku.
“Ya udah kamu istirahat aja, aku mau cari makanan dulu ya”, katanya sambil berpakaian dan meninggalkan ku sendiri di rumah itu.
Aku berbaring di ranjang, ngantuk sampe ketiduran lagi. DIa membangunkanku dan mengajakku makan nasi
padang yang sudah dibelinya.
“Nes, malem ini kita tidur disini aja ya, aku masih pengen ngerasain peretnya memekmu lagi. Kamu mau kan kita ngentot lagi”, katanya sambil membelai pipiku.
“Ines nurut aja apa yang mas mau, Ines kan udah punyanya mas”, jawabku pasrah.
Sehabis makan langsung Aku dibawanya lagi keranjang, dan direbahkan. Kami langsung berpagutan lagi, aku sangat bernapsu meladeni ciumannya. Dia mencium bibirku, kemudian lidahnya menjalar menuju ke toketku dan dikulumnya pentilku. Terus menuju keperut dan dia menjilati pusarku hingga aku menggelepar menerima rangsangan itu yang terasa nikmat.
“Mas enak sekali..” nafasku terengah2.
Lumatannya terus dilanjutkannya pada itilku. Itilku dijilatinya, dikulum2, sehingga aku semakin terangsang hebat. Pantatku kuangkat supaya lebih dekat lagi kemulutnya. Diapun merespons hal itu dengan memainkan lidahnya ke dalam memekku yang sudah dibukanya sedikit dengan jari. Ketika Responsku sudah hampir mencapai puncak, dia menghentikannya.
Dia ganti dengan posisi 69.Dia telentang dan minta aku telungkup diatas tubuhnya tapi kepalaku ke arah kontolnya. Dia minta aku untuk kembali menjilati kepala kontolnya lalu mengulum kontolnya keluar masuk mulutku dari atas. Setelah aku lancar melakukannya, dia menjilati memek dan itilku lagi dari bawah. Selang beberapa lama kami melakukan pemanasan maka dia berinisiatif untuk menancapkan kontolnya di memekku. Aku ditelentangkannya, pahaku dikangkangkannya, pantatku diganjal dengan bantal.
“Buat apa mas, kok diganjel bantal segala”, tanyaku.
“Biar masuknya dalem banget yang, nanti kamu juga ngerasa enaknya”, jawabnya sambil menelungkup diatasku. Kontolnya digesek2kan di memekku yang sudah banyak lendirnya lagi karena itilku dijilati barusan.
“Ayo Mas cepat, aku sudah tidak tahan lagi” pintaku dengan bernafsu.
“Wah kamu sudah napsu ya Nes, aku suka kalo kita ngentot setelah kamu napsu banget sehingga gak sakit ketika kontolku masuk ke memek kamu”, jawabnya. Dengan pelan tapi pasti dia masukan kontolnya ke memekku.
“Pelan2 ya mas, biar gak sakit”, lenguhku sambil merasakan kontolnya yang besar menerobos memekku yang masih sempit.
Dia terus menekan2 kontolnya dengan pelan sehingga akhirnya masuk semua. Lalu dia tarik pelan-pelan juga dan dimasukkan lagi sampai mendalam, terasa kontolnya nancep dalem sekali.
“Mas enjot yang cepat, Mas, Ines udah mau nyampe ach.. Uch.. Enak Mas, lebih enak katimbang dijilat mas tadi”, lenguhku.
“Aku juga mau keluar, yang”, jawabnya.
Dengan hitungan detik kami berdua nyampe bersama sambil merapatkan pelukan, terasa memekku berkedutan meremes2 kontolnya. Lemas dan capai kami berbaring sebentar untuk memulihkan tenaga. Sudah satu jam kami beristirahat, lalu dia minta aku mengemut kontolnya lagi.
“Aku belum puas yang, mau lagi, boleh kan?” tanyanya.
“Boleh mas, Ines juga pengen ngerasain lagi nyampe seperti tadi”, jawabku sambil mulai menjilati kepala kontolnya yang langsung ngaceng dengan kerasnya. Kemudian kepalaku mulai mengangguk2 mengeluar masukkan kontolnya dimulutku. Dia mengerang kenikmatan,
“Enak banget Nes emutanmu. Tadi memekmu juga ngempot kontolku ketika kamu nyampe. Nikmat banget deh malam ini, boleh diulang ya sayang kapan2″. Aku diam tidak menjawab karena ada kontolnya dalam mulutku.
“NEs, aku udah mau ngecret nih, aku masukkin lagi ya ke memek kamu”, katanya sambil minta aku nungging.
“MAu ngapain mas, kok Ines disuru nungging segala”, jawabku tidak mengerti.
“Udah kamu nungging aja, mas mau ngentotin kamu dari belakang”, jawabnya. Sambil nungging aku bertanya lagi
“Mau dimasukkin di pantat ya mas, aku gak mau ah”.
“Ya gak lah yang, ngapain di pantat, di memek kamu udah nikmat banget kok”, jawabnya.
Dengan pelan dimasukkannya kontolnya ke memekku, ditekan2nya sampe amblas semua, terasa kontolnya masuk dalem sekali, seperti tadi ketika pantatku diganjel bantal. Kontolnya mulai dikeluarmasukkan dengan irama lembut. Tanpa sadar aku mengikuti iramanya dengan menggoyangkan pantatku. Tangan kirinya menjalar ke toketku dan diremas-remas kecil, sambil mulai memompa dengan semakin cepat. Aku mulai merasakan nikmatnya dientot, sakit sudah tidak terasa lagi.
“Mas, Ines udah ngerasa enaknya dientot, terus yang cepet ngenjotnya mas, rasanya Ines udah mau nyampe lagi”, erangku.
Dia tidak menjawab, enjotan kontolnya makin lama makin cepet dan keras, nikmat banget deh rasanya. Akhirnya dengan satu enjotan yang keras dia melenguh, “Nes aku ngecret, aah”, erangnya.
“Mas, Ines nyampe juga mas, ssh”, bersamaan dengan ngecretnya pejunya aku juga nyampe.Kembali aku terkapar kelelahan.
Ketika aku terbangun, hari udah terang. Aku nggeletak telanjang bulat di ranjang dengan Satu kaki terbujur lurus dan yang sebelah lagi menekuk setengah terbuka mengangkang. Dia yang sudah bangun lebih dulu, menaiki ranjang dan menjatuhkan dadanya diantara kedua belah paha ku. Lalu dengan gemas, diciumnya pusarku.
“ Mass, geli!” aku menggeliat manja.
Dia tersenyum sambil terus saja menciumi pusarku berulang2 hingga aku menggelinjang beberapa kali. Dengan menggunakan kedua siku dan lututnya ia merangkak sehingga wajahnya terbenam diantara ke2 toketku. Lidahnya sedikut menjulur ketika dia mengecup pentilku sebelah kiri, kemudian pindah ke pentil kanan.
Diulangnya beberapa kali, kemudian dia berhenti melakukan jilatannya. Tangan kirinya bergerak keatas sambil meremes dengan lembut toketku.Remasannya membuat pentilku makin mengeras, dengan cepat dikecupnya pentilku dan dikulum2nyasambil mengusap punggungku dengan tangan kanannya.
“Kamu cantik sekali,” katanya sambil mendekatkan wajahnya ke wajahku.
Aku hanya tersenyum, aku senang mendengar pujiannya. Kurangkul lehernya, kemudian kucium bibirnya. Lidahnya yang nyelip masuk mulutku kuhisap2. Aku segera meraba kontolnya lagi, kugenggam dan kugesek2kan ke memekku yang mulai berlendir. Lendir memekku melumuri kepala kontolnya, kontolnya menjadi makin keras.
Urat2 berwarna hijau di kulit batang kontolnya makin membengkak. Dia menekan pinggulnya sehingga kepala kontolnya nyelip di bibir memekku. Terasa bibir memekku menjepit kontolnya yang besar itu. Dia menciumi leherku, dadanya direndahkan sehingga menekan toketku.
“Oh…mas”, lenguhku ketika ia menciumi telingaku.
“Kakimu dibelitkan di pinggangku Nes”, pintanya sambil terus mencium bibirku.
Tangan kirinya terus meremas toketku sedang tangan satunya mengelus pahaku yang sudah kulingkarkan di pinggangnya. Lalu dia mendorong kontolnya lebih dalam. Sesak rasanya memekku. Pelan2 dia menarik sedikit kontolnya, kemudian didorongnya. Hal ini dia lakukan beberapa kali sehingga lendir memekku makin banyak keluarnya, mengolesi kepala kontolnya. Sambil menghembuskan napas, dia menekan lagi kontolnya masuk lebih dalam. Dia menahan gerakan pinggulnya ketika melihat aku meringis.
“Sakit yang…? Tahan sedikit ya”. Dia kembali menarik kontolnya hingga tinggal kepalanya yang terselip di bibir luar memekku, lalu didorongnya kembali pelan2. Dia terus mengamati wajahku, aku setengah memejamkan mata tapi sudah tidak merasa sakit.
“Nes, nanti dorong pinggul kamu keatas ya”, katanya sambil menarik kemabli kontolnya.
Dia mencium bibirku dengan lahap dan mendorong kontolnya masuk. Pentilku diremesnya dengan jempol dan telunjuknya. Aku tersentak karena enjotan kontolnya dan secara reflex aku mendorong pinggulku ke atas sehingga kontolnya nancap lebih dalam.
Aku menghisap lidahnya yang dijulurkan masuk ke mulutku. Sementara itu dia terus menekan kontolnya masuk lebih dalam lagi. Dia menahan gerakan pinggulnya, rambutku dibelai2nya dan terus mengecup bibirku. Kontolnya kembali ditariknya keluar lagi dan dibenamkan lagi pelan2, begitu dilakukannya beberapa kali sehingga seluruh kontolnya sudah nancap di memekku. Aku merangkul lehernya dan kakiku makin erat membelit pinggangnya.
“Akh mas”, lenguhku ketika terasa kontolnya sudah masuk semua, terasa memekku berdenyut meremes2 kontolnya.
“Masih sakit Nes”, tanyanya.
“Enak mas”, jawabku sambil mencakari punggungnya, terasa biji pelernya memukul2 pantatku.
Dia mulai mengenjotkan kontolnya keluar masuk memekku. Entah bagaimana dia mengenjotkan kontolnya, itilku tergesek kontolnya ketika dia mengenjotkan kontolnya masuk. Aku menjadi terengah2 karena nikmatnya.
Dia juga mendesah setiap kali mendorong kontolnya masuk semua, “Nes, memekmu peret sekali, terasa lagi empotannya, enak banget sayang ngentot dengan kamu”.
Tangannya menyusup ke punggungku sambil terus mengenjotkan kontolnya. Terasa bibir memekku ikut terbenam setiap kali kontolnya dienjot masuk.
“Mas”, erangku. Terdengar bunyi “plak” setiap kali dia menghunjamkan kontolnya. Bunyi itu berasal dari beradunya pangkal pahanya dengan pangkal pahaku karena aku mengangkat pinggulku setiap dia mengenjot kontolnya masuk.
“Nes, aku udah mau ngecret”, erangnya lagi. Dia menghunjamkan kontolnya dalam2 di memekku dan terasalah pejunya nyembur2 di dalam memekku.
Bersamaan dengan itu,“Mas, Ines nyampe juga mas”, aku mengejang karena ikutan nyampe.
Nikmat banget bersama dia, walaupun perawanku hilang aku tidak nyesel karena ternyata dientot itu mendatangkan kenikmatan luar biasa.
Inez: Pertemuan berikutnya…
Aku sekarang bekerja sebagai tenaga sales disebuah showroom mobil, sehingga aku tidak menunggui rumah disebelah rumah oom Dio. Suatu hari aku mendapat tugas untuk mengikuti meeting cabang di Bogor dan Sukabumi. Kantor tidak memberi fasilitas kendaraan tapi uang transport dan penginapan serta makan untuk ke Bogor dan Sukabumi p.p. Setelah meeting di Bogor, selepas magrib aku sedang menunggu kendaraan umum di perempatan Ciawi untuk ke Sukabumi. Beberapa kendaraan umum lewat tapi selalu penuh. TIba2 ada sedan yang menepi dan seseorang keluar dari sedan tersebut, ternyata oom Dio.
“Nes, mau kemana sore2 gini?” tanyanya.
“Eh oom Dio, Ines mau ke Sukabumi oom?” jawabku.
“Kebetulan Nes, aku mau ke Sukabumi juga, bareng aja”, ajaknya.
Ternyata di mobil sedang menunggu oom Odi. Setelah berbasa basi, oom Odi lansung menggas mobilnya ke arah Sukabumi.
“Kamu sekarang kerja dimana Nes?, tanya oom Dio lagi.
“Kerja di showroom mobil oom”, jawabku.
“Terus ke Sukabumi mau ngapain”, tanya oom Odi.
“Ines mau meeting cabang oom, tadi sudah meeting cabang di Bogor”, jawabku.
“Kok gak dianter?” tanya oom Odi lagi.
“Gak ada fasilitasnya oom, cuma dikasi uang transport dan hotel. Oom oom ke Sukabumi mau ngapain”, tanyaku.
“Kita berdua ada bisnis, eh gak taunya ketemu kamu. Kamu nginep bareng kita aja, hemat kan. Kamu pulang ke Jakartanya kapan?”, ajaknya. Kebayang nginep bareng mereka pastinya aku dientot bergantian, ngebayangin itu napsuku timbul.
“Boleh aja oom, Ines pulang besok sore abis meeting”, jawabku.
“Ya bareng kita aja lagi, kita juga balik ke Jakarta besok sore, lepas magrib kaya hari ini lah. Call aja, nanti disamperin” kata oom Odi lagi.
Di perjalanan, kita mampir ke warung Sunda untuk mengisi perut. Jalan ke Sukabumi jelek kwalitasnya dan macet pula sehingga sampe Sukabumi sudah malem. Mereka langsung menuju ke Selabintana, “Kita nginep di Selabintana aja ya, adem”, kata oom Odi. Di hotel, mereka membook 2 kamar yang ada connecting doornya.
Makin jelaslah rencananya, mereka akan mengentoti aku bergantian. Aku sekamar dengan oom Odi, oom Dio di kamar sebelah. Oom Dio segera masuk kamar mandi, sementara aku rebahan saja di ranjang, napsuku makin berkobar karena ngebayangin sebentar lagi aku akan diantri mereka berdua. Oom Odi keluar dari kamar mandi hanya melilitkan anduk di pinggang saja, kelihatannya kontolnya menonjol, kayanya sih udah ngaceng berat. Dia duduk disebelahku di ranjang dan mencium pipiku.
“Nes kita asik lagi ya”, katanya merayu.
“Iya oom, Ines juga udah kepingin ngerasaan kontol oom keluar masuk di memek Ines lagi”, kataku.
Tangannya mulai meremes toketku dari luar, kayanya dia udah gak tahan napsunya sehingga gak kasi kesempatan aku mandi lagi. Kupikir, ya abis dientot aja mandinya. Bajuku dibukanya sehingga aku hanya mengenakan bra dan celana jin saja. Tangannya kembali meremas2 toketku. Aku menggelinjang, nikmat. Dia langsung melepas kaitan braku sehingga terbukalah toketku, siap untuk diremas dan diemut lebih lanjut. Pentilku langsung menjadi sasaran, diemutnya sambil meremas toketku.
“Nes, toketmu besar dan keras, napsuin deh”, katanya sambil terus meremas dan mengisep pentilnya.
Ritsluiting jinku dibukanya, aku mengangkat pantatku sedikit supaya dia bisa melepaskan jinku yang ketat. CD ku juga langsung dilepasnya sehingga aku sudah bertelanjang bulet. Jembutku yang lebat menjadi sasaran selanjutnya, kemudian salah satu jarinya sudah mengelus2 memekku. Otomatis aku mengangkangkan pahaku sehingga dia mudah mengakses memekku lebih lanjut. Aku melepas lilitan handuknya, segera kontolnya yang besar, panjang dan sangat keras aku genggam dan kocok2.
“Nes, diisep dong”, pintanya.
Kepalanya kujilat2 sebentar kemudian kumasukkan ke mulutku. Segera kekenyot pelan2, dan kepalaku mengangguk2 memasukkan kontolnya keluar masuk mulutku, enyotannya jalan terus.
“Accchhhh, enak Nes, baru diisep mulut atas aja udah nikmat ya, apalagi kalo yg ngisep mulut bawah”, erangnya keenakan. Tangannya terus saja mengelus2 memekku yang sudah basah karena napsuku sudah memuncak.
“Nes, kamu udah napsu banget ya, memek kamu udah basah begini”, katanya lagi.
Kontolnya makin seru kuisep2nya. Tiba2 dia mencabut kontolnya dari mulutku dan segera menelungkup diatas badanku. Kontolnya diarahkan ke memekku, ditekannya kepalanya masuk ke memekku. terasa banget memekku meregang kemasukan kepala kontol yang besar, dia mulai mengenjotkan kontolnya pelan, keluar masuk memekku. Tambah lama tambah cepat sehingga akhirnya seluruh kontolnya yang panjang ambles di memekku.
“Enak oom, kontol oom bikin memek Ines sesek, aaauugghhh….. dienjot yang keras oom”, rengekku keenakan.
Enjotan kontolnya makin cepat dan keras, aku juga makin sering melenguh kenikmatan, apalagi kalo dia mengenjotkan kontolnya masuk dengan keras, nikmat banget rasanya.
Gak lama dienjot aku udah merasa mau nyampe, “Oom… hhhhssshh… lebih cepet ngenjotnya dong, Ines udah mau nyampe…hhhgggghhhh”, rengekku.
“Cepat banget Nes, aku belum apa2″ jawabnya sambil mempercepat lagi enjotan kontolnya.
Akhirnya aku menjerit keenakan “Oommm, ooouugghhh … Ines nyampe oom…, aarrrgggh”, aku menggelepar2 kenikmatan.
Dia masih terus saja mengenjotkan kontolnya keluar masuk dengan cepat dan keras. Tiba2 dia mencabut kontolnya dari memekku.
“Kok dicabut oom, kan belum ngecret…”, protesku.
Dia diem saja tapi menyuruh aku menungging di pinggir ranjang, rupanya dia mau gaya anjing. Segera kontolnya ambles lagi di memekku dengan gaya baru ini. Dia berdiri sambil memegang pinggulku. Karena berdiri, enjotan kontolnya keras dan cepat, lebih cepat dari yang tadi, gesekannya makin kerasa di memekku dan masuknya rasanya lebih dalem lagi,
“Oom…, nikmathh… hhheegghhh”, erangku lagi. Jarinya terasa mengelus2 pantatku, tiba2 salah satu jarinya disodokkan ke lubang pantatku, aku kaget sehingga mengejan. Rupanya memekku ikut berkontraksi meremas kontol besar panjang yang sedang keluar masuk,
“Aarrgggh Nesss…, nikmat banget, empotan memek kamu kerasa bangettthhh…”, erangnya sambil terus saja mengenjot memekku. Sementara itu sambil mengenjot dia agak menelungkup di punggungku dan tangannya meremas2 toketku, kemudian tangannya menjalar lagi ke itilku, sambil dienjot itilku dikilik2nya dengan tangannya. Nikmat banget dientot dengan cara seperti itu.
“Oom, oouugghhh… nikmat bangethhh dientot sama oom, Ines udah mau nyampe lagi. Cepetan enjotannya oom,… oouuugghhh” erangku saking nikmatnya. Dia sepertinya juga udah mau ngecret, segera dia memegang pinggulku lagi dan mempercepat enjotan kontolnya.
Tak lama kemudian, “Oom… Ines mau nyampe lagi..hhhhh, oom…, cepetan dong enjotannya, aah”, akhirnya aku mengejang lagi keenakan. Gak lama kemudian dia mengenjotkan kontolnya dalem2 di memekku dan terasa pejunya ngecret.
“Aaggggh Nessshh, nikmat banget….”, diapun agak menelungkup diatas punggungku. Karena lemas, aku telungkup diranjang dan dia masih menindihku, kontolnya tercabut dari memekku.
“Oom, nikmat deh, sekali enjot aja Ines bisa nyampe 2 kali. Abis ini giliran oom Dio ya”, kataku.
“Iya”, jawabnya sambil berbaring disebelahku. Aku memeluknya dan dia mengusap2 rambutku.
“Kamu pinter banget muasin lelaki ya Nes”, katanya lagi.
Aku hanya tersenyum, “Oom, Ines mau ke kamar mandi, lengket badan rasanya”, akupun bangkit dari ranjang dan menuju ke kamar mandi.
Selesai membersihkan diri, aku keluar dari kamar mandi telanjang bulat, kulihat oom Dio sudah berbaring diranjang hanya mengenakan celana pendek. Kulihat kontolnya menonjol, rupanya dia sudah ngaceng berat menunggu gilirannya mengentoti aku. Aku tersenyum saja dan berbaring disebelahnya. Dia segera mencium bibirku dengan penuh napsu. Kontolnya keelus2 dari luar celananya. Lidahku dan lidahnya saling membelit dan kecupan bibir berbunyi saking hotnya berciuman. Tangannya juga mengarah kepahaku. Aku segera saja mengangkangkan pahaku, sehingga dia bisa dengan mudah mengobok2 memekku. Sambil terus mencium bibirku, tangannya kemudian naik meremas2 toketku.
Pentilku diplintir2nya, “Oom enak…., Ines udah napsu lagi oom hhhhhhh”, erangku.
Tanganku segera membuka kolor celananya dan segera mengocok kontolnya yang sudah keras banget. Dia segera melepaskan celananya sehingga sama2 bertelanjang bulat. Kemudian ciumannya beralih ke toketku.
Pentilku yang sudah mengeras segera diemutnya dengan penuh napsu, “Oom, ooouugghhh… nikmat oom”, erangku.
Diapun menindihku sambil terus menjilati pentilku. Jilatannya turun keperutku, kepahaku dan akhirnya mendarat di memekku.
“Aacch oom…., enak banget oom….., belum dientot udah nikmat banget hhhhh…”, erangku.
Aku menggeliat2 keenakan, tanganku meremas2 sprei ketika dia mulai menjilati memekku dan itilku. Pahaku tanpa sengaja mengepit kepalanya dan rambutnya kujambak, aku mengejang lagi, aku nyampe sebelum dientot. Dia pinter banget merangsang napsuku. Aku telentang terengah2, sementara dia terus menjilati memeku yang basah berlendir itu. Dia bangun dan kembali mencium bibirku, dia menarik tanganku minta dikocok kontolnya. Dia merebahkan dirinya, aku bangkit menuju selangkangannya dan mulai mengemut kontolnya.
“Nes, hhggghh…. kamu pinter banget sih”, dia memuji.
Cukup lama aku mengemut kontolnya. Sambil mengeluar masukkan di mulutku, kontolnya kuisep kuat2. Dia merem melek keenakan. Kemudian aku ditelentangkan dan dia segera menindihku. Aku sudah mengangkangkan pahaku lebar2. Dia menggesek2kan kepala kontolnya di bibir memekku, lalu dienjotkan masuk, “Oom, enak”, erangku.
Dia mulai mengenjotkan kontolnya keluar masuk pelan2 sampai akhirnya blees, kontolnya nancep semua di memekku.
“Nes, memekmu sempit banget, padahal barusan kemasukan kontol ya”, katanya.
“Tapi enak kan oom, abis kontol oom gede banget sampe memek Ines kerasa sempit… hhhh”, jawabku terengah. Dia mulai mengenjotkan kontolnya keluar masuk dengan cepat, bibirku diciumnya.
“Enak oom, aauugggh”, erangku keenakan. Enjotannya makin cepat dan keras, pinggulku sampe bergetar karenanya.
Terasa memekku mulai berkedut2, “Oom hhggghh… lebih cepet oom, ssshhhh… enak banget, Ines udah mau nyampe oom”, erangku.
“Cepet banget Nes, aku belum apa2″, jawabnya.
“Abisnya kontol oom enak banget sih gesekannya”, jawabku lagi. Enjotannya makin keras, setiap ditekan masuk amblesnya dalem banget rasanya. Itu menambah nikmat buat aku
“Terus oom, oouugghhh….enakkkk”. Toketku diremas2 smabil terus mengenjotkan kontolnya keluar masuk.
“Terus oom….ooohhhh, lebih cepat oom…., aah, enak oom, jangan brenti, aauuuggghhh…” akhirnya aku mengejang, aku nyampe, nikmat banget rasanya.
Padahal dengan oom Odi, aku udah nyampe 2 kali, nyampe kali ini masih terasa nikmat banget. Memang oom Dio pinter muasin cewek. Aku memeluk pinggangnya dengan kakiku, sehingga rasanya makin dalem kontolnya nancep. Memekku kudenyut2kan meremas kontolnya sehingga dia melenguh,
“Enak Nes, empotan memek kamu hebat banget, aku udah mau ngecret, terus diempot Nes”, erangnya sambil terus mengenjot memekku. Akhirnya bentengnya jebol juga. Pejunya ngecret dalam memekku, banyak banget kerasa nyemburnya
“Nes, aaaaakh, aku ngecret Nes, ooouuhhhh… nikmatnya memek kamu…hhhhh”, erangnya. Dia menelungkup diatas badanku, bibirku diciumnya.
“Trima kasih ya NEs, kamu bikin aku nikmat banget”. Setelah kontolnya mengecil, dicabutnya dari memekku dan dia berbaring disebelahku. Aku lemes banget walaupun nikamt sekali. Tanpa terasa aku tertidur disebelahnya.
Aku terbangun karena merasa ada jilatan di memekku, ternyata dia sudah terbangun dan kulihat kontolnya sudah ngaceng lagi, aku melihat jam, masih subuh. Memekku dijilatinya dengan penuh napsu. Pahaku diangkatnya keatas supaya memeku makin terbuka.
“Oom, nikmat banget oom jilatannya”, erangku. Ngantukku sudah hilang karena rasa nikmat itu. Aku meremas2 toketku sendiri untuk menambah nikmatnya jilatan di memekku. Pentilku kuplintir2 juga.
“Oom, subuh2 gini sudah ngasi enak ke Ines”, lenguhku.
Kemudian itilku diisep2nya sambil sesekali menjilati memekku, menyebabkan memekku sudah banjir lagi. Aku menggelepar2 ketika itilku diemutnya. Cukup lama itilku diemutnya sampai akhirnya kakiku diturunkan lagi keranjang, aku mengangkangkan pahaku karena aku tau sebentar lagi pasti kontolnya masuk.
“Oom, masukin dong oom, ayooo…. Ines udah pengen dientot”, rengekku. Dia langsung menindih tubuhku, kontolnya diarahkan ke memekku.
Begitu kepala kontolnya menerobos masuk, “Aaaaggghhh…. yang dalem oom, masukin aja semuanya sekaligus, ayo dong oom oohhh….”, rengekku karena napsuku yang sudah muncak.
Dia langsung mengenjotkan kontolnya dengan keras sehingga sebentar saja kontolnya sudah nancap semuanya dimemekku. Kakiku segera melingkari pinggangnya sehingga kontolnya terasa masuk lebih dalem lagi.
“Ayo oom, dienjot dong”, rengekku lagi. Dia mulai mengenjot memekku dengan cepat dan keras, uuh nikmat banget rasanya pagi2 gini dientot. enjotannya makin cepat dan keras, ini membuat aku menggeliat2 saking nikmatnya.
“OOuuuuggghhh….Oom, enak oom, aaacchhhh… terus oom, Ines udah mau nyampe rasanya…hhgggghhh”, erangku.
Dia tidak menjawab malah mempercepat lagi enjotan kontolnya. Toketku diremas2nya, sampe akhirnya aku mengejang lagi, “Oom enak, Ines nyampe oom, aaggghhhhh”, erangku lemes.
Kakiku yang tadinya melingkari pinggangnya aku turunkan ke ranjang. Dia tidak memperdulikan keadaanku, kontolnya terus saja dienjotkan keluar masuk dengan cepat, napasnya sudah mendengus2. Memekku kudenyut2kan meremas kontolnya. Dia meringis keenakan.
“Nes, terus diempot Nes, nikmat banget rasanya, Terus empotannya biar aku bisa ngecret Nes”, pintanya. Sementara itu enjotan kontolnya masih terus gencar merojok memekku. Toketku kembali diremas2nya, pentilnya diplintir2nya.
“Oom, Ines kepengin ngerasain lagi disemprot peju oom”, kataku. Terus saja kontolnya dienjotkan keluar masuk memekku dengan cepat dan keras.
“Nes, aku mau ngecret Nes, aah”, erangnya dan terasa semburan pejunya mengisi bagian terdalam memekku. Nikmat banget rasanya disemprot peju anget. Dia ambruk dan memelukku erat2.
“Nes, nikmat banget deh ngentot sama kamu”, katanya.
Setelah beristirahat sebentar, aku segera membersihkan diri dan berpakaian.Setelah makan pagi, aku diantar oom Dio ke tempat meetingku.
“Ntar sore kalo udah selesai meeting call saja, nanti kita jemput”, katanya.
Kayanya nanti malem bakal berulang lagi kejadian semalam, gak tau aku mesti ngelayani satu2 atau dua2nya sekaligus. Hari itu aku jadi gak bisa konsentrasi di meeting, mungkin karena masih kebayang ntar malem bakal nikmat lagi dan juga masih lemes dientot 2 cowok semalem dan yang pasti juga ngantuk. Tapi akhirnya meeting selesai juga menjelang sore hari. Aku mengontak oom Dio, tak lama kemudian datanglah mobilnya menjemputku. Aku duduk didepan disebelah oom Odi yang nyopir sedang oom Dio duduk dibelakang. Gak lama setelah mobil jalan, akupun tertidur. Aku terbangun hari sudah gelap, mobil berhenti di warung Sunda yang sama seperti kemarin. Setelah mengisi perut, mobil meluncur lagi ke Jakarta ditengah kemacetan yang berkepanjangan. Ngantuk menyerangku kembali dan akupun tertidur pulas. Aku terbangun ketika mobil berhenti. Oom Dio turun dari mobil dan mobil berjalan lagi.
“Kemana oom Dio?”, tanyaku.
“Biasa, nyari SPG yang montok”, jawab oom Odi. “Buat nemenin dia malem ini”. Rupanya aku menjadi jatah dari oom Odi, yang tadi malem baru sekali ngentotin aku.
“Nes, kamu gak kawatir hamil ya”, katanya.
“Aku kan bisa ngitung masa suburku oom”, jawabku.
“Memangnya kamu lagi gak subur”, katanya lagi.
“Iya oom”, jawabku.
“Kalo lagi subur, ngecret didalem juga?” tanya.
“Iya oom, abis nikmat kan kalo disemprot peju anget, Ines punya obat biar gak hamil oom”. Mobil memasuki apartment.
“Gak kerumah oom?” tanyaku agak kecewa karena sudah ngebayangin bakal dientot di kolam renang seperti tempo hari.
“Ini suite kantor”, jawabnya.
“emangnya suite beda dengan apartment ya oom”, tanyaku gak ngerti.
“Sama aja, cuma suite lebih lengkap fasilitasnya dan lebih luas”, jawabnya sambil memarkirkan mobilnya di basement. Aku digandengnya menuju lift, tasku dibawakannya. Dia memijit tombol yang paling atas.
“Dipuncak ya oom”, tanyaku.
“Iya, jadi viewnya bagus kalo malem begini”, jawabnya.
”Oom ngejomblo juga kaya oom Dio”, tanyaku lagi.
“Iya lah, ngapain punya istri, kan bisa cari istri sementara, kaya kamu gini”, jawabnya tersenyum.
“Aku dan oom Dio sering tukar cewek, masing2 kan nyari abg dan kalo udah dientot dipertukarkan kaya tempo hari dirumahku itu”.
“Oom, kalo cari cewek yang kaya apa”, tanyaku lagi.
“Ya yang kaya kamu gini. Toketnya besar, pantatnya besar dan yang jembutnya lebat”, jawabnya.
“Taunya dari mana kalo jembutnya lebat, sebelum ditelanjangi kan gak tau jembutnya lebat atau tidak”, tanyaku lagi.
“Ya liat aja bulu tangannya, kalo lebat ya jembutnya lebat. Apalagi kalo ceweknya berkumis, pasti jembutnya lebat banget, seperti kamu”, jawabnya tersenyum.
Lift berhenti dan pintunya terbuka. Aku digandengnya keluar lift, rupanya langsung masuk ke suite. Suitenya besar, kamarnya aja ada 3, belum ruang tamu dan ruang makan yang luas. Di berandanya ternyata ada pool kecil dan ada gazebonya. Aku meletakkan tasku dimeja dan membuka pintu dan keluar menikmati udara malem. Walaupun di puncak bangunan tapi angin tidak kencang, karena sekeliling tempat terbukanya ada tembok kaca untuk menghalangi angin, hanya tanpa atap sehingga tetap sejuk. Aku duduk di gazebonya yang berisikan dipan, tiba2 lampu menyala temaram sehingga suasana menjadi romantis. Lampu didalam pool juga menyala. Dia menghampiriku.
“Mau berendem Nes, poolnya sih kecil sehingga susah untuk berenang. Kamu pake daleman bikini gak?” katanya sambil memeluk pundakku.
“Ines bawa kok oom, Ines pake sebentar ya”, kataku sambil bangkit menuju kedalem.
Di salah satu kamar aku segera melepas pakaianku, mengambil bikini tipisku dari dalem tas dan memakainya. Ketika aku ke gazebo, dia sudah berbaring didipan hanya mengenakan CDnya, kontolnya kayanya sudah ngaceng, tampak menggelembung dibalik CDnya. Segera aku berbaring disebelahnya. Diapun merangkul dan mencium bibirku
“Nes, ladeni aku melem ini ya sayang, kamu napsuin sekali pake bikini Nes, aku udah mau nancep nih”, katanya.
Segera tanganku meremas2 kontolnya dari luar CDnya, keras sekali, makanya CDnya langsung kulepas. Kontolnya tegak menjulang, besar, panjang dan keras.Aku segera menjilati kepala kontolnya dan kumasukan kepalanya kemulutku. Kuisep2 dan kukeluarmasukkan ke mulutku, dia terengah2 keenakan.
“Nikmat banget Nes isepannya hhhhh…, aku udah mau diisep mulut bawah kamu”, katanya.
Aku segera ditelentangkan dan bra serta CDku diurai ikatannya. Dia menaiki aku dan menggesekkan kepalanya ke memekku yang sudah basah ketika aku ngisep kontolnya tadi. Dia tidak langsung menancapkan kontolnya ke memekku, malah digesekkan ke itilku,aku menggeliat2 jadinya.
“Oom masukin aja, katanya sudah mau diempot memek Ines”, rengekku.
Diapun menekan kontolnya masuk ke memekku. Terasa banget kepala kontolnya yang besar meregangkan memekku dan mendesak masuk. Nikmat banget rasanya. Aku mendesis2 keenakan. Dia terus menekan kontolnya sehingga akhirnya nancep semuanya dimemekku.
“Aacccch oom, enak banget kontol oom”, erangku. Diapun mulai mengenjotkan kontolnya keluar masuk dengan pelan2, makin lama makin cepat. Aku hanya bisa merintih2 keenakan
“Oom nikmat banget oom, terusin enjotannya oom, yang cepet, yang keras dong ngenjotnya”, rengeku lagi. Makin lama enjotannya makin cepet, aku mengejang2kan memekku sehingga gantian dia yang mendesis2 keenakan.
“Nes, kerasa banget empotan memek kamu”.
“Ines tinggal sama oom ya, nanti tiap malem Ines empot kontol oom”, kataku. Dia tidak menjawab, hanya enjotannya terus dilakukan dengan cepat dan keras.
“Mau ya oom”, rengekku lagi. “enak banget deh dientot sama oom, sssh”.
Napasku mulai memburu, toketku diremas2nya, pentilnya yang udah keras diplintir2 manambah kenikmatan buat aku. Aku mengejang2kan memekku mengempot kontolnya yang terus keluar masuk dengan cepat dan keras.
“Oom, sshhhh…., enak oom, terus oom, sssssh, Ines udah mau nyampe oom, ssh”, erangku.
“Sebentar lagi Nes, aku juga udah ngerasa mau ngecret nih, ssh”, jawabnya terengah. Dia setengah membungkuk dan mengemut pentilku. Aku makin napsu jadinya, rambutnya kuremas2.
“Oom, enghhhh…, ngecretin pejunya dong oom…., hhhgggghhhh…. Ines pengen ngerasain lagi disemprot peju anget, cepetan oom…., Ines udah mau nyampe, aakhhhh”, kataku menggelinjang keenakan. Enjotan kontolnya makin bertubi2. Aku merintih2 keenakan jadinya, memekku jadi mengejang2 dengan sendirinya meremas kontolnya yang terus nyodok keluar masuk.
“Oom, enak bangethh… ooouuuggghhh….”, erangku sambil menjepitkan kakiku di pinggangnya, sehingga enjotannya makin terasa nancep dalem sekali di memekku. Aku memeluk badannya erat2,
“Oom… oooohhh, nikmathhh….. banget kontolnyaaaa hhggghhhh…”, rintihku.
Akhirnya, “Akhhhh….., hhhggghhh… Ines nyampe oommmm, aakhhhhh”, aku kelojotan saking nikmatnya. Memekku kembali mengejang dengan keras meremas kontolnya sehingga diapun gak bisa bertahan lebih lama lagi,
“HHggghhh….. Nessss, aku ngecret, aakhhhhh”, erangnya. Terasa sekali semburan pejunya yang dahsyat di memekku. Nikmat tapi lemes banget jadinya.
“Aduh oom, nikmat banget oom, boleh ya oom Ines tinggal sama oom, asal oom ngentotin Ines tiap malem”, rengekku lagi. Dia hanya memelukku terengah2 kecapaian.
Setelah isitirahat, dia mencabut kontolnya yang sudah lemes dari memekkku, kontolnya berlumuran pejunya dan lendir memekku.
“Nes, mandi yuk”, ajaknya.
Akupun bangun dan mengikutinya ke kamar mandi. Dia mengambil minuman dari lemari es dan satu diberikan ke aku. Aku segera minum minuman itu sampe habis, sedikit menyegarkan setelah dienjot abis2an. Dikamar mandi kami saling menyabuni, toketku menjadi sasaran remasan tangannya, akupun gak mau kalah meremas kontolnya sambil kukocok2. Hebatnya gak lama kemudian kontolnya mulai keras laghi.
“Oom kuat amat sih, baru ngecret sekarang udah mulai ngaceng lagi, abis mandi pasti Ines dientot lagi ya oom”, kataku.
“Abis tangan kamu nakal sih, jadi buat ngendorin mesti ditancep dimemek kamu lagi”, jawabnya tersenyum. Tambah lama makin keraslah kontolnya sehingga ngaceng sempurna. Aku ditunggingkannya, aku bertumpu ditembok kamar mandi, kakiku direnggangkannya dan dia jongkok dibelakangku.
Memekku dijeliatnya dari belakang, aku kegelian dan napsuku kembali berkobar, “Oom, Ines pengen ngerasain lagi kontol oom keluar masuk di memek Ines”, erangku keenakan karena jilatannya sudah menyentuh2 itilku.
Dia berdiri lagi dan mengarahkan kepala kontolnya ke memekku dari belakang. Dia menekan kepalanya masuk ke memekku dan mulai dienjotnya pelan, sampai akhirnya seluruh kontolnya nancep di memekku. Dia mempercepat enjotan kontolnya keluar masuk sambil tangannya memelukku dari belakang dan mengkilik2 itilku. Diserang seperti itu aku jadi kelojotan keenakan. Gak lama dienjot dengan cara seperti itu, aku menggelinjang dan mengejang2,
“Oom, Ines nyampe oom, pinter amat oom ngenjot memek Ines, sebentar aja Ines sudah nyampe”, kataku terengah.
Aku mulai mengejangkan memeku untuk meremas2 kontolnya, dia terus saja mengenjotkan kontolnya keluar masuk mengimbangi empotan memeku,
“Nes, kamu luar biasa deh, ahli banget kamu muasin aku”, katanya.
“Makanya oom, Ines tinggal sama oom aja, biar tiap malem Ines bisa ngempot kontol oom sampe ngecret”, jawabk terengah karena enjotan kontolnya makin cepat dan keras saja. Dia terus mengkilik2 itilku sambil mengenjotkan kontolnya keluar masuk. Napsuku kembali naik lagi,
“Oom terus oom, enak banget dientot sambil dikilik itilnya, aakh”, erangku lagi.Cukup lama dia mengenjot memekku dari belakang sampai akhirnya aku nyampe lagi, bersamaan dengan ngecretnya dia.
“Aduh oom, kuat banget sih, Ines sampe lemes deh, tiap ronde Ines selalu 2 kali nyampe baru oom ngecret. Nikmat banget oom, boleh ya Ines tinggal bareng oom”, rengekku lagi setelah dia mencabut kontolnya lagi.
Dia tidak menjawab permintaanku, dia hanya menghidupkan shower lagi untuk membersihkan tubuh kami. Setelah itu, kami saling mengeringkan badan. Keluar dari kamar mandi langsung aku merebahkan diri diranjang, sementara dia keluar, katanya untuk mengambil minuman. Aku sudah ngantuk banget ketika dia kembali membawa 2 cangkir minuman coklat hangat, sesudah kuminum aku langsung tertidur.
Aku terbangun sudah siang, segar setelah semalem dientot 2 ronde, aku males ke kantor hari ini. Aku menilpun kantor mengatakan hari ini aku kurang sehat sehingga besok baru bisa kekantor. Dia masih tertidur disebelahku. Kontolnya kuelus2, kuremas pelan2, dan dia terbangun. Begitu juga kontolnya.
“Sarapan paginya ngentot lagi ya Nes”, katanya tersenyum. Kontolnya yang bsudah mengeras kukocok2 biar tambah keras, ujung kontolnya kujilatin, sekali2 kugigit pelan2. Dia merem melek keenakan.
“Pagi gini udah nikmat, Nes”.
Kontolnya kumasukkan kemulutku, cuma muat kepalanya saja saking gedenya dan kuemut2 dengan keras, kepalaku mengangguk2 mengeluar masukkan kontolnya di mulutku. Dia merubah posisi menjadi 69 dan mulai menjilati pahaku bagian dalem, kemudian jilatannya mengarah kememeku. yang penuh jembut lebat itu.
“Ni jembut, lebat banget, pantes aja kamu binal banget kalo dientot”, katanya sambil menjilati memekku. Aku gak tahan kalo itilku mulai dijilati, apalagi diisep2, langsung aja memekku menjadi basah.
“Nes, udah napsu lagi ya, memek kamu udah basah banget. Bener kan, cewek yang jembutnya lebat napsunya besar banget, dikilik sebentar aja udah siap dientot”, katanya sambil mengkilik itilku dengan jarinya. Aku menjadi kelojotan keenakan, isepan ke kontolnya menjadi brenti.
“Oommm….., Ines udah pengen dientot lagi oom”, rengekku.
Dia bangun, pahaku dikangkangkan, dan dia menempelkan kepala kontolnya di memekku. Kakiku ditekuknya kedada dan dia mulai menancapkan kontolnya ke memekku.
“Masukin semuanya oom, biar nikmat hhssshhh…”, erangku terengah2. Dia mulai mengenjotkan kontolnya keluar masuk sehingga sebentar saja sudah nancep delam sekali di memeku. Dia terus mengenjotkan kontolnya keluar masuk. Aku merintih2 keenakan.
“Oom, hhhsshhh… nikmat banget oom, terus oom, enjot yang kerassss”.
Tiba2 dia menarik kontolnya sehingga tinggal kepalanya yang terjepit dimemekku, kontolnya hanya digerakkan pelan. Aku jadi blingsatan gak karuan.
“Masukin lagi dong oom, oom nakal ih…., ayo dong oom dimasukin semua lagi”, rengekku. Tiba2 dia mengenjotkan lagi kontolnya sehingga nancep semua.
“Aakhhh, enak banget oom ..oouugghhh”.
Belum hilang rasa enaknya, dia sudah menarik kontolnya sehingga tinggal kepalanya saja yang nancep di memekku, digerak2kan pelan sampai aku mulai merengek2 dan tiba2 dienjotkan lagi sehingga nancep semuanya di memekku. Berulang2 dia melakukan cara itu sehingga akhirnya aku nyerah duluan.
“Ouugghhhh…. Oommmm… masukin semuanya oom, ooohhhh… Ines nyampehhhh, aakh”, aku mengejang, memekku terasa meremas2 kontolnya.
Aku terengah2 keenakan, kakiku diletakkan diranjang, dia mulai lagi mengenjotkan kontolnya keluar masuk memekku, segera napsuku bangkit lagi. Aku menggeliat2 keenakan, tak lupa memekku kekejang2kan untuk mengempot kontolnya,. Dia pun meringis keenakan,
“Terus diempot Nes, nikmat banget”. Tiba2 dia berhenti mengenjotkan kontolnya, aku dipeluknya dan dia berguling sehingga sekarang aku yang diatas. Segera aku yang ambil alih komando, pantatku kuenjotkan keatas kebawah, mengocok kontolnya yang masih perkasa. Toketku yang berguncang2 seirama naik turunnya pantatku diremas2nya dengan gemas, pentilnya diplintir2nya sekalian.
“Ngentot gaya apa aja sama oom, sama nikmatnya ya oom”, kataku sambil mempercepat enjotan pantatku.
“Nes, hhhsshhh…. aku udah pengen ngecret Nes, kita berbalik lagi ya”, katanya sambil memelukku kembali dan berguling sehingga sekarang dia yang diatas kembali. Dia mulai mengenjotkan kontolnya keluar masuk dengan cepat dan keras, aku makin terengah2 keenakan.
“Terus oom, ooooccchhhh…. Ines udah mau nyampe lagi, hhhgghhh…. bareng lagi ya oom”, kataku. Akhirnya kembali aku mengejang2 nyampe, sehingga memekku kembali meremas2 kontolnya. Diapun gak bisa bertahan lagi, sambil mengejotkan kontolnya dalem2 dia ngecret.
“Nes… hhhgghhh, enak Nes, aakhhh…h”. Pejunya kembali berhamburan dimemekku.
Aku heran juga kayanya stok pejunya gak ada batesnya, setiap ngecret selalu keluarnya banyak.
Setelah selesai semuanya, kami kembali membersihkan diri dikamar mandi, dia menyiapkan makan pagi untuk berdua. Setelah makan, aku diantarkan pulang.
Inez: Branch Manager (Yth. Bpk Kacab…)
Sebulan setelah meeting sebelumnya, aku mendapat tugas untuk meeting di Sukabumi. Aku diantarkan dengan kendaraan kantor. Berangkatnya pagi2 sekali, sehingga tibanya tepat sesuai jadwal meeting. Meeting hari itu berjalan lancar, seselesainya meeting kepala cabang Sukabumi, sebut saja pak Kacab, mengajakku ngobrol. Kantor sudah sepi karena memang sudah lewat waktu karyawan pulang.
“Nes, kamu nginep aja malem ini, besok baru kembali”, katanya.
“Ines gak dikasi uang untuk nginep karena harus pulang hari, tadi perginya dianter tapi pulangnya harus cari kendaraan sendiri”, jawabku.
“Kalo ongkos nginep gak udah dipikirin, nantu aku yang bayarin, besok nanti kamu dianter pulang sama kendaraan cabang yang mau ke jakarta”, katanya lagi.
“Terus Ines nginep semalem mau ngapain pak, apalagi Ines sendiri, kan bete gak ada temennya”, jawabku, aku sudah menduga kemana arah pembicaraannya.
“Gimana kalo aku yang nemenin kamu malem ini. Aku denger, meeting yang lalu kamu dateng sama oom oom ya, dua orang lagi”, Lanjutnya.
“Kok bapak tau sih”, jawabku, kayanya dia mau minta servis nikmat dari aku.
“Ya, aku kan punya mata dan telinga dimana2 Nes, jadi taulah kalo kamu bawa oom2 itu nginep, mau ya nginep sama aku”, rayunya.
“Nginep sama bapak, emangnya kita mau ngapain”, kataku pura2 tidak tau maksudnya.
“Kamu pake pura2 gak tau lagi, kalo nginep sama kamu ya ngapain lagi kalo gak ngentot. Aku napsu liat kamu Nes, aku pengen ngentot sama kamu, mau ya”, katanya to the point, maksa lagi.
“Emangnya bapak mau bawa Ines nginep dimana, baik2 ketauan yang lain lo pak, kan mata dan telinga mereka juga ada dimana2″, kataku menirukan perkataannya.
“Beres lah soal itu, aku ada tempat yang cukup tersembunyi, aman dari mata dan telinga yang lain, kamu mau ya”, jawabnya mencoba meyakinkan aku. Aku akhirnya menggangguk saja.
“Tapi Ines gak bawa baju ganti pak, rencananya pulang hari sih”, kataku lagi.
“Kita beli pakaian ganti deh, sebenarnya untuk malem ini kan kamu gak perlu pakaian Nes”, jawabnya sambil tersenyum.
Dia mengajak aku ke toko untuk membeli pakaian. Aku membeli pakaian untuk pulang besok. Kemudian kita pergi makan malam, dari situ baru meluncur ke hotel yang dia maksud. Tempatnya dipinggir kota sehingga daerahnya sepi. Hotelnya memang tidak nampak seperti hotel dari luar.
“Ini motel ya pak”, tanyaku.
“Bukan Nes, hotel tapi lokasinya tersembunyi dari keramaian”, jawabnya. Dia langsung masuk ke garasi dan petugas segera menutup rolling door garasinya.
“Aku sudah book satu kamar Nes untuk kita malem ini”, katanya sambil keluar dari mobil. Aku mengikutinya sambil membawa tas yang berisi pakaian yang baru dibeli dan tas kerjaku.
Kita duduk di sofa, dia mengambilkan minuman dan menyalakan TV. Kami tak banyak bicara karena perhatian tertuju ke tv, tapi aku berdebar2 menunggu apa yang akan terjadi. Akhirnya dia pindah duduk di sampingku, menghadapkan tubuhnya ke arahku.
“Yang, kamu sudah tahu maksudku kan?” katanya lirih di telingaku. Merinding aku mendengarnya memanggil aku yang, dan aku hanya mengangguk.
“Ya pak, Ines tahu, bapak ,,,” belum selesai aku menjawab, kurasakan bibirnya sudah menyentuh leherku, terus menyusur ke pipiku. Tubuhnya bergeser merapat, bibirku dilumatnya dengan lembut.
Ternyata dicium pria bibir tebal nikmat sekali, aku bisa mengulum bibirnya lebih kuat dan ketebalan bibirnya memenuhi mulutku. Sedang kunikmati lidahnya yang menjelajah di mulutku, kurasakan tangan besarnya membuka kancing bajuku dan kemudian menyelusup kedalam dan meremas lembut toketku yang masih terbungkus bra. Ohh.., toketku ternyata tercakup seluruhnya dalam tangannya. Dan aku rasanya sudah tidak kuat menahan gejolak napsuku, padahal baru awal pemanasan.
Bibirnya mulai meneruskan jelajahannya, sambil melepaskan bajuku, leherku dikecup, dijilat kadang digigit lembut. Sambil tangannya terus meremas-remas toketku. Kemudian tangannya menjalar ke punggungku dan melepas kaitan bra ku sehingga toketku bebas dari penutup. Bibirnya terus menelusur di permukaan kulitku. Dan mulai pentil kiriku tersentuh lidahnya dan dihisap. Terus pindah ke pentil kanan. Kadang-kadang seolah seluruh toketku akan dihisap. Dan tangan satunya mulai turun dan memainkan puserku, terasa geli tapi nikmat, napsuku makin berkobar karena elusan tangannya. Kemudian tangannya turun lagi dan menjamah selangkanganku. Memekku yang pasti sudah basah sekali. Lama hal itu dilakukannya sampai akhirnya dia kemudian membuka ristsluiting celana ku dan menarik celanaku ke bawah, Tinggalah CD miniku ku yang tipis yang memperlihatkan jembutku yang lebat, saking lebatnya jembutku muncul di kiri kanan dan dibagian atas dari cd mini itu.
Jembutku lebih terlihat jelas karena CD ku sudah basah karena cairan memekku yang sudah banjir. Dibelainya celah memekku dengan perlahan. Sesekali jarinya menyentuh itilku karena ketika dielus pahaku otomatis mengangkang agar dia bisa mengakses daerah memekku dengan leluasa. Bergetar semua rasanya tubuhku, kemudian CD ku yang sudah basah itu dilepaskannya. Aku mengangkat pantatku agar dia bisa melepas pembungkus tubuhku yang terakhir. Jarinya mulai sengaja memainkan itil-ku. Dan akhirnya jari besar itu masuk ke dalam memekku. Oh, nikmatnya, bibirnya terus bergantian menjilati pentil kiri dan kanan dan sesekali dihisap dan terus menjalar ke perutku.
Dan akhirnya sampailah ke memekku. Kali ini diciumnya jembutku yang lebat dan aku rasakan bibir memekku dibuka dengan dua jari. Dan akhirnya kembali memekku dibuat mainan oleh bibirnya, kadang bibirnya dihisap, kadang itilku, namun yang membuat aku tak tahan adalah saat lidahnya masuk di antara kedua bibir memekku sambil menghisap itilku. Dia benar benar mahir memainkan memekku. Hanya dalam beberapa menit aku benar-benar tak tahan. Dan.. Aku mengejang dan dengan sekuatnya aku berteriak sambil mengangkat pantatku supaya merapatkan itilku dengan mulutnya, kuremas-remas rambutnya. Dia terus mencumbu memekku, rasanya belum puas dia memainkan memekku hingga napsuku bangkit kembali dengan cepat.
“Pak, Ines sudah pengen dientot.” kataku memohon sambil kubuka pahaku lebih lebar.
Dia pun bangkit, mengangkat badanku yang sudah lemes dan dibawanya ke ranjang. Aku dibaringkan di ranjang dan dia mulai membuka bajunya, kemudian celananya. Aku terkejut melihat kontolnya yang besar dan panjang nongol dari bagian atas CDnya. Kemudian dia juga melepas CD nya. Sementara itu aku dengan berdebar terbaring menunggu dengan semakin berharap. Kontolnya yang besar dan panjang dan sudah maksimal ngacengnya, tegak hampir menempel ke perut. Aku merinding apakah muat kontol segitu besarnya di memekku.
Dan saat dia pelan-pelan menindihku, aku membuka pahaku makin lebar, rasanya tidak sabar memekku menunggu masuknya kontol extra gede itu. Aku pejamkan mata. Dia mulai mendekapku sambil terus mencium bibirku, kurasakan bibir memekku mulai tersentuh ujung kontolnya. Sebentar diusap-usapkan dan pelan sekali mulai kurasakan bibir memekku terdesak menyamping. Terdesak kontol besar itu. Ohh, benar benar kurasakan penuh dan sesak liang memekku dimasuki kontolnya.
Aku menahan nafas. Dan nikmat luar biasa. Mili per mili. Pelan sekali terus masuk kontolnya. Aku mendesah tertahan karena rasa yang luar biasa nikmatnya. Terus.. Terus.. Akhirnya ujung kontol itu menyentuh bagian dalam memekku, maka secara refleks kurapatkan pahaku, tapi betapa aku terkejut. Ternyata sangat mengganjal sekali rasanya, besar, keras dan panjang. Dia terus menciumi bibir dan leherku. Dan tangannya tak henti-henti meremas-remas toketku. Tapi konsentrasi kenikmatanku tetap pada kontol besar yang mulai dienjotkan halus dan pelan. Mungkin dia menyadarinya, supaya aku tidak kesakitan. Aku benar benar cepat terbawa ke puncak nikmat yang belum pernah kualami. Nafasku cepat sekali memburu, terengah-engah. Aku benar benar merasakan nikmat luar biasa merasakan gerakan kontol besar itu.
Maka hanya dalam waktu yang singkat aku makin tak tahan. Dan dia tahu bahwa aku semakin hanyut. Maka makin gencar dia melumat bibirku, leherku dan remasan tangannya di toketku makin kuat. Dengan tusukan kontolnya yang agak kuat dan dipepetnya itilku dengan menggoyang goyangnya, aku menggelepar, tubuhku mengejang, tanganku mencengkeram kuat-kuat sekenanya. Memekku menegang, berdenyut dan mencengkeram kuat-kuat, benar-benar puncak kenikmatan yang belum pernah kualami. Ohh, aku benar benar menerima kenikmatan yang luar biasa. Aku tak ingat apa-apa lagi kecuali kenikmatan dan kenikmatan.
“Paaak, Ines nyampe paak”, Aku sendiri terkejut atas teriakkan kuatku.
Setelah selesai, pelan pelan tubuhku lunglai, lemas. Setelah dua kali aku nyampe dalam waktu relatif singkat, namun terasa nyaman sekali, Dia membelai rambutku yang basah keringat. Kubuka mataku, Dia tersenyum dan menciumku lembut sekali, tak henti hentinya toketku diremas-remas pelan.
Tiba tiba, serangan cepat bibirnya melumat bibirku kuat dan diteruskan ke leher serta tangannya meremas-remas toketku lebih kuat. Napsuku naik lagi dengan cepat, saat kembali dia mengenjotkan kontolnya semakin cepat. Uhh, sekali lagi aku nyampe, yang hanya selang beberapa menit, dan kembali aku berteriak lebih keras lagi. Dia terus mengenjotkan kontolnya dan kali ini dia ikut menggelepar, wajahnya menengadah. Satu tangannya mencengkeram lenganku dan satunya menekan toketku.
Aku makin meronta-ronta tak karuan. Puncak kenikmatan diikuti semburan peju yang kuat di dalam memekku, menyembur berulang kali. Oh, terasa banyak sekali peju kental dan hangat menyembur dan memenuhi memekku, hangat sekali dan terasa sekali peju yang keluar seolah menyembur seperti air yang memancar kuat. Setelah selesai, dia memiringkan tubuhnya dan tangannya tetap meremas lembut toketku sambil mencium wajahku. Aku senang dengan perlakuannya terhadapku.
“Yang, kamu luar biasa, memekmu peret dan nikmat sekali”, pujinya sambil membelai dadaku.
“Bapak juga hebat. Bisa membuat Ines nyampe beberapa kali, dan baru kali ini Ines bisa nyampe dan merasakan kontol raksasa. Hihi..”
“Jadi kamu suka dengan kontolku?” godanya sambil menggerakkan kontolnya dan membelai belai wajahku.
“Ya pak, kontol Bapak nikmat, besar , panjang dan keras banget” jawabku jujur.
Dia memang sangat pandai memperlakukan wanita. Dia tidak langsung mencabut kontolnya, tapi malah mengajak mengobrol sembari kontolnya makin mengecil. Dan tak henti-hentinya dia menciumku, membelai rambutku dan paling suka membelai toketku. Aku merasakan pejunya yang bercampur dengan cairan memekku mengalir keluar.
Setelah cukup mengobrol dan saling membelai, pelan-pelan kontol yang telah menghantarkan aku ke awang awang itu dicabut sambil dia menciumku lembut sekali. Benar benar aku terbuai dengan perlakuannya. Dia kemudian memutar lagu classic sehingga tertidurlah aku dalam pelukannya, merasa nyaman dan benar-benar aku terpuaskan dan merasakan apa yang selama ini hanya kubayangkan saja.
Aku bangun masih dalam pelukannya. Katanya aku tidur nyenyak sekali, sambil membelai rambutku. Kurang lebih setengah jam kami berbaring berdampingan. Ia lalu mengajakku mandi. Dibimbingnya aku ke kamar mandi, saat berjalan rasanya masih ada yang mengganjal memekku dan ternyata masih ada peju yang mengalir di pahaku, mungkin saking banyaknya dia mengecretkan pejunya di dalammemekku.
Dalam bathtub yang berisi air hangat, aku duduk di atas pahanya. Dia mengusap-usap menyabuni punggungku, dan akupun menyabuni punggungnya. Dia memelukku sangat erat hingga dadanya menekan toketku. Sesekali aku menggeliatkan badanku sehingga pentilku bergesekan dengan dadanya yang berbulu dan dipenuhi busa sabun. Pentilku semakin mengeras. Pangkal pahaku yang terendam air hangat tersenggol2 kontolnya. Hal itu menyebabkan napsuku mulai berkobar kembali. Aku di tariknya sehingga menempel lebih erat ke tubuhnya. Dia menyabuni punggungku.
Sambil mengusap-usapkan busa sabun, tangannya terus menyusur hingga tenggelam ke dalam air. Dia mengusap-usap pantatku dan diremasnya. Kontolnya pun mulai ngaceng ketika menyentuh memekku. Terasa bibir luar memekku bergesekan dengan kontolnya. Dengan usapan lembut, tapak tangannya terus menyusuri pantatku. Dia mengusap beberapa kali hingga ujung jarinya menyentuh lipatan daging antara lubang pantat dan memekku.
“Bapak nakal!” desahku sambil menggeliat mengangkat pinggulku. Walau tengkukku basah, aku merasa bulu roma di tengkukku meremang akibat nikmat dan geli yang mengalir dari memekku.
Aku menggeliatkan pinggulku. Ia mengecup leherku berulang kali sambil menyentuh bagian bawah bibir memekku. Tak lama kemudian, tangannya semakin jauh menyusur hingga akhirnya kurasakan lipatan bibir luar memekku diusap-usap. Dia berulang kali mengecup leherku. Sesekali lidahnya menjilat, sesekali menggigit dengan gemas.
“Aarrgghh.. Sstt.. Sstt..” rintihku berulang kali. Lalu aku bangkit dari pangkuannya. Aku tak ingin nyampe hanya karena jari yang terasa kesat di memekku. Tapi ketika berdiri, kedua lututku terasa goyah. Dengan cepat dia pun bangkit berdiri dan segera membalikkan tubuhku. Dia tak ingin aku terjatuh. Dia menyangga punggungku dengan dadanya. Lalu diusapkannya kembali cairan sabun ke perutku. Dia menggerakkan tangannya keatas, meremas dengan lembut kedua toketku dan pentil ku dijepit2 dengan jempol dan telunjuknya. Pentil kiri dan kanan diremas bersamaan. Lalu dia mengusap semakin ke atas dan berhenti di leherku.
“Pak, lama amat menyabuninya” rintihku sambil menggeliatkan pinggulku.
Aku merasakan kontolnya semakin keras dan besar. Hal itu dapat kurasakan karena kontolnya makin dalam terselip di pantatku. Tangan kiriku segera meluncur ke bawah, lalu meremas biji pelernya dengan gemas. Dia menggerakkan telapak kanannya ke arah pangkal pahaku. Sesaat dia mengusap usap jembut lebatku, lalu mengusap memekku berulang kali. Jari tengahnya terselip di antara kedua bibir luar memekku. Dia mengusap berulang kali. Itilku pun menjadi sasaran usapannya.
“Aarrgghh..!” rintihku ketika merasakan kontolnya makin kuat menekan pantatku. Aku merasa lendir membanjiri memekku.Aku jongkok agar memekku terendam ke dalam air. Kubersihkan celah diantara bibir memekku dengan mengusapkan 2 jariku.
Ketika menengadah kulihat kontolnya telah berada persis didepanku. Kontolnya telah ngaceng berat.
“Pak, kuat banget sih bapak, baru aja ngecret di memek Ines sekarang sudah ngaceng lagi”, kataku sambil meremas kontolnya, lalu kuarahkan ke mulutku.
Kukecup ujung kepala kontolnya. Tubuhnya bergetar menahan nikmat ketika aku menjilati kepala kontolnya. Dia meraih bahuku karena tak sanggup lagi menahan napsunya. Setelah berdiri, kaki kiriku diangkat dan letakkan di pinggir bath tub. Aku dibuatnya menungging sambil memegang dinding di depanku dan dia menyelipkan kepala kontolnya ke celah di antara bibir memekku.
“Argh, aarrgghh..,!” rintihku.
Dia menarik kontolnya perlahan-lahan, kemudian mendorongnya kembali perlahan-lahan pula. Bibir luar memekku ikut terdorong bersama kontolnya. Perlahan-lahan menarik kembali kontolnya sambil berkata
“Enak yang?”
“Enaak banget pak”, jawabku. Dia menenjotkan kontolnya dengan cepat sambil meremas bongkah pantat ku dan tangan satunya meremas toketku.
“Aarrgghh..!” rintihku ketika kurasakan kontolnya kembali menghunjam memekku.
Aku terpaksa berjinjit karena kontol itu terasa seolah membelah memekku karena besarnya. Terasa memekku sesek kemasukan kontol besar dan panjang itu. Kedua tangannya dengan erat mememegang pinggulku dan dia mengenjotkan kontolnya keluar masuk dengan cepat dan keras. Terdengar ‘cepak-cepak’ setiap kali pangkal pahanya berbenturan dengan pantatku.
“Aarrgghh.., aarrgghh..!Pak.., Ines nyampe..!” Aku lemas ketika nyampe lagi untuk kesekian kalinya.Rupanya dia juga tidak dapat menahan pejunya lebih lama lagi.
“Aarrgghh.., Yang”, kata nya sambil menghunjamkan kontolnya sedalam-dalamnya.
“Pak.., sstt, sstt..” kataku karena berulangkali ketika merasa tembakan pejunya dimemekku.
“Aarrgghh.., Yang, enaknya!” bisiknya ditelingaku.
“Pak.., sstt.., sstt..! Nikmat sekali ya dientot Bapak”, jawabku karena nikmatnya nyampe.
Dia masih mencengkeram pantatku sementara kontolnya masih nancep dimemekku. Beberapa saat kami diam di tempat dengan kontolnya yang masih menancap di memekku. Kemudian Dia membimbingku ke shower,menyalakan air hangat dan kami berpelukan mesra dibawah kucuran air hangat.
Setelah selesai dia keluar duluan, sedang aku masih menikmati shower. Selesai dengan rambut yang masih basah dan masih bertelanjang bulat, aku keluar dari kamar mandi. Ternyata Dia sudah menyiapkan makan siang berupa sandwich dan kentang goreng yang dibelinya tadi lengkap dengan soft drink dingin di meja dekat sofa.
Aku dipersilakan minum dan makan sambil mengobrol, makan siang dan diiringi lagu lembut. Walaupun sudah makan malam, tapi dikerjain si bapak membuatku laper lagi, rupanya enersiku terkuras habis. Setelah aku makan, dia lalu memintaku duduk di pangkuannya. Aku menurut saja. Terasa kecil sekali tubuhku. Sambil mengobrol, aku dimanja dengan belaiannya. Diraihnya daguku, dan diciumnya bibirku dengan hangatnya, aku mengimbangi ciumannya. Dan selanjutnya kurasakan tangannya mulai meremas-remas lembut toketku, kemudian tangannya menelusuri antara dada dan pahaku. Nikmat sekali rasanya, tapi aku sadar bahwa sesuatu yang aku duduki terasa mulai agak mengeras.
Ohh, langsung aku bangkit. Aku bersimpuh di depannya dan ternyata kontolnya sudah mulai ngaceng, walau masih belum begitu mengeras. Kepala kontolnya sudah mulai sedikit mencuat keluar dari kulupnya lalu ku raih, ku belai dan kulupnya kututupkan lagi. Aku suka melihatnya dan sebelum penuh ngacengnya langsung aku kulum kontolnya. Aku memainkan kulup kontol yang tebal dengan lidahku. Kutarik kulup ke ujung, membuat kepala kontolnya tertutup kulupnya dan segera kukulum, kumainkan kulupnya dengan lidahku dan kuselipkan lidahku ke dalam kulupnya sambil lidahku berputar masuk di antara kulup dan kepala kontolnya. Enak rasanya. Tapi hanya bisa sesaat, sebab dengan cepatnya kontolnya makin membengkak dan dia mulai menggeliat dan berdesis menahan kenikmatan permainan lidahku dan membuat mulutku semakin penuh.
“Pak hebat ya sudah ngaceng lagi, kita lanjut yuk pak”, kataku yang juga sudah terangsang.
Rupanya dia makin tak tahan menerima rangsangan lidahku. Maka aku ditarik dan diajak ke tempat tidur. Dia menghidupkan lampu sorot di atas tempat tidur. Sebenarnya aku agak malu, tapi sudahlah, paling dia juga ingin melihat dengan jelas memekku. Dan ternyata benar, kakiku ditahannya sambil tersenyum, diteruskan dengan membuka kakiku dan dia langsung menelungkup di antara pahaku. “Aku suka melihat memek kamu yang” ujarnya sambil membelai bulu jembutku yang lebat.
“Mengapa?”
“Sebab jembutmu lebat dan cewek yang jembutnya lebat napsunya besar, kalau dientot jadi binal seperti kamu, juga tebal bibirnya”. Aku merasakan dia terus membelai jembutku dan bibir memekku. Kadang-kadang dicubit pelan, ditarik-tarik seperti mainan.
Aku suka memekku dimainkan berlama-lama, aku terkadang melirik apa yang dilakukannya. Seterusnya dengan dua jarinya membuka bibir memekku, aku makin terangsang dan aku merasakan makin banyak keluar cairan dari memekku. Dia terus memainkan memekku seolah tak puas-puas memperhatikan memekku, kadang kadang disentuh sedikit itil-ku, membuat aku penasaran. Tak sadar pinggulku mulai menggeliat, menahan rasa penasaran. Maka saat aku mengangkat pinggulku, langsung disambut dengan bibirnya. Terasa dia menghisap lubang memekku yang sudah penuh cairan. Lidahnya ikut menari kesana kemari menjelajah seluruh lekuk memekku, dan saat dihisapnya itil-ku dengan ujung lidahnya, cepat sekali menggelitik ujung itil-ku, benar benar aku tersentak. Terkejut kenikmatan, membuat aku tak sadar berteriak..
“Aauuhh!!”. Benar benar hebat dia merangsangku, dan aku sudah tak tahan lagi.
“Ayo dong pak, Ines pingin dientot lagi” ujarku sambil menarik bantal.
Dia langsung menempatkan tubuhnya makin ke atas dan mengarahkan kontol gedenya ke arah memekku. Aku masih sempat melirik saat dia memegang kontolnya untuk diarahkan dan diselipkan di antara bibir memekku. Kembali aku berdebar karena berharap. Dan saat kepala kontolnya telah menyentuh di antara bibir memekku, aku menahan nafas untuk menikmatinya. Dan dilepasnya dari pegangan saat kepala kontolnya mulai menyelinap di antara bibir memekku dan menyelusup lubang memekku hingga aku berdebar nikmat.
Pelan-pelan ditekannya dan dia mulai mencium bibirku lembut. Kali ini aku lebih dapat menikmatinya. Makin ke dalam.. Oh, nikmat sekali. Kurapatkan pahaku supaya kontolnya tidak terlalu masuk ke dalam. Dia langsung menjepit kedua pahaku hingga terasa sekali kontolnya menekan dinding memekku. Kontolnya semakin masuk. Belum semuanya masuk, Dia menarik kembali seolah akan dicabut hingga tak sadar pinggulku naik mencegahnya agar tidak lepas. Beberapa kali dilakukannya sampai akhirnya aku penasaran dan berteriak-teriak sendiri.
Setelah dia puas menggodaku, tiba tiba dengan hentakan agak keras, dipercepat gerakan mengenjotnya hingga aku kewalahan. Dan dengan hentakan keras serta digoyang goyangkan, tangan satunya meremas toketku, bibirnya dahsyat menciumi leherku. Akhirnya aku mengelepar-gelepar. Dan sampailah aku kepuncak. Tak tahan aku berteriak, terus Dia menyerangku dengan dahsyatnya, rasanya tak habis-habisnya aku melewati puncak kenikmatan. Lama sekali. Tak kuat aku meneruskannya. Aku memohon, tak kuat menerima rangsangan lagi, benar benar terkuras tenagaku dengan orgasme berkepanjangan. Akhirnya dia pelan-pelan mengakhiri serangan dahsyatnya.
Aku terkulai lemas sekali, keringatku bercucuran. Hampir pingsan aku menerima kenikmatan yang berkepanjangan. Benar-benar aku tidak menyesal ngentot dengan dia, dia memang benar-benar hebat dan mahir dalam ngentot, dia dapat mengolah tubuhku menuju kenikmatan yang tiada tara.
Lamunanku lepas saat pahanya mulai kembali menjepit kedua pahaku dan dirapatkan, tubuhnya menindihku serta leherku kembali dicumbu. Kupeluk tubuhnya yang besar dan tangannya kembali meremas toketku. Pelan-pelan mulai dienjotkan kontolnya. Kali ini aku ingin lebih menikmati seluruh rangsangan yang terjadi di seluruh bagian tubuhku. Tangannya terus menelusuri permukaan tubuhku. Dadanya yang berbulu merangsang dadaku setiap kali bergeseran mengenai pentilku.
Dan kontolnya dipompakan dengan sepenuh perasaan, lembut sekali, bibirnya menjelajah leher dan bibirku. Ohh, luar biasa. Lama kelamaan tubuhku yang semula lemas, mulai terbakar lagi. Aku berusaha menggeliat, tapi tubuhku dipeluk cukup kuat, hanya tanganku yang mulai menggapai apa saja yang kudapat. Dia makin meningkatkan cumbuannya dan memompakan kontolnya makin cepat. Gesekan di dinding memekku makin terasa. Dan kenikmatan makin memuncak. Maka kali ini leherku digigitnya agak kuat dan dimasukkan seluruh batang kontolnya serta digoyang-goyang untuk meningkatkan rangsangan di itil-ku.
Maka jebol lah bendungan, aku mencapai puncak kembali. Kali ini terasa lain, tidak liar seperti tadi. Puncak kenikmatan ini terasa nyaman dan romantis sekali, tapi tiba tiba dia dengan cepat mengenjot lagi. Kembali aku berteriak sekuatku menikmati ledakan orgasme yang lebih kuat, aku meronta sekenaku. Gila, batinku, dia benar-benar membuat aku kewalahan. Kugigit pundaknya saat aku dihujani dengan kenikmatan yang bertingkat-tingkat. Sesaat dia menurunkan gerakannya, tapi saat itu dibaliknya tubuhku hingga aku di atas tubuhnya. Aku terkulai di atas tubuhnya.
Dengan sisa tenagaku aku keluarkan kontolnya dari memekku. Dan kuraih batang kontolnya. Tanpa pikir panjang, kontol yang masih berlumuran cairan memekku sendiri kukulum dan kukocok. Dan pinggulku diraihnya hingga akhirnya aku telungkup di atasnya lagi dengan posisi terbalik. Kembali memekku yang berlumuran cairan jadi mainannya, aku makin bersemangat mengulum dan menghisap sebagian kontolnya. Dipeluknya pinggulku hingga sekali lagi aku orgasme. Dihisapnya itil-ku sambil ujung lidahnya menari cepat sekali.
Tubuhku mengejang dan kujepit kepalanya dengan kedua pahaku dan kurapatkan pinggulku agar bibir memekku merapat ke bibirnya. Ingin aku berteriak tapi tak bisa karena mulutku penuh, dan tanpa sadar aku menggigit agak kuat kontolnya dan kucengkeram kuat dengan tanganku saat aku masih menikmati orgasme.
“Yang, aku mau ngecret yang, di dalam memekmu ya”, katanya sambil menelentangkan aku.
“Ya,pak”, jawabku.
Dia menaiki aku dan dengan satu hentakan keras, kontolnya yang besar sudah kembali menyesaki memekku. Dia langsung mengenjot kontolnya keluar masuk dengan cepat dan keras. Dalam beberapa enjotan saja tubuhnyapun mengejang. Pantat kuhentakkan ke atas dengan kuat sehingga kontolnya nancap semuanya ke dalam memekku dan akhirnya crot .. crot ..crot, pejunya muncrat dalam beberapa kali semburan kuat. Herannya, ngecretnya yang ketiga masih saja pejunya keluar banyak, memang luar biasa stamina pak Kacab. Dia menelungkup diatasku sambil memelukku erat2.
“Yang, nikmat sekali ngentot sama kamu, memek kamu kuat sekali cengkeramannya ke kontolku”, bisiknya di telingaku.
“Ya pak, Ines juga nikmat sekali, tentu saja cengkeraman memek Ines terasa kuat karena kontol bapak kan gede banget. Rasanya sesek deh memek Ines kalau bapak neken kontolnya masuk semua. Kalau ada kesempatan, Ines dientot lagi ya pak”, jawabku.
“Ya sayang”, lalu bibirku diciumnya dengan mesra.
Aku tertidur dengan penuh rasa nikmat. Besoknya aku terbangun ketika matahari sudah tinggi, kita bebersih, makan pagi dan segera meninggalkan hotel tersebut. DIa mencarterkan aku taksi untuk pulang. Aku sudah menelpon kantor untuk minta ijin tidak masuk kantor dengan alasan kurang sehat.
Bidadari Pemilik Apartemen (part 1)
Aku tiba di Jepang pertama kali pada awal Februari. Saat itu kota kecil tempat aku belajar tengah tertutup oleh timbunan salju. Sewaktu mencari apartemen yang kemudian kutinggali, aku hanya tahu bahwa ibu pemilik apartemennya masih muda dan sangat cantik. Waktu itu dia mengantarku menengok keadaan apartemen. Dia mengenakan celana jean dan jaket bulu yang longgar dengan mengenakan penutup kepala yang menyatu dengan jaket yang dia kenakan.
Sesudah menandatangani kontrak sewa, aku tidak pernah berjumpa lagi dengannya hingga akhir Maret. Walaupun dia tinggal di rumah besar yang hanya berada di samping kanan apartemen yang kusewa, namun kesibukanku di kampus membuatku selalu pulang malam. Juga kebiasaan orang yang hidup di negara empat musim, pada musim dingan rumah besar itu selalu menutup pintu dan jendelanya rapat-rapat. Pada akhir pekan, waktu kuhabiskan di dalam apartemen dengan menonton kaset video.
Pembayaran uang sewa apartemen kulakukan dengan transfer uang lewat bank ke rekening dia. Dari situlah aku jadi hafal namanya: Yumiko Kawamura.
Yumiko ternyata sangat mengundang hasrat lelaki. Aku baru menyadarinya pada akhir bulan April. Waktu itu hari Jumat, tanggal 30 April. Aku lupa pergi ke bank untuk membayar sewa apartemen. Sementara kalau menunggu hari Senin, hari sudah menunjukkan tanggal 3 Mei. Padahal sesuai perjanjian, uang sewa bulan berikutnya harus sudah dibayarkan selambat-lambatnya pada hari terakhir bulan sebelumnya. Maka pada malam itu aku membawa uang sewa apartemen ke rumahnya barangkali dia mau menerima uangnya secara langsung.
Dia sendiri yang membukakan pintu rumahnya saat itu. Aku mengemukakan alasanku, mengapa sampai aku menyalahi kontrak perjanjian, yakni tidak membayar lewat bank. Ternyata dia berkata, hal tersebut tidak menjadi masalah. Lewat bank atau langsung diantarkan, baginya tidak ada pengaruhnya. Hanya orang Jepang biasanya tidak mau repot-repot atau belum tentu punya waktu sehingga mereka membayar uang sewa melalui transfer otomatis antarrekening bank.
Waktu Yumiko menemuiku tersebut, aku terpesona dengan kecantikan dan kemolekan bentuk tubuhnya. Tinggi tubuhnya sekitar 167 cm. Rambutnya tergerai sebahu. Wajahnya putih mulus dengan bentuk mata, alis, hidung, dan bibir yang indah. Dari celada jean ketat dan sweater yang dia kenakan, aku dapat melihat jelas postur tubuhnya. Pinggangnya berlingkar sekitar 58 cm. Pinggulnya melebar indah, ukuran lingkarnya tidak kurang dari 98 cm. Payudaranya amat montok dan membusung indah, lingkarnya sekitar 96 cm. Kalau dibawa ke ukuran BH Indonesia pasti dia memakai BH dengan ukuran 38. Suatu ukuran payudara yang enak diciumi, disedot-sedot, dan diremas-remas. Dari samping kulihat payudaranya begitu menonjol dari balik sweater yang dikenakannya.
Melihat dia sewaktu membelakangiku, aku terbayang betapa nikmatnya bila tubuh kenyal indah tersebut digeluti dari arah belakang. Perlu diketahui, aku masih single. Walaupun aku gemar menonton video porno dan melakukan masturbasi, namun aku belum pernah melakukan hubungan sex dengan pacar-pacarku.
Sejak mengetahui bahwa sewa apartemen dapat dibayarkan secara langsung, aku memutuskan untuk tidak membayar lewat transfer bank lagi. Alasannya, aku dapat menghemat ongkos transfer. Di samping itu aku dapat menatap wajah cantik dan tubuh aduhai Yumiko.
Bulan Mei, udara di kotaku sudah tidak terlalu dingin lagi. Sudah berubah menjadi sejuk. Yumiko Kawamura pada hari Sabtu atau Minggu sering terlihat bekerja di halaman. Kadang dia memotong rumput, memangkas pepohonan kecil, atau merapihkan pot-pot tanamannya. Aku paling suka menatap tubuhnya bila dia membelakangi jendela apartemenku. Sungguh merupakan sosok yang enak digeluti. Apalagi bila dia sedang menunggingkan pinggulnya yang padat, hal itu membuatku teringat pada adegan perempuan Jepang yang sedang digenjot dalam posisi menungging pada video-video kaset permainan sex yang sering kupinjam dari persewaan.
Lama-lama aku tahu sedikit tentang keluarga dia. Umur Yumiko adalah 30 tahun. Anaknya dua, perempuan semua. Yang pertama berumur tujuh tahun, yang kedua lima tahun. Suaminya bekerja di kota lain, pulangnya pada akhir pekan. Sabtu dini hari dia tiba di rumah, dan berangkat lagi hari Minggu tengah malam.
Di hari penutup bulan Mei, hari Senin, aku berniat membayar sewa apartemen di petang hari. Karena itu aku pulang dari kampus lebih awal dari biasanya. Saat itu tiba di apartemen baru jam 17:00. Sesudah menyimpan tas punggung, aku pergi ke rumah Yumiko Kawamura. Kuketuk pintu, namun tidak ada jawaban dari dalam. Kupencet bel yang terpasang di kusen pintu. Kutunggu sekitar satu menit, namun tidak ada suara apapun dari dalam rumah. Agaknya sedang tidak ada orang di rumah. Mungkin Yumiko dan anak-anaknya sedang ke supermarket. Akhirnya aku kembali ke apartemen dan mandi. Sehabis mandi aku menonton TV, sampai akhirnya aku tertidur di depan TV.
Aku terbangun jam setengah delapan malam. Kutengok rumah Yumiko dari jendela apartemen. Lampu-lampu rumahnya sudah menyala. Berarti mereka sudah datang. Akupun membawa amplop berisi uang sewa apartemen. Kupencet tombol bel pintunya, seraya mengucap, “Gomen kudasai.”
Sejenak hening, namun kemudian terdengar sahutan, “Hai. Chotto matte kudasai.”
Terdengar suara langkah di dalam rumah menuju pintu. Kemudian pintu terbuka. Aku terpana. Di hadapanku berdiri Yumiko dengan hanya mengenakan baju kimono yang terbuat dari bahan handuk sepanjang hanya 15 cm di atas lutut. Paha dan betis yang tidak ditutupi kimono itu tampak amat mulus. Padat dan putih. Kulitnya kelihatan licin, dihiasi oleh rambut-rambut halus yang pendek. Pinggulnya yang besar melebar dengan aduhainya. Pinggangnya kelihatan ramping. Sementara kimono yang menutupi dada atasnya belum sempat dia ikat secara sempurna, menyebabkan belahan dada yang montok itu menyembul di belahan baju. Payudara yang membusung itu dibalut oleh kulit yang putih mulus. Lehernya jenjang. Beberapa helai rambut terjuntai di leher putih tersebut. Sementara bau harum sabun mandi terpancar dari tubuhnya. Agaknya dia sedang mandi, atau baru saja selesai mandi. Tanpa sengaja, sebagai laki-laki normal, kontholku berdiri melihat kesegaran tubuhnya.
“A… Bobby-san. Watashi no imoto to omotteta…,” sapanya membuyarkan keterpanaanku. Agaknya aku tadi dikiranya adik perempuannya. Pantas… dia berpakaian seadanya.
Untuk selanjutnya, percakapanku dengannya kutulis di sini langsung dalam bahasa Indonesia saja agar semua pembaca mengetahuinya, walaupun percakapan yang sebenarnya terjadi dalam bahasa Jepang.
“Kawamura-san, maaf… saya mau membayar sewa apartemen,” kataku.
“Hai, dozo… Silakan duduk di dalam, dan tunggu sebentar,” sahutnya.
Aku berjalan mengikutinya menuju ruang tamu. Kuperhatikan gerak tubuhnya dari belakang. Pinggul yang besar itu meliuk ke kiri-kanan mengimbangi langkah-langkah kakinya. Edan! Ingin rasanya kudekap tubuh itu dari belakang erat-erat. Ingin kutempelkan kontholku di liatnya gundukan pantatnya. Dan ingin rasanya kuremas-remas payudara montoknya habis-habisan.
Aku duduk di bantal duduk yang disediakan mengelilingi meja tamu. Sementara dia naik tangga menuju lantai dua. Langkah-langkah betis indah di anak-anak tangga itu tidak pernah lepas dari tatapan liar mataku. Empat menit kemudian dia turun dari lantai dua. Baju yang dikenakan sudah ganti. Sekarang dia mengenakan baju kimono tidur putih yang berbahan licin. Diterpa sorot lampu, kain tersebut mempertontonkan tonjolan buah dada sehingga tampak membusung dengan gagahnya. Dia tidak mengenakan bra di balik kimono tidurnya, sehingga kedua puting payudaranya tampak jelas sekali tercetak di bahan kimononya.
“Ingin minum apa? Kopi, teh, atau bir?” tanya Yumiko.
“Teh saja,” jawabku. Selama ini aku memang belum pernah minum bir. Bukan aku antialkohol atau menganggap bahwa bir itu haram, namun hanya alasan takut ketagihan minuman alkohol saja.
Yumiko kemudian membawa baki berisi poci teh hijau dan sebuah cangkir untukku. Untuk dia sendiri, diambilnya satu cangkir besar dan tiga botol bir dari kulkas. Kemudian aku pun menikmati teh khas Jepang tersebut, sementara dia menikmati bir.
“Kok sepi? Anak-anak apa sudah tidur?” tanyaku.
“Mereka sedang main ke rumah adik perempuan saya. Tadi perginya bersama-sama saya. Lalu saya pulang duluan karena harus ke supermarket dulu untuk membeli sayur dan buah. Mungkin sebentar lagi mereka akan tiba, diantar oleh adik perempuan.”
“Oh… pantas, tadi saya ke sini tidak ada orang. Sepi.”
“Bobby-san berasal dari mana? Tai? Malaysia? Filipina?”
“Saya dari Indonesia.”
“Indonesia…,” Yumiko tampak berpikir, “… dengan Pulau Bali?”
“A… itu. Bali adalah salah satu pulau dari Indonesia.”
“O ya? Sungguh pulau yang indah. Saya belum pernah ke sana, namun ingin dapat mengunjungi Bali. Saya mempunyai brosurnya.”
Yumiko beranjak dari duduknya dan mengambil suatu buku tipis tentang pulau Bali dari rak buku. Pada posisi membelakangiku, aku menatap liar ke tubuhnya. Mataku berusaha menelanjangi tubuhnya dari kain kimono mengkilat yang dia kenakan. Pinggangnya ramping. Pinggulnya besar dan indah. Kemudian betis dan pahanya yang putih mulis tampak licin mengkilap di bawah sorot lampu TL. Betapa harum dan sedapnya bila betis dan paha tersebut diciumi dan dijilati.
Yumiko kemudian membuka brosur tentang pulau Bali tersebut di atas meja tamu. Dia bertanya-tanya tentang gambar yang ada dalam brosur tersebut sambil kadang-kadang meneguk bir. Kini dari mulutnya yang indah tercium wanginya bau bir setiap kali dia mengeluarkan suara. Kupikir sungguh kuat dia meminum bir. Tiga gelas besar sudah hampir habis diteguknya. Perhatian dia ke foto-foto di brosur dan bir saja. Ngomongnya kadang agak kacau, mungkin karena pengaruh alkohol. Namun bagiku adalah kesempatan menatapnya dari dekat tanpa rasa risih. Dia tidak menyadari bahwa belahan kain kimono di dadanya mempertontonkan keindahan gumpalan payudara yang montok dan putih di kala dia agak merunduk. Edan, ranumnya! Kontholku pun menegang dan terasa hangat. Sebersit kenikmatan terasa di saraf-saraf kontholku.
Kring… kring… Tiba-tiba telpon berdering.
Yumiko bangkit dan berjalan menuju pesawat telpon. Pengaruh kebanyakan minum bir mulai terlihat pada dirinya. Jalannya agak sempoyongan.
“Sialan…,” makiku dalam hati karena dering telpon tersebut memutus keasyikanku melihat kemontokan payudaranya.
Yumiko terlibat pembicaraan sebentar di pesawat telpon. Kemudian kembali lagi ke bantal duduknya semula dengan jalan yang sempoyongan.
“Anak-anak tidak mau pulang,” Yumiko menjelaskan isi pembicaraan telponnya. “Malam ini mereka bermalam di rumah adik perempuan saya. Besok mereka diantarnya langsung ke sekolah mereka.”
Yumiko menuangkan bir ke gelasnya lagi. Sudah gelas yang keempat. Edan juga perempuan Jepang ini. Jalannya sudah sempoyongan namun masih terus menambah bir.
“Bobby-san sudah menikah?” tanyanya.
“Belum,” jawabku.
“Sudah ada pacar?”
“Sudah. Saat ini masih kuliah di Indonesia.”
“Syukurlah. Nikmati masa pacaran. Masa pacaran adalah masa yang indah. Bagaimana permainan cinta sang pacar?”
Kunilai kata-kata Yumiko semakin mengacau. Semakin berada di alam antara sadar dan tidak sadar.
“Permainan cinta?”
“Iya… permainan sex.”
“Saya belum pernah melakukan hubungan sex, termasuk dengan pacar saya. Kebanyakan perempuan di negara saya masih menjaga kegadisan sampai dengan menikah.”
Yumiko tertawa lirih mendengar kata-kataku. Suara tawanya amat menantang kejantananku. “Di Jepang gadis-gadis sudah melakukan hubungan sex dengan pacar mereka pada usia 17 atau 18 tahun. Kalau belum melakukan hal tersebut, mereka belum merasa menjadi orang dewasa. Mereka akan diejek kawan-kawannya masih sebagai anak ingusan.”
“O… begitu. Baru tahu saya…”
“Kalau begitu Bobby-san masih perjaka?”
“Saya tidak tahu masih disebut perjaka atau tidak. Saya belum pernah melakukan hubungan sex. Namun sejak usia 15 tahun saya suka melakukan masturbasi untuk mengatasi kebutuhan sex saya.”
Yumiko tertawa lagi. Tawa yang membangkitkan hasrat. Sialan. Aku diejek sebagai anak ingusan oleh pemilik bibir ranum sensual itu. Ingin rasanya kubuktikan kedewasaan dan kejantananku. Ingin rasanya kulumat habis-habisan bibir merekah itu. Ingin rasanya kusedot-sedot payudara aduhai itu dengan penuh kegemasan. Dan ingin rasanya kuremas-remas pantat kenyal Yumiko itu sampai dia menggial-gial keenakan. Agar dia kapok.
“Kenapa tidak cari pacar yang dapat diajak berhubungan sex sekarang-sekarang ini? Bobby-san ganteng, badan tinggi-tegap dan berpenampilan jantan. Kalau di sini cari pacar, pasti banyak perempuan Jepang yang mau. Sayang kalau energi pada usia muda tidak dinikmati.” Omongan Yumiko semakin ngelantur. Pasti karena kebanyakan minum bir. “Sebab kalau Bobby-san berumur tua sedikit, energi akan berkurang. Atau bahkan loyo seperti suami saya. Baru main empat atau lima menit sudah jebol pertahanannya. Dan langsung mendengkur, tidak memperdulikan saya yang baru setengah jalan… Dasar laki-laki payah.”
Nah, benar terkaanku. Dia mulai tidak sadar. Bicaranya tambah mengacau. Kebiasaan orang Jepang, kalau mulaihilang kesadarannya karena kebanyakan minum bir, apa yang dia pendam dalam hati akan dia keluarkan satu per satu.
Yumiko menenggak bir lagi. Habislah gelas yang keempat. Dan dia mengisinya kembali sampai penuh. Padahal matanya sudah merah dan kelihatan mengantuk. Namun dalam kondisi demikian kulihat keayuan aslinya. Mata mungil yang setengah tertutup kelopak mata itu tampak sangat bagus. Terus terang aku menyukai perempuan bermata sipit, contohnya perempuan Jepang, Cina, atau Korea. Bibir Yumiko yang sensual dan berwarna merah muda tanpa polesan lipstik itu mengeluarkan keluhan-keluhan tentang keloyoan suaminya dalam masalah sex. Namun biarlah dia mengoceh, bagiku yang terpenting adalah menatap bibir merekah itu tanpa rasa risih karena yakin si empunya dalam keadaan tidak tersadar. Wuih… enak sekali kalau bibir ranum tersebut dilumat-lumat.
“A… Bobby-san. Gomen… sampai lupa ke masalah utama. Sebentar, saya ambilkan kuitansi untuk pembayaran apartemen… “
Yumiko Kawamura menenggak bir lagi.
“Kawamura-san. Daijobu desu ka?” aku mengkhawatirkan kesadarannya karena dia sudah kebanyakan minum bir.
“Daijobu desu. Saya sudah terbiasa minum bir banyak-banyak. Semakin banyak minum bir dunia terasa semakin indah.”
Yumiko beranjak dari duduknya. Dia mencoba berdiri, namun sempoyongan terjatuh. Aku bersiap-siap menolongnya, namun dia berkata, “Mo ii desho. Daijobu…”
Yumiko berusaha berjalan menuju rak buku. Namun baru menapak dua langkah… Gedebrug! Dia terjatuh seperti yang kukhawatirkan. Untung tangannya masih sempat sedikit menjaga badannya sehingga dia tidak terbanting di lantai kayu. Walaupun lantai kayu tersebut ditutup karpet, namun akan cukup sakit juga bila badan sampai jatuh terbanting di atasnya. Namun tak ayal, betis kanan Yumiko masih membentur rak kayu.
“Ak… ittai…,” dia berteriak kesakitan.
Aku segera menolongnya. Punggung dan pinggulnya kuraih. Kubopong dia ke atas karpet bulu yang tebal. Kuletakkan kepalanya di atas bantal duduk. Dalam waktu seperti itu, tercium bau harum sabun mandi memancar dari tubuhnya. Kimono atasnya terbuka lebih lebar sehingga mataku yang berada hanyasekitar 10 cm dari payudaranya melihat dengan leluasa kemontokan gumpalan daging kenyal di dadanya. Alangkah merangsangnya. Nafsuku pun naik. Kontholku semakin tegang. Dan ketika aku menarik tangan dari pinggulnya, tanganku tanpa sengaja mengusap pahanya yang tersingkap. Paha itu hangat, licin, dan mulus.
“Ittai…,” sambil masih pada posisi tiduran tangannya berusaha meraih betisnya yang terbentur rak tadi. Namun pengaruh banyaknya bir yang sudah dia minum membuatnya tak mampu meliukkan badannya dalam menggapai betis. Kulihat bekas benturan tadi membuat sedikit memar di betis yang putih indah itu.
Aku pun berusaha membantunya. Kuraih betis tersebut seraya meminta permisi, “Sumimasen…” Kuraba dan kuurut bagian betis yang memar tersebut.
“Ak… ittai…,” Yumiko meringis kesakitan. Namun kemudian dia bilang, “So-so-so-so-so… Betul bagian situ yang sakit. Ah… enak… Ah… ah… terus… terus…”
Lama-lama suaranya hilang. Sambil terus memijit betis Yumiko, kupandang wajahnya. Matanya sekarang terpejam. Nafasnya jadi teratur, dengan bau harum bir terpancar dari udara pernafasannya. Dia sudah tertidur. Kantuk akibat kebanyakan minum alkohol sudah tidak mampu dia tahan lagi. Aku semakin melemahkan pijitanku, dan akhirnya kuhentikan sama sekali.
Aku pun bingung. Apa yang harus aku lakukan? Kuambil uang sewa apartemen dari saku kemeja dan kuletakkan di atas meja tamu di samping cangkir tehku. Terus bagaimana dengan kuitansi pembayarannya?
Kupandangi Yumiko yang tengah tertidur. Alangkah cantiknya wajah dia. Lehernya jenjang. Daging montok di dadanya bergerak naik-turun dengan teratur mengiringi nafas tidurnya, seolah menantang kejantananku. Dan dada tersebut tidak dilindungi bra sehingga putingnya menyembul dengan gagahnya dari balik kain kimononya. Pinggangnya ramping, dan pinggulnya yang besar melebar dengan indahnya. Kain kimono yang mengkilap tersebut tidak mampu menyembunyikan garis segitiga celana dalamnya yang kecil. Sungguh kontras, celana dalam minim membungkus pinggul yang maksimum. Celana dalam yang di antara dua pahanya terlihat membelah. Pasti di situ letak lobang memeknya.
Terbayang dengan apa yang ada di balik celana dalamnya, kontholku menjadi semakin tegang. Apalagi paha yang putih mulusnya dipertontonkan dengan jelas oleh kimono bagian bawah yang tersingkap. Dan paha tersebut tersambung dengan betis yang indah.
Edan! Melihat lekuk-liku tubuh aduhai yang tertidur itu nafsuku naik. Terbangunkah dia bila kutiduri? Beranikah aku? Teman-teman Jepangku yang tertidur karena kebanyakan minum bir biasanya akan pulas sampai sekitar satu atau dua jam. Apakah Yumiko juga begitu? Akankah dia terbangun bila tubuhnya kugeluti tanpa memasukkan konthol ke liang memeknya?
Hasratku semakin memuncak. Kuelus betis indah Yumiko. Kemudian sedikit kuremas itu untuk memastikan bahwa dia cukup pulas. Ternyata dia tidak terbangun. Keberanianku bertambah. Kusingkapkan bagian bawah kimononya sampai sebatas perut. Kini paha mulus itu terhampar di hadapanku. Paha yang menantang kejantananku. Di atas paha, beberapa helai bulu jembut keluar dari celana dalamnya yang minim. Sungguh kontras warnanya. Jembutnya berwarna hitam, sedang tubuhnya berwarna putih.
Kueluskan tanganku menuju pangkal pahanya sambil kuamati wajah Yumiko. Dia tidak terbangun. Kueluskan perlahan ibu jariku di bagian celana yang mempertontonkan belahan bibir memeknya. Tiba-tiba jari-jari tangannya bergerak seperti tersentak. Aku kaget. Segera kuhentikan aksiku karena khawatir bila Yumiko terbangun. Namun dia tetap tertidur dengan nafas yang teratur.
Keberanianku muncul kembali. Kini kuciumi paha mulus tersebut berganti-ganti, kiri dan kanan, sambil tanganku mengusap dan meremasnya perlahan-lahan. Kedua paha tersebut secara otomatis bergerak membuka agak lebar. Namun si empunya tetap tertidur. Bau harum yang terpancar dari pahanya membimbing hasrat kejantananku untuk meneruskan pendakian.
Dia sedang tertidur pulas! Dia sedang tidak tersadar! Dia sedang di bawah pengaruh alkohol! Kenapa aku harus takut?
Aku berjalan ke pintu dan menguncinya dari dalam, untuk berjaga-jaga kalau ada orang dari luar mau masuk. Kemudian aku melepas celana dalamku. Celana dalam kulipat dan kumasukkan ke dalam kantong celana pendek yang kupakai. Celana pendek yang kukenakan adalah longgar dan terbuat dari bahan yang tipis dan lemas, sehingga tanpa lindungan celana dalam kontolku dapat bergerak bebas di salah satu lobang kakinya yang memang lebar.
Kemudian kuhampiri Yumiko yang tertidur pulas. Kembali kuciumi dan kujilati paha dan betis mulus yang berbau harum tersebut. Setelah beberapa saat kukeluarkan konthol dari lobang kanan celana pendekku. Kontholku sudah begitu tegang. Kutempelkan kepala kontholku di paha mulus tersebut. Rasa hangat mengalir dari paha Yumiko ke kepala kontholku. Kemudian kugesek-gesekkan kepala konthol di sepanjang pahanya. Rasa geli, hangat, dan nikmat menyelimuti sel-sel kontholku. Kontholku terus kugesek-gesekkan di paha sambil agak kutekan. Semakin terasa nikmat. Konthol semakin tegang. Nafsu seks-ku semakin tinggi.
Aku semakin nekad. Kulepaskan ikatan baju kimono tidur Yumiko, dan kusingkapkan baju itu ke kiri dan kanan. Tergoleklah tubuh mulus Yumiko tanpa helaian kimono menghalanginya. Tubuh moleknya sungguh membangkitkan birahi. Payudara yang besar membusung, pinggang yang ramping, dan pinggul yang besar melebar dengan bagusnya. Payudaranya menggunung putih, putingnya berdiri tegak berwarna pink kecoklat-coklatan, dan dikelilingi oleh warna coklat kulit payudara di sekitarnya sampai dengan diameter sekitar dua setengah centimeter.
Perlahan-lahan kucium payudara montok Yumiko. Hidungku mengendus-endus kedua payudara yang berbau harum sambil sesekali mengecupkan bibir dan menjilatkan lidahku. Kemudian puting payudara kanannya kulahap ke dalam mulutku. Badannya sedikit tersentak ketika puting itu kugencet perlahan dengan menggunakan lidah dan gigi atasku. Aku pun terperanjat. Namun dia tetap tertidur. Kini kusedot-sedot puting payudaranya secara berirama. Mula-mula lemah, lama-lama agak kuperkuat sedotanku. Kuperbesar daerah lahapan bibirku. Kini puting dan payudara sekitarnya yang berwarna kecoklatan itu semua masuk ke dalam mulutku. Kembali kusedot daerah tersebut dari lemah-lembut menjadi agak kuat. Yang penting perlahan-lahan tanpa irama yang menyentak, agar dia tidak terbangun. Namun walaupun tetap tertidur, mimik wajah Yumiko tampak sedikit berubah, seolah menahan suatu kenikmatan.
Kedua payudara harum itu kuciumi dan kusedot-sedot secara berirama. Kontholku bertambah tegang. Sambil terus menggumuli payudara dengan bibir, lidah, dan wajahku, aku terus menggesek-gesekkan konthol di kulit pahanya yang halus dan licin. Rasa nikmat dan hanya merembes dari kontholku ke sel-sel otak di kepalaku. Dan mulut kecil di kepala kontholku ikut-ikutan mencari rasa geli dan nikmat lewat kecupan-kecupan kecilnya nya di permukaan mulus kulit paha Yumiko.
Kubenamkan wajahku di antara kedua belah gumpalan dada Yumiko. Kemudian perlahan-lahan bergerak ke arah bawah. Kugesek-gesekkan wajahku di lekukan tubuh yang merupakan batas antara gumpalan payudara dan kulit perutnya. Kiri dan kanan kuciumi dan kujilati secara bergantian. Keharuman yang terpancar dari badannya kuhirup dengan rakusnya, dengan habis-habisan, seolah tidak rela bila ada bagian kulit tubuh yang terlewatkan barang satu milimeter pun.
Kecupan-kecupan bibirku, jilatan-jilatan lidahku, dan endusan-endusan hidungku pun beralih ke perut dan pinggang Yumiko. Sementara gesekan-gesekan kepala kontholku kupindahkan ke betisnya. Bibir dan lidahku menyusuri perut sekeliling pusarnya yang putih mulus. Kemudian wajahku bergerak lebih ke bawah. Dengan nafsu yang menggelora kupeluk pinggulnya secara perlahan-lahan. Kecupanku pun berpindah ke celana dalam tipis yang membungkus pinggulnya tersebut. Kususuri pertemuan antara kulit perut dan celana dalam. Kemudian ke arah pangkal paha. Kujilat helaian-helaian rambut jembutnya yang keluar dari celana dalamnya. Lalu kuendus dan kujilat celana dalam pink itu di bagian yang tidak mampu menyembunyikan lekuk belahan bibir memeknya. Kuhirup kuat-kuat bau khas yang terpancar dari balik celana dalam yang membuat nafsuku semakin meronta-ronta.
Setelah cukup puas, aku mengakhiri kecupan dan jilatanku di celana dalam sekitar memeknya tersebut.
Aku bangkit. Dengan posisi berdiri di atas lutut kukangkangi tubuh mulus yang begitu menggairahkan tersebut. Kontholku yang tegang kemudian kutempelkan di kulit payudara Yumiko. Kepala konthol kugesek-gesekkan di kehalusan kulit payudara yang menggembung montok itu. Kembali rasa geli, hangat, dan nikmat mengalir di syaraf-syaraf kontholku. Sambil kukocok batangnya dengan tangan kananku, kepala konthol terus kugesekkan di gumpalan daging payudaranya, kiri dan kanan. Rasa nikmat semakin menjalar. Aku ingin berlama-lama merasakannya.
Setelah sekitar dua menit aku melakukan hal itu, nafsuku yang semakin tinggi mengalahkan rasa takut. Kulepas celana pendekku. Tampak kontholku yang besar dan panjang berdiri dengan gagahnya. Kuraih kedua belah gumpalan payudara mulus Yumiko yang montok itu. Aku berdiri di atas lutut dengan mengangkangi pinggang ramping Yumiko dengan posisi badan sedikit membungkuk. Batang kontholku kemudian kujepit dengan kedua gumpalan payudaranya. Kini rasa hangat payudara Yumiko terasa mengalir ke seluruh batang kontholku.
Perlahan-lahan kugerakkan maju-mundur kontholku di cekikan kedua payudara Yumiko. Kekenyalan daging payudara tersebut serasa memijit-mijit batang kontholku, memberi rasa nikmat yang luar biasa. Di kala maju, kepala kontholku terlihat mencapai pangkal lehernya yang jenjang. Di kala mundur, kepala kontholku tersembunyi di jepitan payudaranya. Lama-lama gerak maju-mundur kontholku bertambah cepat, dan kedua payudara montoknya kutekan semakin keras dengan telapak tanganku agar jepitan daging kenyal di batang kontholku semakin kuat. Aku pun merem melek menikmati enaknya jepitan payudara indah.
Bibir Yumiko pun mendesah-desah tertahan, “Ah… hhh… hhh… ah…” Mungkin walaupun tetap dalam keadaan tertidur pulas, dia merasa geli dan ngilu-ngilu enak di kedua gumpalan payudaranya yang kutekan-tekan dengan telapak tanganku dan kukocok dengan kontholku.
Bibir mungil di kepala kontholku pun mulai melelehkan sedikit cairan. Cairan tersebut membasahi belahan payudara Yumiko. Oleh gerakan maju-mundur kontholku di dadanya yang diimbangi dengan tekanan-tekanan dan remasan-remasan tanganku di kedua payudaranya, cairan itu menjadi teroles rata di sepanjang belahan dadanya yang menjepit batang kontholku. Cairan tersebut menjadi pelumas yang memperlancar maju-mundurnya kontholku di dalam jepitan payudaranya. Dengan adanya sedikit cairan dari kontholku tersebut aku merasakan keenakan dan kehangatan yang luar biasa pada gesekan-gesekan batang dan kepala kontholku dengan kulit payudara indahnya.
“Hih… hhh… edan… edan… Luar biasa enaknya…,” aku tak kuasa menahan rasa enak yang tak terperi.
Sementara nafas Yumiko dalam tidurnya menjadi tidak teratur. Desahan-desahan keluar dari bibirnya yang sensual, yang kadang diseling desahan lewat hidungnya, “Ngh… ngh… hhh… heh… eh… ngh…”
Desahan-desahan Yumiko baik yang lewat hidung maupun lewat bibir semakin menuntun nafsuku untuk menaiki suatu perjalanan pendakian yang indah. Gesekan-gesekan maju-mundurnya kontholku di jepitan gumpalan payudaranya semakin cepat. Kontholku semakin tegang dan keras. Kurasakan pembuluh darah yang melalui batang kontholku berdenyut-denyut, menambah rasa hangat dan nikmat yang luar biasa.
“Sugoi… edan… oh… hhh…,” erangan-erangan keenakan keluar tanpa kendali dari mulutku.
“Sugoi… sugoi… Enak sekali, Yumiko… Heh… rasa cewek Jepang luar biasa… Hhh… enaknya payudara Jepang… hhh… enaknya gesekan kulit mulus Jepang… ah… Enaknya… mulusnya… hangatnya… enak sekali payudara Jepang…”
Aku menggerakkan maju-mundur kontholku di jepitan payudara Yumiko dengan semakin cepatnya. Rasa enak yang luar biasa mengalir dari konthol ke syaraf-syaraf otakku. Kulihat wajah Yumiko Kawamura. Walupun tertidur, namun alis matanya yang bagus bergerak naik turun seiring dengan desah-desah perlahan bibir sensualnya akibat tekanan-tekanan, remasan-remasan, dan kocokan-kocokan di buah dadanya. Ada sekitar lima menit aku menikmati rasa keenakan luar biasa di jepitan payudaranya itu.
Payudara sebelah kanannya kulepas dari telapak tanganku. Tangan kananku lalu membimbing konthol dan menggesek-gesekkan kepala konthol dengan gerakan memutar di kulit payudaranya yang halus mulus. Sambil jari-jari tangan kiriku terus meremas payudara kiri Yumiko, kontholku kugerakkan memutar-mutar menuju ke bawah. Ke arah perut. Dan di sekitar pusarnya, kepala kontholku kugesekkan memutar di kulit perutnya yang putih mulus, sambil sesekali kusodokkan perlahan di lobang pusarnya. Rasa hangat, nikmat, dan bercampur geli menggelitiki kepala kontholku.
Keberanianku semakin tinggi. Sekarang kedua tanganku mencopot celana dalam minimnya. Pinggul yang melebar indah itu tidak berpenutup lagi. Kulit perut yang semula tertutup celana dalam tampak jelas sekali. Licin, putih, dan amat mulus. Di bawah perutnya, jembut yang hitam lebat menutupi daerah sekitar lobang kemaluannya. Kedua paha mulus Yumiko kemudian kurenggangkan lebih lebar. Kini hutan lebat di bawah perut tadi terkuak, mempertontonkan alat kemaluannya. Bibir memek Yumiko nampak berwarna coklat tua bersemu pink.
Aku pun mengambil posisi agar kontholku dapat mencapai alat kemaluan Yumiko dengan mudahnya. Dengan tangan kanan memegang batang konthol, kepalanya kugesek-gesekkan ke jembut Yumiko. Rasa geli menggelitik kepala kontholku. Kemudian kepala kontholku bergerak menyusuri jembut menuju ke memeknya. Kugesek-gesekkan kepala konthol ke sekeliling bibir memeknya. Terasa geli dan nikmat. Kemudian kepala konthol kugesekkan agak ke arah lobang. Dan menusuk sedikit ke dalam. Lama-lama dinding mulut lobang kemaluan itu menjadi basah. Kugetarkan perlahan-lahan kontholku sambil terus memasuki lobang memek. Kini seluruh kepala kontholku yang berhelm pink tebenam dalam jepitan mulut memek Yumiko. Jepitan mulut memek itu terasa hangat dan enak sekali. Sementara getaran perlahan dengan amplituda kecil tanganku pada batang konthol membuat kepala kontholku merasa geli dan nikmat dalam sentuhan-sentuhannya dengan dinding lobang memek.
Kembali dari mulut Yumiko keluar desisan kecil tanda nikmat tak terperi.
Kontholku semakin tegang. Sementara dinding mulut memek Yumiko terasa semakin basah. Perlahan-lahan kontholku kutusukkan lebih ke dalam. Kini tinggal separuh batang yang tersisa di luar. Tusukan kuhentikan untuk memastikan bahwa Yumiko tidak terbangun. Setelah yakin dia tidak terbangun, kembali secara perlahan kumasukkan kontholku ke dalam memek. Terbenam sudah seluruh batang kontholku di dalam memek Yumiko. Sekujur batang konthol sekarang dijepit oleh daging hangat yang basah di dalam memek Yumiko dengan sangat enaknya.
Sesaat aku diam. Kulihat ekspresi wajah Yumiko kembali mengendur. Artinya dia tidak terbangun. Kemudian secara perlahan-lahan kugerakkan keluar-masuk kontholku ke dalam memeknya. Sewaktu keluar, yang tersisa di dalam memek hanya kepala konthol saja. Sewaktu masuk seluruh konthol terbenam di dalam memek sampai batas pangkalnya. Rasa hangat dan enak yang luar biasa kini seolah memijiti seluruh bagian kontholku. Aku menyukai rasa nikmat ini. Aku terus memasuk-keluarkan kontholku ke lobang memeknya. Namun semua gerakanku kujaga tidak menghentak-hentak agar Yumiko tidak terbangun. Dalam keadaan tetap tertidur alis matanya terangkat naik setiap kali kontholku menusuk masuk memeknya secara perlahan. Bibir segarnya yang sensual sedikit terbuka, sedang giginya terkatup rapat. Dari mulut sexy itu keluar desis kenikmatan, “Sssh… sssh… hhh… hhh… ssh… sssh…”
Aku terus mempertahankan kenikmatan yang mengalir lewat batang kontholku dengan mengocok perlahan-lahan memek perempuan Jepang tersebut. Enam menit sudah hal itu berlangsung. Lama-lama aku membutuhkan kocokan yang agak menghentak-hentak agar dapat mengakhiri perjalanan pendakian tersebut. Namun bila kocokan itu kulakukan ke memek Yumiko bisa-bisa dia terbangun. Jadi kocokan yang menghentak-hentak pada konthol harus kulakukan di luar memeknya.
Aku kembali memasukkan seluruh kontholku ke dalam memeknya. Kembali kukocok secara perlahan memeknya. Kunikmati kehangatan daging dalam memeknya. Kurasakan enaknya jepitan otot-otot memek pada kontholku.
Kubiarkan kocokan perlahan tersebut sampai selama dua menit. Kembali kutarik kontholku dari memek Yumiko. Namun kini tidak seluruhnya, kepala konthol masih kubiarkan tertanam dalam mulut memeknya. Sementara batang konthol kukocok denganjari-jari tangan kananku dengan cepatnya. Walaupin sudah berhati-hati, namun kepala konthol itu menggelitiki dinding memek dengan amplituda kecil tetapi berfrekuensi tinggi akibat kocokan tanganku di batangnya. Hal tersebut menyebabkan rasa enak tak terperi. Geli, hangat, dan nikmat.
Rasa enak itu agaknya dirasakan pula oleh Yumiko. Terbukti walaupun dalam keadaan tidur, dia mendesah-desah akibat sentuhan-sentuhan getar kepala kontholku pada dinding mulut memeknya, “Sssh… sssh… zzz… ah… ah… hhh…”
Tiga menit kemudian kumasukkan lagi seluruh kontholku ke dalam memek Yumiko. Dan kukocok perlahan. Kunikmati kocokan perlahan pada memeknya kali ini lebih lama. Sampai kira-kira empat menit. Lama-lama aku tidak puas. Kupercepat gerakan keluar-masuk kontholku pada memeknya, namun tetap kujaga agar jangan menyentak-sentak. Kurasakan rasa enak sekali menjalar di sekujur kontholku. Aku sampai tak kuasa menahan ekspresi keenakanku. Sambil tertahan-tahan, aku mendesis-desis, “Subarashii… subarashii… sugoi… sugoi… edan… enaknya… Edan, hangatnya memek Jepang… Edan jepitan memeknya… Yumiko… memekmu luar biasa… Edan… nikmatnya…”
Gerakan keluar-masuk secara cepat itu berlangsung sampai sekitar empat menit. Kemudian rasa gatal-gatal enak mulai menjalar di sekujur kontholku. Berarti beberapa saat lagi aku akan mengalami orgasme. Ke mana harus kusemprotkan? Yang jelas jangan di dalam memeknya. Dapat diketahui Yumiko nantinya. Apalagi kalau Yumiko sampai hamil dan terlahir anak Indonesia.
Kucopot kontholku dari memek Yumiko. Segera aku berdiri dengan lutut mengangkangi tubuhnya agar kontholku mudah mencapai payudaranya. Kembali kuraih kedua belah payudara montok itu untuk menjepit kontholku yang berdiri dengan amat gagahnya. Agar kontholku dapat terjepit dengan enaknya, aku agak merundukkan badanku. Kemudian kontholku kukocokkan maju-mundur di dalam jepitan buah dada aduhai itu. Cairan dinding memek Yumiko yang membasahi kontholku kini merupakan pelumas yang pas dalam memberi keenakan luar biasa pada gesekan-gesekan kontholku dan kulit buah dada yang mulus itu.
“Edan… Yumiko. Edan… luar biasa… Enak sekali… Payudaramu kenyal sekali… Payudaramu indah sekali… Payadaramu montok sekali… Payudaramu mulus sekali… Oh… hangatnya… Sssh… nikmatnya… Tubuhmu luarrr biasa…”, aku merintih-rintih keenakan.
Sementara di dalam tidurnya Yumiko mendesis-desis keenakan, “Sssh… sssh… sssh…” Giginya tertutup rapat. Alis matanya bergerak ke atas ke bawah.
Aku mempercepat maju-mundurnya kontholku. Aku memperkuat tekananku pada payudaranya agar kontholku terjepit lebih kuat. Rasa enak menjalar lewat kontholku. Rasa hangat menyusup di seluruh kontholku. Karena basah oleh cairan memek, kepala kontholku tampak amat mengkilat di saat melongok dari jepitan buah dada Yumiko. Leher konthol yang berwarna coklat tua dan helm konthol yang berwarna pink itu menari-nari di jepitan payudaranya. Lama-lama rasa gatal yang menyusup ke segenap penjuru kontholku semakin menjadi-jadi.
Semakin kupercepat kocokan kontholku pada payudara Yumiko. Rasa gatal semakin hebat. Rasa hangat semakin luar biasa. Dan rasa enak semakin menuju puncaknya. Tiga menit sudah kocokan hebat kontholku di payudara montok itu berlangsung. Dan ketika rasa gatal dan enak di kontholku hampir mencapai puncaknya, aku menahan sekuat tenaga benteng pertahananku sambil mengocokkan konthol di kempitan payudara indah Yumiko dengan sangat cepatnya. Rasa gatal, hangat, dan enak yang luar biasa akhirnya mencapai puncaknya. Aku tak kuasa lagi membendung jebolnya tanggul pertahananku.
“Yumiko…!” pekikku dengan tidak tertahankan. Mataku membeliak-beliak.
Jebollah pertahananku. Rasa hangat dan nikmat yang luar biasa menyusup ke seluruh sel-sel kontholku saat menyemburkan cairan sperma.
Crot! Crot! Crot! Crot!
Spermaku menyemprot dengan derasnya. Sampai empat kali. Kuat sekali semprotannya, sampai menghantam rahang bagus Yumiko. Sperma tersebut berwarna putih dan kelihatan sangat kental. Dari rahang sperma yang banyak sekali itu mengalir turun ke arah leher Yumiko yang putih dan jenjang.
Sperma yang tersisa di dalam kontholku pun menyusul keluar dalam tiga semprotan. Cret! Cret! Cret! Kali ini semprotannya lemah. Semprotan awal hanya sampai pangkal batang leher mulus Yumiko, sedang yang terakhir hanya jatuh di atas belahan payudaranya.
Sejenak aku terdiam. Aku menikmati akhir-akhir kenikmatan pada penghujung pendakianku ini.
“Sugoi… luar biasa… Yumiko, nikmat sekali tubuhmu…,” aku bergumam lirih. Baru kali ini aku mengalami kenikmatan sex yang indah luar biasa. Diri bagai terlempar ke langit ketujuh. Jauh lebih indah daripada masturbasi dengan menghadapi gambar artis sexy yang bugil.
Setelah nafsuku menurun, kontholku pun mengecil. Kulepaskan payudara Yumiko dari raupan telapak tanganku. Kontholku sekarang tergeletak di atas belahan payudaranya. Suatu komposisi warna yang kontras pun terlihat, batang kontholku berwarna coklat dengan kepala konthol berhelm pink, sedang kulit payudara montok Yumiko adalah putih mulus. Masih tidak puas aku memandangi payudara indah yang terhampar di depan mataku tersebut. Kemudian mataku memandang ke arah pinggangnya yang ramping dan pinggulnya yang melebar indah. Terus tatapanku jatuh ke memeknya yang dikelilingi oleh bulu jembut hitam jang lebat. Kubayangkan betapa enaknya bila bermain sex dalam kesadaran penuh dengan Yumiko. Aku dapat menggeluti dan mendekap kuat tubuhnya yang benar-benar menantang kejantanan. Aku dapat mengocok memeknya dengan kontholku dengan irama yang menghentak-hentak kuat. Dan aku dapat menyemprotkan spermaku di dalam memeknya sambil merengkuh kuat-kuat tubuhnya di saat orgasmeku.
“Engh…” Tiba-tiba Yumiko menggeliatkan badannya.
Aku terkejut dan tersadar. Cepat-cepat aku meraih celana pendekku dan berlindung di belakang meja tamu. Sebentar menunggu reaksi, namun Yumiko tertidur kembali dengan nafas yang teratur. Aku segera mengelap konthol dengan tissue yang ada di atas meja, dan memakai celana pendek. Sementara kubiarkan celana dalamku tetap di dalam saku celana pendek agar aku kontholku segera tertutup kembali.
Kemudian beberapa lembar tissue kuambil untuk mengelap spermaku yang berleleran di rahang, leher, dan buah dada Yumiko. Ada yang tidak dapat dilap, yakni cairan spermaku yang sudah terlajur jatuh di rambut kepalanya.
“Ah, nggak apa-apalah. Masak dia tahu. Dia kan hilang kesadarannya. Mungkin juga dia baru terbangun besok pagi,” demikian pikirku.
Celana dalam pink kupakaikan kembali ke pinggul Yumiko. Dan… edan! Kontholku mulai berdiri lagi melihat kemolekan tubuh Yumiko. Namun aku tidak boleh melakukannya lagi. Salah-salah dia terbangun. Cukup sudah sekali aku menikmati tubuhnya di saat dia tertidur pulas oleh pengaruh alkohol sehingga berlangsung aman. Daripada aku menanggung resiko lagi.
Kurapihkan kembali baju kimono tidurnya. Tissue-tissue bekas pengelap konthol dan sperma di tubuh Yumiko kukumpulkan menjadi satu. Akan kusimpan sebagai kenang-kenangan bahwa aku sudah berhasil menggeluti tubuh perempuan Jepang yang molek walaupun dia dalam keadaan tertidur. Akhirnya aku memutuskan kembali ke apartemenku sendiri, meninggalkan Yumiko yang tertidur pulas di atas karpet di samping meja tamu. Sempat kulirik jam dinding di ruang tamu Yumiko, jarum jam menunjukkan pukul sembilan kurang seperempat. Kututup pintu rumah Yumiko sambil bergumam lirih, “Terimakasih atas servis kenikmatannya, Yumiko-san.”
Bidadari Pemilik Apartemen (part2)
Jam duduk di atas TV menunjukkan pukul 22:30 ketika pesawat telpon berdering. Aku bangun dari tidur-tiduran di depan TV. Gagang telpon pun kuangkat dari pesawatnya yang tergeletak di samping TV.
“Hai, Bobby desu keredomo…,” ucapku sambil menempelkan ujung gagang telpon ke telinga.
“A… Kawamura Yumiko desu ga…,” suara merdu perempuan menyahut di telpon.
Deg! Jantungku berdegup keras. Telpon tersebut ternyata dari Yumiko. Dia sudah tersadar dari tidurnya. Ada apa menelponku malam-malam begini? Tahukah dia dengan apa yang kuperbuat kepadanya dua jam yang lalu?
“A-ada apa?” tanyaku dengan suara agak bergetar.
“Gomenasai… tadi saya terlalu banyak minum. Jadi saya jatuh tertidur sebelum membuat kuitansi pembayaran apartemen. Uang sewa yang Bobby-san letakkan di atas meja sudah saya ambil, dan sekarang sudah saya buatkan kuitansinya. Harap datang ke sini sekarang untuk mengambilnya.”
Aku bernafas lega. Ternyata hanya urusan kuitansi. Suara Yumiko tetap lembut. Tidak bernada tinggi. Berarti dia tidak sedang marah. Berarti dia tidak tahu kalau tubuhnya kuesek-esek dua jam yang lalu.
Aku lalu menuruni tangga apartemen dan berjalan menuju pintu rumah Yumiko. Sebelum aku menekan bel pintu, dia sudah membuka pintu. Dia berdiri dengan menariknya, bagai bidadari yang turun dari kayangan. Rambutnya sudah tersisir rapih, dengan bagian belakang dijepitkan ke atas. Dengan gaya sisiran semacam itu, leher jenjangnya yang putih mulus seolah dipamerkan dengan jelasnya. Kimono yang dikenakan masih kimono yang tadi. Kimono yang terbuat dari bahan putih, lembut, dan mengkilat. Dadanya membusung dengan gagahnya, dan putingnya tergambar jelas di kain kimono yang menutup dadanya. Wow… ada perubahan. Bau parfum! Kini bau parfum yang harum dan segar terpancar dari tubuhnya. Bau harum yang berbeda dengan wangi sabun mandi yang tadi terpancar dari tubuhnya.
“Ayo, masuk. Saya ambilkan kuitansinya.” Bibir sensual Yumiko menyunggingkan senyum. Senyum manis yang amat menggoda nafsuku. Dan berbeda dengan tadi, bibir sensualnya itu sekarang sudah berlapis lipstik tipis berwarna pink. Sexy, ranum, dan segar sekali bibir tersebut. Seolah menantang bibirku untuk melumat bibir tersebut habis-habisan.
Aku melangkah masuk. “Sumimasen…,” kataku sambil menganggukkan kepala.
Pintu tertutup secara perlahan karena adanya pegas yang terpasang di dekat engselnya.
Aku kemudian berjalan di belakangnya menuju ruang tamu. Kuperhatikan goyang pantatnya yang sungguh aduhai. Gumpalan daging pantat itu tergambar jelas menggunduk di kimono tidurnya. Gundukan tersebut menggial ke kiri-kanan di saat melangkah, seolah menantang batang kejantananku untuk memijit-mijit kekenyalannya.
Yumiko mengambil buku kuitansi dari rak buku, kemudian menyobeknya selembar.
“Ini Bobby-san, kuitansinya,” kata Yumiko sambil memberikan lembaran itu padaku. Bibirnya menyunggingkan senyum. Matanya menatap diriku tajam. Namun menurut penilaianku, sunggingan bibir dan tatapan mata itu menantang diriku.
Aku mengulurkan tangan kanan untuk menerima kuitansi itu. Belum lagi kuitansi kupegang, Yumiko sudah melepaskan kertas kuitansi tersebut. Akibatnya kertas kuitansi melayang jatuh. Secara refleks tanganku bergerak ke bawah berusaha menyelamatkan kuitansi sebelum menyentuh lantai. Agaknya Yumiko pun melakukan gerak refleks yang sama denganku, bahkan dia bergerak sedikit lebih cepat. Tangan Yumiko berhasil menangkap kuitansi, sementara tanganku dengan tidak sengaja menangkap jari-jari tangan Yumiko.
Aku terpana dengan ketidaksengajaanku. Kehalusan jari-jari tangan Yumiko terasa benar di dalam genggaman tanganku. Sementara posisi tubuh Yumiko yang agak membungkuk membuat mataku dapat melihat belahan payudara montok yang amat mulus itu dengan jelas dari belahan baju kimononya. Edan… kontholku berdiri lagi.
Yumiko menatap tanganku yang tanpa sengaja menggenggam jari tangannya. Kemudian tatapan matanya beralih ke wajahku. Sinar matanya itu… sinar mata meminta. Sinar mata orang yang sedang kehausan. Sinar mata orang yang sedang penuh hasrat.
Tiba-tiba Yumiko merangkul pundakku. Buah dadanya menekan dadaku dengan hangatnya.
“Bobby-san. Buat apa kau berpura-pura,” kata Yumiko, “Aku tahu kau melakukan masturbasi di sini saat aku tertidur pulas tadi. Saat aku terbangun, rambutku ada yang basah oleh air mani. Dan itu pasti air manimu…”
Yumiko mempererat rangkulannya pada bahuku. Dia berdiri sedikit berjinjit. Bibir sensualnya yang berwarna pink merekah itu dengan ganasnya mendarat di bibirku dan melumat-lumat bibirku. Nafasku jadi terengah-engah tidak beraturan.
“Kawamura-san…,” kataku tersenggal di saat bibirku sedikit terbebas dari bibirnya.
“Bobby-san… jangan gunakan nama keluarga saat ini. Panggil saja namaku… Yumiko…,” pinta Yumiko.
“Bobby-san… cumbulah diriku… Sudah lama saya merindukan cumbuan hangat yang menggelora… Cumbuan laki-laki jantan yang penuh tenaga… Dan sejak pertamakali melihatmu, saya mendambakan cumbuan geloramu. Saya suka bermasturbasi dengan membayangkan tubuhmu yang tegap berisi… Bila suamiku sedang menggelutiku, kubayangkan bahwa yang menggelutiku itu adalah dirimu…”
Nafsuku terbakar. Ternyata hasratku untuk merasakan keaduhaian tubuhnya yang sudah cukup lama timbul dalam diriku tidak bertepuk sebelah tangan. Ternyata dia juga menyimpan hasrat untuk bercinta denganku.
“Yumiko…,” desahku penuh nafsu. Bibirku pun menggeluti bibirnya. Bibir sensual yang menantang itu kulumat-lumat dengan ganasnya. Tidak kusisakan satu milimeter pun bibir itu dari seranganku. Sementara Yumiko pun tidak mau kalah. Bibirnya pun menyerang bibirku dengan dahsyatnya, seakan tidak mau kedahuluan oleh lumatan bibirku.
Kedua tangankupun menyusup diantara lengan tangannya. Tubuh sexy dan kenyal itu sekarang berada dalam dekapanku. Aku mempererat dekapanku, sementara Yumiko pun mempererat pelukannya pada diriku. Kehangatan tubuhnya terasa merembes ke badanku, walau lembaran kain baju masih memerantarai kami. Payudaranya yang membusung terasa semakin menekan dadaku. Jari-jari tangan Yumiko mulai meremas-remas kulit punggungku dari sela-sela lobang leher T-shirt yang kupakai.
“Bobby-san… kita langsung lepas pakaian dulu saja…,” kata Yumiko sambil berusaha melepas T-shirtku. Aku mengangkat kedua tangan ke atas untuk memberi kesempatan dia mencopot T-shirt. Tercopot sudah kaos yang kupakai itu. Kini kedua tangan Yumiko dengan sigap melepaskan ikatan tali celana pendekku. Dan mencopotnya, sehingga aku kini tinggal memakai celana dalam saja.
Yumiko pun merangkul punggungku lagi. Aku kembali mendekap erat tubuh Yumiko sambil melumat kembali bibirnya. Sambil tangan kiri terus mendekap tubuh, tangan kananku bergerak ke samping pinggang Yumiko dan melepaskan ikatan baju kimono tidurnya. Begitu terbuka kusingkapkan bukaan kimono tadi. Kemudian kedua tanganku menyusup ke dalam kimono dan langsung mendekap erat punggungnya yang berkulit halus. Yumiko kemudian melepaskan rangkulannya ke tubuhku dan mengayunkan kedua tangannya satu per satu ke belakang agar kimononya terlepas dari tubuhnya. Dan terjatuhlah kimononya ke lantai. Kini dia seperti diriku, hanya mengenakan celana dalam saja.
Dalam keadaan hanya memakai celana dalam saja, kami kembali berpelukan erat dan saling melumat bibir. Sementara tangan kami saling meremas-remas kulit punggung. Kehangatan menyertai tubuh bagian depan kami yang saling menempel. Kini kurasakan payudaranya yang montok menekan nakal ke dadaku. Dan ketika saling sedikit bergeseran, putingnya seolah-olah menggelitiki dadaku. Kontholku terasa hangat dan mengeras di dalam celana dalam. Kontholku serasa protes, ingin ikut-ikutan menyerang tubuh mulus Yumiko.
Tangan kiriku pun turun ke arah perbatasan pinggang ramping dan pinggul besar Yumiko, kemudian menekannya kuat-kuat dari belakang ke arah perutku. Kini masih di dalam celana dalam, kontholku tergencet perut bawahku dan perut bawah Yumiko dengan enaknya. Sementara bibirku melepaskan diri dari bibir Yumiko, dan bergerak ke arah lehernya. Leher jenjang yang putih mulus dan berbau harum segar itu pun kuciumi, kuhisap-hisap dengan hidungku, dan kujilati dengan lidahku.
“Ah… geli… geli…,” desah Yumiko sambil menengadahkan kepala, agar seluruh leher sampai dagunya terbuka dengan luasnya.
Yumiko pun membusungkan dadanya dan melenturkan pinggangnya ke depan. Dengan posisi begitu, walaupun wajahku dalam keadaan menggeluti lehernya, tubuh kami dari dada hingga bawah perut tetap dapat menyatu dengan rapatnya. Tangan kananku lalu bergerak ke dadanya yang montok, dan meremas-remas payudara tersebut dengan perasaan gemas.
Setelah puas menggeluti lehernya, wajahku turun ke arah belahan dadanya. Aku berdiri dengan agak merunduk. Tangan kiriku pun menyusul tangan kanan, yakni bergerak memegangi payudara. Wajahku kemudian menggeluti belahan payudara Yumiko, sementara kedua tanganku meremas-remas kedua belah payudaranya sambil menekan-nekankannya ke arah wajahku. Segala kemulusan dan kehalusan belahan dada itu kukecupi dengan bibirku. Segala keharuman yang terpancar dari belahan payudara itu kuhirup kuat-kuat dengan hidungku, seolah tidak rela apabila ada keharuman yang tersisa sedikitpun. Kugesek-gesekkan memutar wajahku di belahan payudara itu. Kemudian bibirku bergerak ke atas bukit payudara sebelah kiri. Kuciumi bukit payudara yang membusung dengan gagahnya itu. Dan kumasukkan puting payudara di atasnya ke dalam mulutku. Kini aku menyedot-sedot puting payudara kiri Yumiko. Kumainkan puting di dalam mulutku itu dengan lidahku. Sedotan kadang kuperbesar ke puncak bukit payudara di sekitar puting yang berwarna coklat.
“Ah… ah… Bobby-san… geli… geli…,” mulut indah Yumiko mendesis-desis sambil menggeliatkan tubuh ke kiri-kanan, bagaikan desisan ular yang kelaparan mencari mangsa.
Aku memperkuat sedotanku. Sementara tanganku meremas kuat payudara montok yang kenyal Yumiko sebelah kanan. Kadang remasan kuperkuat dan kuperkecil menuju puncak bukitnya, dan kuakhiri dengan tekanan-tekanan kecil jari telunjuk dan ibu jariku pada puting di atas puncak bukit payudara kanan itu.
“Bobby-san… hhh… geli… geli… enak… enak… ngilu… ngilu…”
Aku semakin gemas. Payudara aduhai Yumiko itu kumainkan secara bergantian, antara sebelah kiri dan sebelah kanan. Bukit payudara kadang kusedot sebesar-besarnya dengan tenaga isap sekuat-kuatnya, kadang yang kusedot hanya putingnya dan kucepit dengan gigi atas dan lidah. Belahan lain kadang kuremas dengan daerah tangkap sebesar-besarnya dengan remasan sekuat-kuatnya, kadang hanya kupijit-pijit dan kupelintir-pelintir kecil puting yang mencuat gagah di puncaknya.
“Ah… Bobby-san… terus Bobby-san… terus… hzzz… ngilu… ngilu…” Yumiko mendesis-desis keenakan. Matanya kadang terbeliak-beliak. Geliatan tubuhnya ke kanan-kiri semakin sering frekuensinya.
Sampai akhirnya Yumiko tidak kuat melayani serangan-serangan awalku. Dia dengan gerakan cepat memelorotkan celana dalamku hingga turun ke paha. Aku memaklumi maksudnya, segera kurapatkan lututku sehingga celana dalam melorot jatuh ke karpet ruang tamu. Jari-jari tangan kanan Yumiko yang mulus dan lembut kemudian menangkap kontholku yang sudah berdiri dengan gagahnya. Sejenak dia memperlihatkan rasa terkejut.
“Sugoi… Bobby-san, sugoi… Batang kontholmu besar sekali… Konthol pacar-pacarku dulu dan juga konthol suamiku tidak ada yang sebesar ini. Sugoi… sugoi…,” ucapnya terkagum-kagum. Sambil membiarkan mulut, wajah, dan tanganku terus memainkan dan menggeluti kedua belah payudaranya, jari-jari lentik tangan kanannya meremas-remas perlahan kontholku secara berirama, seolah berusaha mencari kehangatan dan kenikmatan di liatnya menara kejantananku. Remasannya itu memberi rasa hangat dan nikmat pada batang kontholku.
“Bobby-san, kita main di dalam kamar saja…,” ajak Yumiko dengan sinar mata yang sudah dikuasai nafsu birahi. Tangan kirinya mendorong perlahan diriku untuk membebaskan payudaranya dari gelutan wajah dan tanganku. Dia lalu mengunci pintu dari dalam dan membiarkan kunci tetap tertanam di lobangnya agar orang dari luar tidak dapat membukanya. Setelah itu dia menarik tanganku.
Aku dan Yumiko pun berjalan menuju menuju kamar yang ada di sebelah ruang tamu. Kamar itu berukuran dua belas tatami. Sebagaimana kamar-kamar tidur tradisional Jepang, kamar itu kelihatan kosong, tanpa perabotan rak atau lemari. Namun di salah satu dindingnya, terdapat dua buah pintu geser dimana di dalamnya terdapat suatu ruang bersusun untuk menaruh futon. Futon adalah kasur tidur yang gampang digulung. Kebiasaan orang Jepang, bila mereka mau tidur mereka membuka futon, sedang bila selesai tidur maka futon tersebut mereka gulung kembali dan mereka simpan di ruang bersusun yang menyatu dengan dinding tersebut. Dengan cara inilah orang Jepang menghemat tempat karena di saat tidak tidur maka kamar tersebut dapat dipakai untuk acara lainnya.
Yumiko yang tinggal tertutup celana dalam itu berjalan di depanku. Dari belakang, bentuk tubuhnya sungguh terlihat aduhai. Rambut belakang yang diikatnya ke atas itu menyebabkan lehernya yang jenjang terlihat jelas bagian belakangnya. Beberapa helai rambut bagian bawahnya yang pendek terlepas dari ikatan tersebut dan terjatuh menghiasi lehernya yang jenjang. Kulit punggungnya kelihatan licin. Tubuh tersebut meramping di bagian pinggangnya. Di bawah pinggang, tampak pinggulnya yang melebar dengan indahnya. Celana dalam pink minimnya tidak mampu menyembunyikan keindahan gundukan daging pantatnya yang putih dan amat mulus. Gundukan daging pantat itu menggial ke kiri-kanan dengan amat merangsangnya bergerak mengimbangi setiap langkah kakinya. Kemudian bentuk paha dan betisnya amatlah bagus, berkulit putih mulus tanpa terlihat goresan sedikitpun.
Perempuan Jepang bertubuh aduhai itu membuka pintu geser dan mengambil satu futon lebar dari dalamnya. Lebar futon itu kira-kira satu tiga per empat lebar futon yang kupunyai. Agaknya futon tersebut adalah futon untuk tidur dua orang. Yumiko lalu membuka futon tersebut di atas lantai kamar yang berkarpet tebal berwarna biru tua. Dalam mengatur letaknya, dia merunduk menghadap ke arahku. Buah dadanya yang besar dan montok itupun tampak menggantung kenyal dengan indahnya di dadanya. Di bawah lampu neon, gundukan payudara itu tampak amat mulus dan putih mengkilat. Sementara ujungnya berwarna coklat tua, dengan putingnya yang menyembul gagah di tengah-tengahnya berwarna pink kecoklat-coklatan. Yumiko kemudian mengambil sprei dari ruang susun atas, lalu menutup kembali pintu geser tersebut. Ketika mengambil sprei, tubuh tampak kanannya kelihatan jelas dari tempatku berdiri. Dari samping kanannya, payudaranya kelihatan begitu membusung dengan bagusnya, di mana ujung serta putingnya kelihatan meruncing tajam dengan aduhainya. Sungguh payudara dan puting yang sangat enak dilahap dan disedot-sedot.
Selesai melapisi futon dengan sprei, Yumiko mematikan lampu neon dan berjalan membelakangiku dalam rangka menghidupkan lampu bercahaya kuning yang agak remang-remang. Masih pada posisi membelakangiku, dia lalu mencopot celana dalamnya. Wow… luar biasa! Kini tubuh yang membelakangiku itu telanjang bulat, tanpa suatu penutup kain selembarpun. Gumpalan daging di pantatnya yang tadi masih ditutupi celana dalam itu kini terlihat menggunduk dengan amat bagusnya. Di bawah sorot lampu kekuningan, kulit pantat yang putih itu menjadi terlihat kuning licin. Sungguh mulus sekali.
Aku tidak dapat berlama-lama memandang tubuh Yumiko yang sungguh aduhai itu. Segera kurengkuh tubuhnya dari belakang dengan gemasnya. Kukecup daerah antara telinga dan lehernya. Bau harum dan segar yang terpancar dari kulitnya kuhisap dalam-dalam. Kadang daun telinga sebelah bawahnya yang kebetulan sedang tidak memakai anting-anting kukulum dalam mulutku dan kumainkan dengan lidahku. Kadang ciumanku berpindah ke punggung lehernya yang jenjang. Kujilati pangkal helaian rambutnya yang terjatuh di kulit lehernya. Sementara tanganku mendekap dadanya dengan eratnya. Telapak dan jari-jari tanganku meremas-remas kedua belah payudaranya. Remasanku kadang sangat kuat, kadang melemah. Sementara di bagian bawah, kontholku kutekankan ke gundukan pantatnya yang amat mulus. Kontholku merasa hangat dan nikmat berada di himpitan pantat kenyal Yumiko dan kulit perut bawahku sendiri. Sambil telunjuk dan ibu jari tangan kananku menggencet dan memelintir perlahan puting payudara kirinya, sementara tangan kiriku meremas kuat bukit payudara kanannya dan bibirku menyedot kulit mulus pangkal lehernya yang bebau harum, kontholku kugesek-gesekkan dan kutekan-tekankan ke pantatnya. Yumiko pun menggelinjang ke kiri-kanan bagaikan ikan yang hampir kehabisan air.
“Ah… Bobby-san… ngilu… ngilu… terus Bobby-san… terus… ah… geli… geli…
terus… hhh… enak… enaknya… enak…,” Yumiko merintih-rintih sambil terus berusaha menggeliat ke kiri-kanan dengan berirama sejalan dengan permainan tanganku di buah dadanya. Akibatnya pinggulnya menggial ke kanan-kiri. Goyang gialan pinggul itu membuat kontholku yang sedang menggesek-gesek dan menekan-nekan pada kenyalnya bukit pantatnya merasa semakin keenakan. Batang kontholku serasa diremas-remas dan dipelintir-pelintir oleh pantat mulus Yumiko.
“Yumiko… enak sekali Yumiko… enak sekali pantatmu… sssh… luar biasa… enak sekali…,” aku pun mendesis-desis keenakan.
“Hi-hik… Bobby-san… kamu keenakan ya? Batang kontholmu terasa besar dan keras sekali memijat-mijat pantatku. Wow… kontholmu terasa hangat di kulit pantatku… Ah… sssh… Bobby-san… tanganmu nakal sekali di dadaku… ngilu, Bob… ngilu…,” rintih Yumiko.
“Benar, Yumiko… tanganku memang nakal… Tetapi penyebabnya karena payudaramu besar dan kenyal sekali. Payudaramu mulus sekali… Payudaramu licin sekali… Sssh… luar biasa indahnya…”
“Bobby-san… ngilu… suka sekali kau memainkan buah dadaku… Ah… geli ah, geli… Jangan mainkan hanya putingnya saja… geli… remas seluruhnya saja…” Yumiko semakin menggelinjang-gelinjang dalam dekapan eratku.
“Yumiko… sugoi… indah sekali payudaramu… Kenapa kau tidak jadi bintang film saja… Payudaramu lebih indah dari payudara Natsumi Kawahama… Payudaramu lebih bagus dari payudara Ai Iijima… Seharusnya kau jadi bintang film saja…”
“Auw! Bobby-san… remasanmu kuat sekali… Tanganmu nakal sekali… Sssh… sssh… ngilu… ngilu… Ak… kontholmu di pantatku juga nakal sekali… besar sekali… kuat sekali…”
“Habis… pinggulmu bagus sekali… pantatmu kenyal dan mulus sekali… licin sekali… Wow… pantatmu bergoyang ke kanan-kiri… Edan… edan… enak sekali…”
Aku semakin bersemangat menekan-tekankan kontholku di pantat Yumiko yang licin dan mulus sekali itu. Tekanannya menjadi berputar-putar akibat goyangan ke kiri-kanan pinggul Yumiko. Rasa hangat dan enak sekali mengalir semakin hebat di seluruh sel-sel kontholku. Seiring dengan rasa enak itu aku semakin meningkatkan permainan tanganku di payudara montok itu dan kecupan-kecupan bibirku di leher dan daun telinganya.
“Sssh… Bobby-san. Ngilu… ngilu… geli… geli… Nakal sekali tangan, mulut, dan konthol kamu. Auw…! Ngilu… ngilu…,” suara rintihan Yumiko mulai terdengar melayang. Seolah dia sudah berada di antara alam sadar dan alam tak sadar. “Sudah Bobby-san… aku sudah tidak tahan lagi… Aku inginkan permainan yang sebenarnya… “
Tanpa menunggu aba-aba kedua kalinya, tubuh telanjang Yumiko yang mulus itu langsung kubopong ke atas futon. Di dalam boponganku, Yumiko merangkulkan tangannya ke leherku sambil bibirnya mengecupi lengan tanganku. Untuk ukuran perempuan Jepang, tubuh Yumiko sebenarnya termasuk istimewa. Kebanyakan perempuan Jepang, tinggi badan mereka hanya sekitar 160 cm, sedang buah dada mereka relatif kecil. Kalau masalah pinggul, mereka memang rata-rata mempunyai bentuk yang melebar dengan bagusnya, yang cukup kontras dengan pinggang mereka yang ramping-ramping. Berbeda dengan Yumiko, dia mempunyai badan yang tergolong tinggi, yakni 167 cm. Payudaranya besar, padat, dan montok. Pinggangnya ramping, dan pinggulnya luar biasa. Kecuali melebar dengan bagusnya, gumpalan pantatnya pun membusung ke luar dengan amat indahnya. Walaupun kulitnya putih dan mulus, namun tubuhnya tidak lunak dan empuk. Seluruh bagian tubuh yang sudah kugeluti terasa padat dan kenyal. Makanya kalau dipandang dari kejauhan kulit tubuhnya mengesankan licin dan mulus sekali. Namun untuk membopong tubuh aduhai Yumiko yang berukuran serba istimewa itu bagiku tidak ada masalah. Enteng-enteng saja. Tinggi badanku sendiri 174 cm. Badanku padat dan tegap. Dadaku bidang. Orang-orang Jepang temanku dalam latihan aikido bilang tubuhku sangat atletis ditambah dengan otot-otot badan yang berisi.
Tubuh Yumiko kubaringkan di atas futon. Yumiko tidak mau melepaskan tangannya dari leherku. Bahkan, begitu tubuhnya menyentuh futon, tangannya menarik wajahku mendekat ke wajahnya. Tak ayal lagi, bibirnya yang pink merekah itu melumat bibirku dengan ganasnya. Aku pun tidak mau mengalah. Kulumat bibirnya dengan penuh nafsu yang menggelora, sementara tanganku mendekap tubuhnya dengan kuatnya. Kulit punggungnya yang teraih oleh telapak tanganku kuremas-remas dengan gemasnya.
Kemudian aku menindihi tubuh Yumiko. Kontholku terjepit di antara kemulusan pangkal pahanya dan perutku bagian bawah sendiri. Rasa hangat mengalir ke batang kontholku yang tegang dan keras. Bibirku kemudian melepaskan bibir sensual Yumiko. Kecupan bibirku pun turun. Kukecup dagu Yumiko yang bagus. Kukecup leher jenjang Yumiko yang memancarkan bau wangi dan segarnya parfum yang dia pakai. Kuciumi dan kugeluti leher indah itu dengan wajahku, sementara pantatku mulai bergerak aktif sehingga kontholku menekan dan menggesek-gesek paha Yumiko. Gesekan maju-mundur di kulit paha yang licin itu membuat batang kontholku bagai diperas dengan gerakan maju-mundur. Kepala kontholku merasa geli-geli enak oleh gesekan-gesekan paha Yumiko.
Puas menggeluti leher indah itu, wajahku pun turun ke buah dada montok Yumiko. Dengan gemas dan ganasnya aku membenamkan wajahku ke belahan dadanya, sementara kedua tanganku meraup kedua belah payudaranya dan menekannya ke arah wajahku. Keharuman payudaranya kuhirup sepuas-puasku. Belum puas dengan menyungsep ke belahan dadanya, wajahku kini menggesek-gesek memutar sehingga kedua gunung payudaranya tertekan-tekan oleh wajahku secara bergantian. Sungguh sedap sekali rasanya ketika hidungku menyentuh dan menghirup dalam-dalam daging payudara yang besar dan kenyal itu. Kemudian bibirku meraup puncak bukit payudara kiri Yumiko. Daerah payudara yang kecoklat-coklatan beserta putingnya yang pink kecoklat-coklatan itu pun masuk dalam mulutku. Kulahap ujung payudara dan putingnya itu dengan bernafsunya, tak ubahnya seperti bayi yang menetek susu setelah kelaparan selama seharian. Di dalam mulutku, puting itu kukulum-kulum dan kumainkan dengan lidahku.
“Bobby-san… geli… geli…,” kata Yumiko kegelian.
Aku tidak perduli. Aku terus mengulum-kulum puncak bukit payudara Yumiko. Putingnya terasa di lidahku menjadi keras. Kemudian aku kembali melahap puncak bukit payudara itu sebesar-besarnya. Apa yang masuk dalam mulutku kusedot sekuat-kuatnya. Sementara payudara sebelah kanannya kuremas sekuat-kuatnya dengan tanganku. Hal tersebut kulakukan secara bergantian antara payudara kiri dan payudara kanan Yumiko. Sementara kontholku semakin menekan dan menggesek-gesek dengan beriramanya di kulit pahanya. Yumiko semakin menggelinjang-gelinjang dengan hebatnya.
“Bobby-san… Bobby… ngilu… ngilu… hihhh… nakal sekali tangan dan mulutmu… Auw! Sssh… ngilu… ngilu…,” rintih Yumiko. Rintihannya itu justru semakin mengipasi api nafsuku. Api nafsuku semakin berkobar-kobar. Semakin ganas aku mengisap-isap dan meremas-remas payudara montoknya. Sementara kontholku berdenyut-denyut keenakan merasakan hangat dan licinnya paha Yumiko.
Akhirnya aku tidak sabar lagi. Kulepaskan payudara montok Yumiko dari gelutan mulut dan tanganku. Bibirku kini berpindah menciumi dagu dan lehernya, sementara tanganku membimbing kontholku untuk mencari liang memeknya. Kuputar-putarkan dulu kepala kontholku di kelebatan jembut disekitar bibir memek Yumiko. Bulu-bulu jembut itu bagaikan menggelitiki kepala kontholku. Kepala kontholku pun kegelian. Geli tetapi enak.
“Bobby-san… kamu sudah ingin masuk? Hi-hi-hik… dasar masih perjaka. Baru pertama kali menggeluti perempuan, jadi tidak sabar untuk merasakan memek perempuan. Hi-hi-hik… kau akan cepat terlempar ke langit ketujuh, Bob. Kau akan segera ejakulasi… Namun bukan masalah, nanti kita dapat melakukan babak kedua…”
Jari-jari tangan Yumiko yang lentik meraih batang kontholku yang sudah amat tegang. Pahanya yang mulus itu dia buka agak lebar.
“Sugoi… sugoi… kontholmu besar dan keras sekali, Bob…,” katanya sambil mengarahkan kepala kontholku ke lobang memeknya.
Sesaat kemudian kepala kontholku menyentuh bibir memeknya yang sudah basah. Kemudian dengan perlahan-lahan dan sambil kugetarkan, konthol kutekankan masuk ke liang memek. Kini seluruh kepala kontholku pun terbenam di dalam memek. Daging hangat berlendir kini terasa mengulum kepala kontholku dengan enaknya.
Aku menghentikan gerak masuk kontholku.
“Bobby-san… teruskan masuk, Bob… Sssh… enak… jangan berhenti sampai situ saja…,” Yumiko protes atas tindakanku. Namun aku tidak perduli. Kubiarkan kontholku hanya masuk ke lobang memeknya hanya sebatas kepalanya saja, namun kontholku kugetarkan dengan amplituda kecil. Sementara bibir dan hidungku dengan ganasnya menggeluti lehernya yang jenjang, lengan tangannya yang harum dan mulus, dan ketiaknya yang bersih dari bulu ketiak. Yumiko menggelinjang-gelinjang dengan tidak karuan.
“Sssh… sssh… enak… enak… geli… geli, Bob. Geli… Terus masuk, Bob…”
Bibirku mengulum kulit lengan tangannya dengan kuat-kuat. Sementara tenaga kukonsentrasikan pada pinggulku. Dan… satu… dua… tiga! Kontholku kutusukkan sedalam-dalamnya ke dalam memek Yumiko dengan sangat cepat dan kuatnya. Plak! Pangkal pahaku beradu dengan pangkal pahanya yang mulus yang sedang dalam posisi agak membuka dengan kerasnya. Sementara kulit batang kontholku bagaikan diplirid oleh bibir dan daging lobang memeknya yang sudah basah dengan kuatnya sampai menimbulkan bunyi: srrrt!
“Auwww!” pekik Yumiko.
Aku diam sesaat, membiarkan kontholku tertanam seluruhnya di dalam memek Yumiko tanpa bergerak sedikit pun.
“Sakit Bobby-san… Nakal sekali kamu… nakal sekali kamu…,” kata Yumiko sambil tangannya meremas punggungku dengan kerasnya.
Aku pun mulai menggerakkan kontholku keluar-masuk memek Yumiko. Aku tidak tahu, apakah kontholku yang berukuran panjang dan besar ataukah lubang memek Yumiko yang berukuran kecil. Yang saya tahu, seluruh bagian kontholku yang masuk memeknya serasa dipijit-pijit dinding lobang memeknya dengan agak kuatnya. Pijitan dinding memek itu memberi rasa hangat dan nikmat pada batang kontholku.
“Bagaimana Yumiko, sakit?” tanyaku
“Sssh… enak sekali… enak sekali… Barangmu besar dan panjang sekali… sampai-sampai menyumpal penuh seluruh penjuru lobang memekku…,” jawab Yumiko.
Aku terus memompa memek Yumiko dengan kontholku perlahan-lahan. Payudara kenyalnya yang menempel di dadaku ikut terpilin-pilin oleh dadaku akibat gerakan memompa tadi. Kedua putingnya yang sudah mengeras seakan-akan mengkilik-kilik dadaku yang bidang. Kehangatan payudaranya yang montok itu mulai terasa mengalir ke dadaku. Kontholku serasa diremas-remas dengan berirama oleh otot-otot memeknya sejalan dengan genjotanku tersebut. Terasa hangat dan enak sekali. Sementara setiap kali menusuk masuk kepala kontholku menyentuh suatu daging hangat di dalam memek Yumiko. Sentuhan tersebut serasa menggelitiki kepala konthol sehingga aku merasa sedikit kegelian. Geli-geli nikmat.
Kemudian aku mengambil kedua kakinya yang putih mulus dan mengangkatnya. Sambil menjaga agar kontholku tidak tercabut dari lobang memeknya, aku mengambil posisi agak jongkok. Betis kanan Yumiko kutumpangkan di atas bahuku, sementara betis kirinya kudekatkan ke wajahku. Sambil terus mengocok memeknya perlahan dengan kontholku, betis kirinya yang amat indah itu kuciumi dan kukecupi dengan gemasnya. Setelah puas dengan betis kiri, ganti betis kanannya yang kuciumi dan kugeluti, sementara betis kirinya kutumpangkan ke atas bahuku. Begitu hal tersebut kulakukan beberapa kali secara bergantian, sambil mempertahankan rasa nikmat di kontholku dengan mempertahankan gerakan maju-mundur perlahannya di memek Yumiko.
Setelah puas dengan cara tersebut, aku meletakkan kedua betisnya di bahuku, sementara kedua telapak tanganku meraup kedua belah payudaranya. Masih dengan kocokan konthol perlahan di memeknya, tanganku meremas-remas payudara montok Yumiko. Kedua gumpalan daging kenyal itu kuremas kuat-kuat secara berirama. Kadang kedua putingnya kugencet dan kupelintir-pelintir secara perlahan. Puting itu semakin mengeras, dan bukit payudara itu semakin terasa kenyal di telapak tanganku. Yumiko pun merintih-rintih keenakan. Matanya merem-melek, dan alisnya mengimbanginya dengan sedikit gerakan tarikan ke atas dan ke bawah.
“Ah… Bobby-san, geli… geli… Tobat… tobat… Ngilu Bob, ngilu… Sssh… sssh… terus Bob, terus…. Edan… edan… kontholmu membuat memekku merasa enak sekali… Nanti jangan disemprotkan di luar memek, Bob. Nyemprot di dalam saja… aku sedang tidak subur…”
Aku mulai mempercepat gerakan masuk-keluar kontholku di memek Yumiko.
“Ah-ah-ah… bener, Bob. Bener… yang cepat… Terus Bob, terus… “
Aku bagaikan diberi spirit oleh rintihan-rintihan Yumiko. Tenagaku menjadi berlipat ganda. Kutingkatkan kecepatan keluar-masuk kontholku di memek Yumiko. Terus dan terus. Seluruh bagian kontholku serasa diremas-remas dengan cepatnya oleh daging-daging hangat di dalam memek Yumiko. Mata Yumiko menjadi merem-melek dengan cepat dan dan indahnya. Begitu juga diriku, mataku pun merem-melek dan mendesis-desis karena merasa keenakan yang luar biasa.
“Sssh… sssh… Yumiko… enak sekali… enak sekali memekmu… enak sekali memekmu…”
“Ya Bob, aku juga merasa enak sekali… terusss… terus Bob, terusss…”
Aku meningkatkan lagi kecepatan keluar-masuk kantholku pada memeknya. Kontholku terasa bagai diremas-remas dengan tidak karu-karuan.
“Bob… Bob… sugoi Bob, sugoi… sssh… sssh… Terus… terus… Saya hampir keluar nih Bob…sedikit lagi… kita keluar sama-sama ya Booob…,” Yumiko jadi mengoceh tanpa kendali.
Aku mengayuh terus. Aku belum merasa mau keluar. Namun aku harus membuatnya keluar duluan. Biar perempuan Jepang yang molek satu ini tahu bahwa lelaki Indonesia itu perkasa. Biar dia mengakui kejantanan orang Indonesia yang bernama Bobby ini. Sementara kontholku merasakan daging-daging hangat di dalam memek Yumiko bagaikan berdenyut dengan hebatnya.
“Bobby-san… Bobby… Bobby…,” rintih Yumiko. Telapak tangannya memegang kedua lengan tanganku seolah mencari pegangan di batang pohon karena takut jatuh ke bawah.
Ibarat pembalap, aku mengayuh sepeda balapku dengan semakin cepatnya. Bedanya, dibandingkan dengan pembalap aku lebih beruntung. Di dalam “mengayuh sepeda” aku merasakan keenakan yang luar biasa di sekujur kontholku. Sepedaku pun mempunyai daya tarik tersendiri karena mengeluarkan rintihan-rintihan keenakan yang tiada terkira.
“Bob… ah-ah-ah-ah-ah… Kimochi Bob, kimochi… Ah-ah-ah-ah-ah… Mau keluar Bob… mau keluar… ah-ah-ah-ah-ah… sekarang ke-ke-ke…”
Tiba-tiba kurasakan kontholku dijepit oleh dinding memek Yumiko dengan sangat kuatnya. Di dalam memek, kontholku merasa disemprot oleh cairan yang keluar dari memek Yumiko dengan cukup derasnya. Dan telapak tangan Yumiko meremas lengan tanganku dengan sangat kuatnya. Mulut sensual Yumiko pun berteriak tanpa kendali:
“…keluarrr…!”
Mata Yumiko membeliak-beliak. Sekejap tubuh Yumiko kurasakan mengejang.
Aku pun menghentikan genjotanku. Kontholku yang tegang luar biasa kubiarkan diam tertanam dalam memek Yumiko. Kontholku merasa hangat luar biasa karena terkena semprotan cairan memek Yumiko. Kulihat mata Yumiko kemudian memejam beberapa saat dalam menikmati puncak orgasmenya.
Setelah sekitar satu menit berlangsung, remasan tangannya pada lenganku perlahan-lahan mengendur. Kelopak matanya pun membuka, memandangi wajahku. Sementara jepitan dinding memeknya pada kontholku berangsur-angsur melemah, walaupun kontholku masih tegang dan keras. Kedua kaki Yumiko lalu kuletakkan kembali di atas futon dengan posisi agak membuka. Aku kembali menindih tubuh telanjang Yumiko dengan mempertahankan agar kontholku yang tertanam di dalam memeknya tidak tercabut.
“Bobby-san… kamu luar biasa… kamu membawaku ke langit ke tujuh,” kata Yumiko dengan mimik wajah penuh kepuasan, “Sudah dua tahun terakhir ini suamiku tidak pernah membawa aku orgasme. Baru setengah jalan dia selalu sudah keluar. Dalam dua tahun belakangan ini aku mencapai kepuasan seks lewat onani sambil menonton blue film. Aku selalu membayangkan bahwa perempuan yang digenjot dalam film itu adalah diriku. Dan sejak kamu tinggal di sini, aku selalu membayangkan bahwa laki-laki yang menggenjot lawan mainnya di film tersebut adalah kamu.”
Aku senang mendengar pengakuan Yumiko itu. Berarti selama aku tidak bertepuk sebelah tangan. Aku selalu membayangkan kemolekan tubuh Yumiko dalam masturbasiku, sementara dia juga membayangkan kugeluti dalam onaninya.
“Bobby-san… kamu seperti yang kubayangkan. Kamu jantan… kamu perkasa… dan kamu berhasil membawaku ke puncak orgasme. Luar biasa nikmatnya…”
Aku bangga mendengar ucapan Yumiko. Dadaku serasa mengembang. Dan bagai anak kecil yang suka pujian, aku ingin menunjukkan bahwa aku lebih perkasa dari dugaannya. Perempuan Jepang harus kewalahan menghadapi laki-laki Indonesia. Perempuan Jepang harus mengakui kejantanan dan keperkasaan pria Indonesia. Kebetulan aku saat ini baru setengah perjalanan pendakianku di saat Yumiko sudah mencapai orgasmenya. Kontholku masih tegang di dalam memeknya. Kontholku masih besar dan keras, yang harus menyemprotkan pelurunya agar kepalaku tidak pusing.
Aku kembali mendekap tubuh mulus Yumiko, yang di bawah sinar lampu kuning kulit tubunya tampak kuning dan licin. Kontholku mulai bergerak keluar-masuk lagi di memek Yumiko, namun masih dengan gerakan perlahan. Dinding memek Yumiko secara berangsur-angsur terasa mulai meremas-remas kontholku. Terasa hangat dan enak. Namun sekarang gerakan kontholku lebih lancar dibandingkan dengan tadi. Pasti karena adanya cairan orgasme yang disemprotkan oleh memek Yumiko beberapa saat yang lalu.
“Ahhh… Bobby-san… kau langsung memulainya lagi… Sekarang giliranmu… semprotkan air manimu ke dinding-dinding memekku… Sssh…,” Yumiko mulai mendesis-desis lagi.
Bibirku mulai memagut bibir merekah Yumiko yang amat sensual itu dan melumat-lumatnya dengan gemasnya. Sementara tangan kiriku ikut menyangga berat badanku, tangan kananku meremas-remas payudara montok Yumiko serta memijit-mijit putingnya, sesuai dengan irama gerak maju-mundur kontholku di memeknya.
“Sssh… sssh… sssh… enak Bob, enak… Terus… teruss… terusss…,” desis bibir Yumiko di saat berhasil melepaskannya dari serbuan bibirku. Desisan itu bagaikan mengipasi gelora api birahiku.
Sambil kembali melumat bibir Yumiko dengan kuatnya, aku mempercepat genjotan kontholku di memeknya. Pengaruh adanya cairan di dalam memek Yumiko, keluar-masuknya konthol pun diiringi oleh suara, “srrt-srret srrrt-srrret srrt-srret…” Mulut Yumiko di saat terbebas dari lumatan bibirku tidak henti-hentinya mengeluarkan rintih kenikmatan,
“Bob… ah… Bob… ah… Bob… hhh… Bob… ahh…”
Kontholku semakin tegang. Kulepaskan tangan kananku dari payudaranya. Kedua tanganku kini dari ketiak Yumiko menyusup ke bawah dan memeluk punggung mulusnya. Tangan Yumiko pun memeluk punggungku dan mengusap-usapnya. Aku pun memulai serangan dahsyatku. Keluar-masuknya kontholku ke dalam memek Yumiko sekarang berlangsung dengan cepat dan bertenaga. Setiap kali masuk, konthol kuhunjamkan keras-keras agar menusuk memek Yumiko sedalam-dalamnya. Dalam perjalanannya, batang kontholku bagai diremas dan dihentakkan kuat-kuat oleh dinding memek Yumiko. Sampai di langkah terdalam, mata Yumiko membeliak sambil bibirnya mengeluarkan seruan tertahan, “Ak!” Sementara daging pangkal pahaku bagaikan menampar daging pangkal pahanya sampai berbunyi: plak! Di saat bergerak keluar memek, konthol kujaga agar kepalanya yang mengenakan helm tetap tertanam di lobang memek. Remasan dinding memek pada batang kontholku pada gerak keluar ini sedikit lebih lemah dibanding dengan gerak masuknya. Bibir memek yang mengulum batang kontholku pun sedikit ikut tertarik keluar, seolah tidak rela bila sampai ditinggal keluar oleh batang kontholku. Pada gerak keluar ini Bibir Yumiko mendesah, “Hhh…”
Aku terus menggenjot memek Yumiko dengan gerakan cepat dan menghentak-hentak. Remasan yang luar biasa kuat, hangat, dan enak sekali bekerja di kontholku. Tangan Yumiko meremas punggungku kuat-kuat di saat kontholku kuhunjam masuk sejauh-jauhnya ke lobang memeknya. Beradunya daging pangkal paha menimbulkan suara: Plak! Plak! Plak! Plak! Pergeseran antara kontholku dan memek Yumiko menimbulkan bunyi srottt-srrrt… srottt-srrrt… srottt-srrrt… Kedua nada tersebut diperdahsyat oleh pekikan-pekikan kecil yang merdu yang keluar dari bibir Yumiko:
“Ak! Hhh… Ak! Hhh… Ak! Hhh…”
Kontholku terasa empot-empotan luar biasa. Rasa hangat, geli, dan enak yang tiada tara membuatku tidak kuasa menahan pekikan-pekikan kecil:
“Yumiko… Yumiko… sugoi… sugoi… Enak sekali Yumiko… Memekmu enak sekali… Memekmu hangat sekali… sugoi… jepitan memekmu enak sekali…”
“Bob… Bob… terus Bob…,” rintih Yumiko, “enak Bob… enaaak… Ak! Ak! Ak! Hhh… Ak! Hhh… Ak! Hhh…”
Tiba-tiba rasa gatal menyelimuti segenap penjuru kontholku. Gatal yang enak sekali. Aku pun mengocokkan kontholku ke memeknya dengan semakin cepat dan kerasnya. Setiap masuk ke dalam, kontholku berusaha menusuk lebih dalam lagi dan lebih cepat lagi dibandingkan langkah masuk sebelumnya. Rasa gatal dan rasa enak yang luar biasa di konthol pun semakin menghebat.
“Yumiko… aku… aku…” Karena menahan rasa nikmat dan gatal yang luar biasa aku tidak mampu menyelesaikan ucapanku yang memang sudah terbata-bata itu.
“Bob… Bob… Bob! Ak-ak-ak… Aku mau keluar lagi… Ak-ak-ak… aku ke-ke-ke…”
Tiba-tiba kontholku mengejang dan berdenyut dengan amat dahsyatnya. Aku tidak mampu lagi menahan rasa gatal yang sudah mencapai puncaknya. Namun pada saat itu juga tiba-tiba dinding memek Yumiko mencekik kuat sekali. Dengan cekikan yang kuat dan enak sekali itu, aku tidak mampu lagi menahan jebolnya bendungan dalam alat kelaminku.
Pruttt! Pruttt! Pruttt! Kepala kontholku terasa disemprot cairan memek Yumiko, bersamaan dengan pekikan Yumiko, “…keluarrrr…!” Tubuh Yumiko mengejang dengan mata membeliak-beliak.
“Yumiko…!” aku melenguh keras-keras sambil merengkuh tubuh Yumiko sekuat-kuatnya, seolah aku sedang berusaha meremukkan tulang-tulang punggungnya dalam kegemasan. Wajahku kubenamkan kuat-kuat di lehernya yang jenjang. Cairan spermaku pun tak terbendung lagi. Crottt! Crottt! Crottt! Spermaku bersemburan dengan derasnya, menyemprot dinding memek Yumiko yang terdalam. Kontholku yang terbenam semua di dalam kehangatan memek Yumiko terasa berdenyut-denyut.
Beberapa saat lamanya aku dan Yumiko terdiam dalam keadaan berpelukan erat sekali, sampai-sampai dari alat kemaluan, perut, hingga ke payudaranya seolah terpateri erat dengan tubuh depanku. Aku menghabiskan sisa-sisa sperma dalam kontholku. Cret! Cret! Cret! Kontholku menyemprotkan lagi air mani yang masih tersisa ke dalam memek Yumiko. Kali ini semprotannya lebih lemah.
Perlahan-lahan baik tubuh Yumiko maupun tubuhku tidak mengejang lagi. Aku kemudian menciumi leher mulus Yumiko dengan lembutnya, sementara tangan Yumiko mengusap-usap punggungku dan mengelus-elus rambut kepalaku. Aku merasa puas sekali berhasil bermain sex dengan Yumiko. Pertama kali aku bermain seks, bidadari lawan mainku adalah perempuan jepang yang bertubuh tinggi dan kenyal, berkulit putih mulus, berpayudara besar dan padat, berpinggang ramping, dan berpinggul besar serta aduhai. Tidak rugi air maniku diperas habis-habisan pada pengalaman pertama ini oleh orang semolek Yumiko.
“Bobby-san… Terima kasih Bob. Puas sekali saya. Indah sekali… sungguh… kimochi yokatta,” kata Yumiko lirih. “Malam ini tidur di sini saja ya, Bob?”
Aku tidak memberi kata jawaban. Sebagai jawaban, bibirnya yang indah itu kukecup mesra. Yumiko kemudian mengambil dua buah bantal tipis serta sebuah selimut besar dari dalam rak futon. Aku dan dia tidur bersama tanpa mengenakan selembar pakaian pun di bawah satu selimut. Dia meletakkan kepalanya di atas dadaku yang bidang, sedang tangannya melingkar ke badanku. Bau harum bir yang dia minum masih terpancar dari udara pernafasannya
Bercinta dengan mantan murid
Namaku Asmiati, tinggi 160 sentimeter, berat 56 kilogram, lingkar pinggang 65 sentimeter. Secara keseluruhan, sosokku kencang, garis tubuhku tampak bila mengenakan pakaian yang ketat terutama pakaian senam. Aku adalah Ibu dari dua anak berusia 44 tahun dan bekerja sebagai seorang guru disebuah SLTA di kota S.
Kata orang tahi lalat di daguku seperti Berliana Febriyanti, dan bentuk tubuhku mirip Minati Atmanegara yang tetap kencang di usia yang semakin menua. Mungkin mereka ada benarnya, tetapi aku memiliki payudara yang lebih besar sehingga terlihat lebih menggairahkan dibanding artis yang kedua. Semua karunia itu kudapat dengan olahraga yang teratur.
Kira-kira 6 tahun yang lalu saat usiaku masih 38 tahun salah seorang sehabatku menitipkan anaknya yang ingin kuliah di tempatku, karena ia teman baikku dan suamiku tidak keberatan akhirnya aku menyetujuinya. Nama pemuda itu Sandi, kulitnya kuning langsat dengan tinggi 173 cm. Badannya kurus kekar karena Sandi seorang atlit karate di tempatnya. Oh ya, Sandi ini pernah menjadi muridku saat aku masih menjadi guru SD.
Sandi sangat sopan dan tahu diri. Dia banyak membantu pekerjaan rumah dan sering menemani atau mengantar kedua anakku jika ingin bepergian. Dalam waktu sebulan saja dia sudah menyatu dengan keluargaku, bahkan suamiku sering mengajaknya main tenis bersama. Aku juga menjadi terbiasa dengan kehadirannya, awalnya aku sangat menjaga penampilanku bila di depannya. Aku tidak malu lagi mengenakan baju kaos ketat yang bagian dadanya agak rendah, lagi pula Sandi memperlihatkan sikap yang wajar jika aku mengenakan pakaian yang agak menonjolkan keindahan garis tubuhku.
Sekitar 3 bulan setelah kedatangannya, suamiku mendapat tugas sekolah S-2 keluar negeri selama 2, 5 tahun. Aku sangat berat melepasnya, karena aku bingung bagaimana menyalurkan kebutuhan sex-ku yang masih menggebu-gebu. Walau usiaku sudah tidak muda lagi, tapi aku rutin melakukannya dengan suamiku, paling tidak seminggu 5 kali. Mungkin itu karena olahraga yang selalu aku jalankan, sehingga hasrat tubuhku masih seperti anak muda. Dan kini dengan kepergiannya otomatis aku harus menahan diri.
Awalnya biasa saja, tapi setelah 2 bulan kesepian yang amat sangat menyerangku. Itu membuat aku menjadi uring-uringan dan menjadi malas-malasan. Seperti minggu pagi itu, walau jam telah menunjukkan angka 9. Karena kemarin kedua anakku minta diantar bermalam di rumah nenek mereka, sehingga hari ini aku ingin tidur sepuas-puasnya. Setelah makan, aku lalu tidur-tiduran di sofa di depan TV. Tak lama terdengar suara pintu dIbuka dari kamar Sandi.
Kudengar suara langkahnya mendekatiku.
“Bu Asmi..?” Suaranya berbisik, aku diam saja. Kupejamkan mataku makin erat. Setelah beberapa saat lengang, tiba-tiba aku tercekat ketika merasakan sesuatu di pahaku. Kuintip melalui sudut mataku, ternyata Sandi sudah berdiri di samping ranjangku, dan matanya sedang tertuju menatap tubuhku, tangannya memegang bagian bawah gaunku, aku lupa kalau aku sedang mengenakan baju tidur yang tipis, apa lagi tidur telentang pula. Hatiku menjadi berdebar-debar tak karuan, aku terus berpura-pura tertidur.
“Bu Asmi..?” Suara Sandi terdengar keras, kukira dia ingin memastikan apakah tidurku benar-benar nyeyak atau tidak.
Aku memutuskan untuk pura-pura tidur. Kurasakan gaun tidurku tersingkap semua sampai keleher.
Lalu kurasakan Sandi mengelus bibirku, jantungku seperti melompat, aku mencoba tetap tenang agar pemuda itu tidak curiga. Kurasakan lagi tangan itu mengelus-elus ketiakku, karena tanganku masuk ke dalam bantal otomatis ketiakku terlihat. Kuintip lagi, wajah pemuda itu dekat sekali dengan wajahku, tapi aku yakin ia belum tahu kalau aku pura-pura tertidur kuatur napas selembut mungkin.
Lalu kurasakan tangannya menelusuri leherku, bulu kudukku meremang geli, aku mencoba bertahan, aku ingin tahu apa yang ingin dilakukannya terhadap tubuhku. Tak lama kemuadian aku merasakan tangannya meraba buah dadaku yang masih tertutup BH berwarna hitam, mula-mula ia cuma mengelus-elus, aku tetap diam sambil menikmati elusannya, lalu aku merasakan buah dadaku mulai diremas-remas, aku merasakan seperti ada sesuatu yang sedang bergejolak di dalam tubuhku, aku sudah lama merindukan sentuhan laki-laki dan kekasaran seorang pria. Aku memutuskan tetap diam sampai saatnya tiba.
Sekarang tangan Sandi sedang berusaha membuka kancing BH-ku dari depan, tak lama kemudian kurasakan tangan dingin pemuda itu meremas dan memilin puting susuku. Aku ingin merintih nikmat tapi nanti amalah membuatnya takut, jadi kurasakan remasannya dalam diam. Kurasakan tangannya gemetar saat memencet puting susuku, kulirik pelan, kulihat Sandi mendekatkan wajahnya ke arah buah dadaku. Lalu ia menjilat-jilat puting susuku, tubuhku ingin menggeliat merasakan kenikmatan isapannya, aku terus bertahan. Kulirik puting susuku yang berwarna merah tua sudah mengkilat oleh air liurnya, mulutnya terus menyedot puting susuku disertai gigitan-gigitan kecil. Perasaanku campur aduk tidak karuan, nikmat sekali.
Tangan kanan Sandi mulai menelusuri selangkanganku, lalu kurasakan jarinya meraba vaginaku yang masih tertutup CD, aku tak tahu apakah vaginaku sudah basah apa belum. Yang jelas jari-jari Sandi menekan-nekan lubang vaginaku dari luar CD, lalu kurasakan tangannya menyusup masuk ke dalam CD-ku. Jantungku berdetak keras sekali, kurasakan kenikmatan menjalari tubuhku. Jari-jari Sandi mencoba memasuki lubang vaginaku, lalu kurasakan jarinya amblas masuk ke dalam, wah nikmat sekali. Aku harus mengakhiri Sandiwaraku, aku sudah tak tahan lagi, kubuka mataku sambil menyentakkan tubuhku.
“Sandi!! Ngapain kamu?”
Aku berusaha bangun duduk, tapi tangan Sandi menekan pundakku dengan keras. Tiba-tiba Sandi mecium mulutku secepat kilat, aku berusaha memberontak dengan mengerahkan seluruh tenagaku. Tapi Sandi makin keras menekan pundakku, malah sekarang pemuda itu menindih tubuhku, aku kesulitan bernapas ditindih tubuhnya yang besar dan kekar berotot. Kurasakan mulutnya kembali melumat mulutku, lidahnya masuk ke dalam mulutku, tapi aku pura-pura menolak.
“Bu.., maafkan saya. Sudah lama saya ingin merasakan ini, maafkan saya Bu… ” Sandi melepaskan ciumannya lalu memandangku dengan pandangan meminta.
“Kamu kan bisa denagan teman-teman kamu yang masih muda. Ibukan sudah tua,” Ujarku lembut.
“Tapi saya sudah tergila-gila dengan Bu Asmi.. Saat SD saya sering mengintip BH yang Ibu gunakan… Saya akan memuaskan Ibu sepuas-puasnya,” jawab Sandi.
“Ah kamu… Ya sudah terserah kamu sajalah”
Aku pura-pura menghela napas panjang, padahal tubuhku sudah tidak tahan ingin dijamah olehnya.
Lalu Sandi melumat bibirku dan pelan-pelan aku meladeni permainan lidahnya. Kedua tangannya meremas-remas pantatku. Untuk membuatnya semakin membara, aku minta izin ke WC yang ada di dalam kamar tidurku. Di dalam kamar mandi, kubuka semua pakaian yang ada di tubuhku, kupandangi badanku di cermin. Benarkah pemuda seperti Sandi terangsang melihat tubuhku ini? Perduli amat yang penting aku ingin merasakan bagaimana sich bercinta dengan remaja yang masih panas.
Keluar dari kamar mandi, Sandi persis masuk kamar. Matanya terbeliak melihat tubuh sintalku yang tidak berpenutup sehelai benangpun.
“Body Ibu bagus banget.. “ dia memuji sembari mengecup putting susuku yang sudah mengeras sedari tadi. Tubuhku disandarkannya di tembok depan kamar mandi. Lalu diciuminya sekujur tubuhku, mulai dari pipi, kedua telinga, leher, hingga ke dadaku. Sepasang payudara montokku habis diremas-remas dan diciumi. Putingku setengah digigit-gigit, digelitik-gelitik dengan ujung lidah, juga dikenyot-kenyot dengan sangat bernafsu.
“Ibu hebat…,” desisnya.
“Apanya yang hebat..?” Tanyaku sambil mangacak-acak rambut Sandi yang panjang seleher.
“Badan Ibu enggak banyak berubah dibandingkan saya SD dulu” Katanya sambil terus melumat puting susuku. Nikmat sekali.
“Itu karena Ibu teratur olahraga” jawabku sembari meremas tonjolan kemaluannya. Dengan bergegas kuloloskan celana hingga celana dalamnya. Mengerti kemauanku, dia lalu duduk di pinggir ranjang dengan kedua kaki mengangkang. DIbukanya sendiri baju kaosnya, sementara aku berlutut meraih batang penisnya, sehingga kini kami sama-sama bugil.
Agak lama aku mencumbu kemaluannya, Sandi minta gantian, dia ingin mengerjai vaginaku.
“Masukin aja yuk, Ibu sudah ingin ngerasain penis kamu San!” Cegahku sambil menciumnya.
Sandi tersenyum lebar. “Sudah enggak sabar ya ?” godanya.
“Kamu juga sudah enggak kuatkan sebenarnya San,” Balasku sambil mencubit perutnya yang berotot.
Sandi tersenyum lalu menarik tubuhku. Kami berpelukan, berciuman rapat sekali, berguling-guling di atas ranjang. Ternyata Sandi pintar sekali bercumbu. Birahiku naik semakin tinggi dalam waktu yang sangat singkat. Terasa vaginaku semakin berdenyut-denyut, lendirku kian membanjir, tidak sabar menanti terobosan batang kemaluan Sandi yang besar.
Berbeda dengan suamiku, Sandi nampaknya lebih sabar. Dia tidak segera memasukkan batang penisnya, melainkan terus menciumi sekujur tubuhku. Terakhir dia membalikkan tubuhku hingga menelungkup, lalu diciuminya kedua pahaku bagian belakang, naik ke bongkahan pantatku, terus naik lagi hingga ke tengkuk. Birahiku menggelegak-gelegak.
Sandi menyelipkan tangan kirinya ke bawah tubuhku, tubuh kami berimpitan dengan posisi aku membelakangi Sandi, lalu diremas-remasnya buah dadaku. Lidahnya terus menjilat-jilat tengkuk, telinga, dan sesekali pipiku. Sementara itu tangan kanannya mengusap-usap vaginaku dari belakang. Terasa jari tengahnya menyusup lembut ke dalam liang vaginaku yang basah merekah.
“Vagina Ibu bagus, tebel, pasti enak ‘bercinta’ sama Ibu…,” dia berbisik persis di telingaku. Suaranya sudah sangat parau, pertanda birahinya pun sama tingginya dengan aku. Aku tidak bisa bereaksi apapun lagi. Kubiarkan saja apapun yang dilakukan Sandi, hingga terasa tangan kanannya bergerak mengangkat sebelah pahaku.
Mataku terpejam rapat, seakan tak dapat lagi membuka. Terasa nafas Sandi semakin memburu, sementara ujung lidahnya menggelitiki lubang telingaku. Tangan kirinya menggenggam dan meremas gemas buah dadaku, sementara yang kanan mengangkat sebelah pahaku semakin tinggi. Lalu…, terasa sebuah benda tumpul menyeruak masuk ke liang vaginaku dari arah belakang. Oh, my God, dia telah memasukkan rudalnya…!!!
Sejenak aku tidak dapat bereaksi sama sekali, melainkan hanya menggigit bibir kuat-kuat. Kunikmati inci demi inci batang kemaluan Sandi memasuki liang vaginaku. Terasa penuh, nikmat luar biasa.
“Oohh…,” sesaat kemudian aku mulai bereaksi tak karuan. Tubuhku langsung menggerinjal-gerinjal, sementara Sandi mulai memaju mundurkan tongkat wasiatnya. Mulutku mulai merintih-rintih tak terkendali.
“Saann, penismu enaaak…!!!,” kataku setengah menjerit.
Sandi tidak menjawab, melainkan terus memaju mundurkan rudalnya. Gerakannya cepat dan kuat, bahkan cenderung kasar. Tentu saja aku semakin menjerit-jerit dibuatnya. Batang penisnya yang besar itu seperti hendak membongkar liang vaginaku sampai ke dasar.
“Oohh…, toloongg.., gustii…!!!”
Sandi malah semakin bersemangat mendengar jerit dan rintihanku. Aku semakin erotis.
“Aahh, penismu…, oohh, aarrghh…, penismuu…, oohh…!!!”
Sandi terus menggecak-gecak. Tenaganya kuat sekali, apalagi dengan batang penis yang luar biasa keras dan kaku. Walaupun kami bersetubuh dengan posisi menyamping, nampaknya Sandi sama sekali tidak kesulitan menyodokkan batang kemaluannya pada vaginaku. Orgasmeku cepat sekali terasa akan meledak.
“Ibu mau keluar! HHgghhh….. Ibu mau keluaaar!!” aku menjerit-jerit.
“Yah, yah, yah, aku juga, aku juga! Enak banget ‘bercinta’ sama Ibu!” Sandi menyodok-nyodok semakin kencang.
“Sodok terus, Saann!!!… Yah, ooohhh, yahh, ugghh!!!”
“Teruuss…, arrgghh…, sshh…, ohh…, sodok terus penismuuu…!”
“Oh, ah, uuugghhh… “
“Enaaak…, penis kamu enak, penis kamu sedap, yahhh, teruuusss…”
Pada detik-detik terakhir, tangan kananku meraih pantat Sandi, kuremas bongkahan pantatnya, sementara paha kananku mengangkat lurus tinggi-tinggi. Terasa vaginaku berdenyut-denyut kencang sekali. Aku orgasme!
Sesaat aku seperti melayang, tidak ingat apa-apa kecuali nikmat yang tidak terkatakan. Mungkin sudah ada lima tahun aku tak merasakan kenikmatan seperti ini. Sandi mengecup-ngecup pipi serta daun telingaku. Sejenak dia membiarkan aku mengatur nafas, sebelum kemudian dia memintaku menungging. Aku baru sadar bahwa ternyata dia belum mencapai orgasme.
Kuturuti permintaan Sandi. Dengan agak lunglai akibat orgasme yang luar biasa, kuatur posisi tubuhku hingga menungging. Sandi mengikuti gerakanku, batang kemaluannya yang besar dan panjang itu tetap menancap dalam vaginaku.
Lalu perlahan terasa dia mulai mengayun pinggulnya. Ternyata dia luar biasa sabar. Dia memaju mundurkan gerak pinggulnya satu-dua secara teratur, seakan-akan kami baru saja memulai permainan, padahal tentu perjalanan birahinya sudah cukup tinggi tadi.
Aku menikmati gerakan maju-mundur penis Sandi dengan diam. Kepalaku tertunduk, kuatur kembali nafasku. Tidak berapa lama, vaginaku mulai terasa enak kembali. Kuangkat kepalaku, menoleh ke belakang. Sandi segera menunduk, dikecupnya pipiku.
“San.. Kamu hebat banget.. Ibu kira tadi kamu sudah hampir keluar,” kataku terus terang.
“Emangnya Ibu suka kalau aku cepet keluar?” jawabnya lembut di telingaku.
Aku tersenyum, kupalingkan mukaku lebih ke belakang. Sandi mengerti, diciumnya bibirku. Lalu dia menggenjot lebih cepat. Dia seperti mengetahui bahwa aku mulai keenakan lagi. Maka kugoyang-goyang pinggulku perlahan, ke kiri dan ke kanan.
Sandi melenguh. Diremasnya kedua bongkah pantatku, lalu gerakannya jadi lebih kuat dan cepat. Batang kemaluannya yang luar biasa keras menghunjam-hunjam vaginaku. Aku mulai mengerang-erang lagi.
“Oorrgghh…, aahh…, ennaak…, penismu enak bangeett… Ssann!!”
Sandi tidak bersuara, melainkan menggecak-gecak semakin kuat. Tubuhku sampai terguncang-guncang. Aku menjerit-jerit. Cepat sekali, birahiku merambat naik semakin tinggi. Kurasakan Sandi pun kali ini segera akan mencapai klimaks. Maka kuimbangi gerakannya dengan menggoyangkan pinggulku cepat-cepat. Kuputar-putar pantatku, sesekali kumajumundurkan berlawanan dengan gerakan Sandi. Pemuda itu mulai mengerang-erang pertanda dia pun segera akan orgasme.
Tiba-tiba Sandi menyuruhku berbalik. Dicabutnya penisnya dari kemaluanku. Aku berbalik cepat. Lalu kukangkangkan kedua kakiku dengan setengah mengangkatnya. Sandi langsung menyodokkan kedua dengkulnya hingga merapat pada pahaku. Kedua kakiku menekuk mengangkang. Sandi memegang kedua kakiku di bawah lutut, lalu batang penisnya yang keras menghunjam mulut vaginaku yang menganga.
“Aarrgghhh…!!!” aku menjerit.
“Aku hampir keluar!” Sandi bergumam. Gerakannya langsung cepat dan kuat. Aku tidak bisa bergoyang dalam posisi seperti itu, maka aku pasrah saja, menikmati gecakan-gecakan keras batang kemaluan Sandi. Kedua tanganku mencengkeram sprei kuat-kuat.
“Terus, Sayang…, teruuusss…!”desahku.
“Ooohhh, enak sekali…, aku keenakan…, enak ‘bercinta’ sama Ibu!” Erang Sandi
“Ibu juga, Ibu juga, vagina Ibu keenakaan…!” Balasku.
“Aku sudah hampir keluar, Buu…, vagina Ibu enak bangeet… “
“Ibu juga mau keluar lagi, tahan dulu! Teruss…, yaah, aku juga mau keluarr!”
“Ah, oh, uughhh, aku enggak tahan, aku enggak tahan, aku mau keluaaar…!”
“Yaahh teruuss, sodok teruss!!! Ibu enak enak, Ibu enak, Saann…, aku mau keluar, aku mau keluar, vaginaku keenakan, aku keenakan ‘bercinta’ sama kamu…, yaahh…, teruss…, aarrgghh…, ssshhh…, uughhh…, aarrrghh!!!”
Tubuhku mengejang sesaat sementara otot vaginaku terasa berdenyut-denyut kencang. Aku menjerit panjang, tak kuasa menahan nikmatnya orgasme. Pada saat bersamaan, Sandi menekan kuat-kuat, menghunjamkan batang kemaluannya dalam-dalam di liang vaginaku.
“Oohhh…!!!” dia pun menjerit, sementara terasa kemaluannya menyembur-nyemburkan cairan mani di dalam vaginaku. Nikmatnya tak terkatakan, indah sekali mencapai orgasme dalam waktu persis bersamaan seperti itu.
Lalu tubuh kami sama-sama melunglai, tetapi kemaluan kami masih terus bertautan. Sandi memelukku mesra sekali. Sejenak kami sama-sama sIbuk mengatur nafas.
“Enak banget,” bisik Sandi beberapa saat kemudian.
“Hmmm…” Aku menggeliat manja. Terasa batang kemaluan Sandi bergerak-gerak di dalam vaginaku.
“Vagina Ibu enak banget, bisa nyedot-nyedot gitu…”
“Apalagi penis kamu…, gede, keras, dalemmm…”
Sandi bergerak menciumi aku lagi. Kali ini diangkatnya tangan kananku, lalu kepalanya menyusup mencium ketiakku. Aku mengikik kegelian. Sandi menjilati keringat yang membasahi ketiakku. Geli, tapi enak. Apalagi kemudian lidahnya terus menjulur-julur menjilati buah dadaku.
Sandi lalu menetek seperti bayi. Aku mengikik lagi. Putingku dihisap, dijilat, digigit-gigit kecil. Kujambaki rambut Sandi karena kelakuannya itu membuat birahiku mulai menyentak-nyentak lagi. Sandi mengangkat wajahnya sedikit, tersenyum tipis, lalu berkata,
“Aku bisa enggak puas-puas ‘bercinta’ sama Ibu… Ibu juga suka kan?”
Aku tersenyum saja, dan itu sudah cukup bagi Sandi sebagai jawaban. Alhasil, seharian itu kami bersetubuh lagi. Setelah break sejenak di sore hari malamnya Sandi kembali meminta jatah dariku. Sedikitnya malam itu ada 3 ronde tambahan yang kami mainkan dengan entah berapa kali aku mencapai orgasme. Yang jelas, keesokan paginya tubuhku benar-benar lunglai, lemas tak bertenaga.
Hampir tidak tidur sama sekali, tapi aku tetap pergi ke sekolah. Di sekolah rasanya aku kuyu sekali. Teman-teman banyak yang mengira aku sakit, padahal aku justru sedang happy, sehabis bersetubuh sehari semalam dengan bekas muridku yang perkasa.
Mbak Nin Istri Sepupuku
Pesta pernikahan kakak sepupuku, Mas Bud, dapat dikatakan sangat meriah dan sangat mewah. Dia memang sangat beruntung, perwakannya yang over size dengan perut yang mirip gentong itu tidak menghalanginya untuk menikahi Mbak Nin, seorang wanita yang sangat cantik dengan body yang sangat aduhai. Aku pun heran, kenapa wanita secantik Mbak Nin yang memiliki tubuh langsing dengan tinggi 170cm itu mau menikahi Mas Bud. Apa mungkin karena kekayaan Mas Bud? Tapi masa bodolah, yang pasti mataku selalu tidak bisa lepas dari Mbak Nin, dan otakku pun sibuk memikirkan sesuatu yang sangat nakal.
Seperti biasa, setiap 2 bulan sekali diadakan petemuan keluarga. Karena keluarga kami merupakan keluarga yang sangat besar. Setiap pertemuan keluarga, aku selalu berusaha untuk mencuri pandang, kecantikan dan kemolekan tubuh Mbak Nin yang sempurna itu memang membuatku jatuh cinta dan sangat bernafsu. Ingin rasanya memeluk, mencium dan becinta dengannya. Tapi sayang pertemuan keluarga yang hanya sehari semalem itu sangatlah sebentar bagiku. Aku selalu tidak pernah puas untuk menghayalkan Mbak Nin. Setelah 14 kali pertemuan keluarga, sekitar 2 tahun setelah pernikahan Mas Bud dan Mbak Nin, akupun kuliah di Jakarta. Karena rumahku di
Bandung, aku terpaksa harus mencari tempat kost.Tapi Mas Bud melarangku dan menyuruhku tinggal di rumah besarnya. Aku disuruh menjaga rumah selama kepergian Mas Bud ke negeri Belanda selama kira-kira 2 Bulan. “Sekalian menemani Mbak Nin.” Kata Mas Bud. Aku jelas bersedia, selain ngirit uang kost juga bisa selalu melihat keindahan Mbak Nin.
Satu minggu telah belalu semenjak kepegian Mas Bud. Aku pun sibuk di kampus dengan berbagai jenis kegiatannya. Aku berusaha menyibukkan diriku agar pikiran kotor mengenai Mbak Nin dapat aku tepis. Aku tidak mau menghianati Mas Bud, kakak sepupuku. Jam 7 malam tepat aku sampai dirumah Mas Bud, yang kini hanya didiami oleh satu orang pembantu rumah tangga, satu orang satpam, aku dan Mbak Nin. Aku lihat Mbak Nin belum pulang. Aku pun bebersih diri dan kemudian bersantai di kursi sofa sambil mendengarkan music klasik dari Beethoven. Dolby Digital Suround Sound System Super DTC yang ada diruangan tengah itu membuai diriku dan akupun terlelap. Entah berapa lama aku tertidur di kursi sofa sampai kemudian aku terbangun dengan dering telephone dari mesin faximile yang ada di kantor pribadi Mas Bud. Aku terkejut, terbangun dan bermaksud menuju ke arah suara telephone tersebut. Belum sempat aku beranjak dari kursi sofa, aku melihat suatu pemandangan yang sangat mengejutkan.Pintu kamar Mbak Nin terbuka, dan keluarlah Mbak Nin dengan rambut yang basah dan hanya di bungkus handuk berlari menuju kearah ruang kerja Mas Bud.Dari ruang santai tersebut aku bisa melihat jelas kearah ruang kerja Mas Bud. Aku lihat Mbak Nin sedang berbicara dengan seseorang di telephone tersebut. Handuk itu membungkus tubuh Mbak Nin mulai dada sampai sampai perbatasan antara pantat dan pahanya. Hatiku berdebar sangat keras melihat itu semua. Terlihat betapa sintalnya tubuh Mbak Nin.Walaupun terbungkus handuk, bentuk pinggul dan pantatnya dapat terlihat jelas. Jantungku tambah tidak karuan ketika Mbak Nin mengambil sebuah buku dari lemari atas yang membuat handuk tersebut semakin terangkat.
“Oh, My God!!!”
Ternyata Mbak Nin tidak memakai CD, terlihat belahan pantatnyayang sangat bulat, padat, putih dan mulus tak bercacat. Mbak Nin membalikan tubuhnya, aku terkejut dan tetap pura-pura tertidur. Mbak Nin kemudian duduk diatas meja kerja Mas Bud dan membaca buku yang baru saja diambilnya. Hal ini membuatku semakin gila. Kali ini Mbak Nin menyilangkan kakinya yang ramping itu agak tinggi sehingga handuknya makin naik ke atas. Benar-benar merupakan pemandangan yang sangat indah, pahanya yang putih mulus serta padat berisi itu membuat jantungku serasa mau copot. “Pletak….!!!”
Tak sengaja kakiku menyenggol vas bunga di atas meja didepan kursi sofa tempat aku berbaring. Aku kaget setengah mati takut ketahuan Mbak Nin. Untung aku tidak kehabisan akal, aku bangun dan membenarkan posisi vas bunga tadi dengan terus berpura-pura tidak menyadari keberadaan Mbak Nin. “Apaan tuh?” Tanyanya yang kemudian aku jawab dengan singkat.
“Eh…, ini Mbak vas bunganya jatuh.” jawabku.
“Rangga, kesini deh sebentar….!” Aku kaget setengah mati, Mbak Nin memanggilku. aku berjalan dengan pura-pura sempoyongan karena masih mengantuk. Aku berjalan menuju ruang kerja Mas Bud. Kulihat dari dekat Mbak Nin dengan posisi yang masih sama memandangiku. Perpaduan antara betis indah dengan paha yang putih, mulus padat berisi itu semakin jelas.
“Duduk sini!” Perintahnya sambil menunjukan kursi yang berada tepat didepan meja yang diduduki Mbak Nin. Aku menurut tanpa sepatah katapun. Setelah aku duduk di depannya, Mbak Nin mengangkat kaki kanannya dan meletakkan telapak kakinya tepat diantara pahaku. Aku hanya terdiam dengan jantung yang semakin kencang. Entah apa maksud Mbak Nin.
“Nih, lihat…., tadi pagi aku kesandung, dan jari kelingkingku sedikit memar.” katanya sambil tak hentinya kutatap kakinya yang indah dan bersih itu. Jari-jarinya mungil dan putih sangatlah indah bila di pandang dan di pegang.
“Mau nggak pijitin kaki Mbak?” Aku pun langsung meraih betis yang indah itu. Mbak Nin mengangkat kaki kanannya dari pangkuan kaki kirinya. Aku tak menyadari gerakan itu karena pikiran dan mataku saat itu terfokus kepada sesuatu diantara kedua belah paha Mbak Nin. Aku terkejut, telapak kaki kiri Mbak Nin tiba-tiba membelai dan memutari daerah kemaluanku yang masih tegang dan terbungkus celana jeans ku. aku memandangi Mbak Nin dan…..,
“Jangan kaget, Mbak tau koq, dari dulu kamu selalu merhatiin Mbak terus khan?” Katanya, aku heran dari mana Mbak Nin tahu kalau aku emmang selalu mengagumi keindahannya.
“Mbak Nin juga selalu merhatiin kamu, cuma kamu aja yang nggak pernah sadar.” Katanya lagi.
“Kamu sayang Mbak Nin nggak?” Tanyanya.
“Ssssayang Mmmm…mb..mbak!” Jawabku terbata-bata.
“Mbak Nin juga sayang kamu.. bener deh!”
“Kalo kamu sayang Mbak Nin, kamu tolongin Mbak Nin mau khan?” Tanyanya.
“Mau Mbak, tolong apaan?” Tanyaku lagi. “Cium betis Mbak Nin donk sayang!” Baru kali ini Mbak Nin memanggilku sayang, bisanya Mbak Nin hanya memanggil namaku. Tanpa satu pertanyaan pun aku ciumi betisnya yang putih dan indah itu. Aku tidak hanya menciumi betis itu, sesekali aku menjilati betis itu. Makin lama makin keatas sampai ke pahanya. Mbak Nin menggelinjang hebat, desahannya membuatku semakin buas.
“Ah…., sayang…..terus sayang….enak…!” Aku menjadi semakin nekat, makin lama aku makin keatas terus dan kemudian bibirku tak hentinya menciumi paha Mbak Nin. Semakin lama semakin keatas.
“Cium aku sayang!” Tiba-tiba Mbak Nin menghentikan gerakanku. Dengan kedua tanggannya Mbak Nin menarik kepalaku dan membimbingku untuk mencium kedua bibirnya yang sangat tipis dan berwarna merah muda. Kita berdua akhirnya saling berciuman.Sesekali lidahku masuk kemulutnya dan begitu pula sebaliknya. Lidah kita saling bermain di dalam mulut. Aku dapat merasakan, kedua tangan Mbak Nin berusaha membuka ikat pinggang kulitku. Aku terdiam saja, sampai akhirnta Mbak Nin menyelipkan tanggannya ke balik celanaku. Mbak Nin meraih batang kemaluanku, aku terus menciuminya sambil mencari ikatan yang mengikat handuk Mbak Nin. “Mbak aku lepas ya handuknya?” Kataku, Mbak Nin hanya menganggukan kepalanya sambil terus memandangiku. Tak lama kemudian aku lihat Mbak Nin sudah telanjang bulat didepanku, tanpa sehelai benang pun menutupi tubuhnya yang langsing, putih, mulus dan padat tersebut. Terlihat jelas olehku kedua bukit kembarnya. Besarnya tidak seberapa, tetapi memiliki bentuk yang sangat indah. Kencang, Padat, keras dengan puting yang sedikit mencuat keatas. Aku tak sabar, mulutku langsung mendarat tepat di puting susunya. Saat itu aku lakukan segala sesuatu yang bisa mulutku lakukan.Menjilati, menciumi dan menghisap. Kulakukan itu secara bergantian antara yang kiri dan kanan. Aku benar-benar asyik dengan kesibukanku saat itu.
“Ah, sayang…terus sayang…oh.” Aku menjelajahi seluruh tubuh bagian atasnya. Dari kedua bukit kembarnya, aku ber alih ke ketiaknya. Aku angkat ke dua tangannya. Ketiaknya yang tanpa bulu dan beraroma wangi itu aku jilati dengan ujung lidahku. Mbak Nin menjepit kepalaku.
“Ah, jangan disitu dong, aku nggak kuat, geli!” akupun beralih ke perutnya.
“Busyet…!” Pikirku, tak sedikitpun lemak yang aku temukan di perutnya. Sambil menciumi dan menjilati perutnya aku penasaran apakah ada sedikit saja lemak yang bertengger di perutnya. aku memutar ke pinggangnya.
“Ah…sayang, ternyata kamu nakal….!” Mbak Nin mulai meracau. aku terus memutari bagian perutnya yang ternyata tak ada lemak sama sekali.
“Hebat…., a perfect woman.” pikirku. “Tak ada, ya…. betul… sama sekali…, tak ada cacatnya sama sekali tubuh wanita ini.” pikirku. “Putih, mulus, padat, bersih, tak berlemak dan kencang.” aku terus menikmati menjilati tibuhnya.
“Buka celana kamu sayang…!” Mbak Nin menyuruhku, aku pun melorotkan celanaku sekaligus dengan CD ku, sehingga akupun telanjang bulat. Batang kemaluanku sudah benar-benar mencuat keatas.
“Wow, Punya kamu udah bangun rupanya.” “Tunggu sebentar ya.” Mbak Nin naik keatas meja, seluruh tubuhnya benar-benar di atas meja. Mbak Nin mengatur posisinya, dan akhirnya Mbak Nin nungging diatas meja dengan wajah tepat didepan kemaluanku.Tangannya kirinya meraih dan menarik batang kemaluanku. Aku menurut saja bagaikan kerbau yang di cocok hidungnya. Mbak Nin mulai menciumi kepala kemaluanku “OH….,!” Sekarang giliranku yang merasakan nikmatnya permainan yang Mbak Nin lakukan. Mula-mula hanya kepala kemaluanku yang merasakan hisapan, jilatan, dan sedikit sentuhan giginya yang putih bersih. Lama kelamaan Mbak Nin membenamkan batang kemaluanku sedikit demi sedikit kedalam mulutnya.
“Ah…., Uh……!” Aku mendesah pelan dengan sedikit menyeringai untuk menahan gejolak yang sedang berkecamuk di dalam tubuhku. Aku nggak mau hal ini cepat selesai. Mbak Nin terus mempermainkan batang kemaluanku. Kadang sesekali Mbak Nin mengulum kedua bijiku. Hal ini membuat ku sedikit mules, tapi kenikmatan yang aku raih jauh dari itu semua.Aku tak mau diam, aku julurkan tangan kananku untuk meraih perbatasan punggung dan belahan pantatnya. Untuk mengimbangi permainannya, pantat Mbak Nin yang terlihat nungging, ku remas dengan tangan kanan, sementara tangan kiri masih meraba-raba punggung Mbak Nin, aku raba dan aku belai punggung yang putih mulus itu. Tangan ku bergerak turun menelusuri celah pantatnya, dan sekarang menuju liang kemaluannya. Kemaluan itu kemudian aku sentuh dari belakang, dan terasa sudah sangat basah dan merekah. aku belai-belai bibir luar kewanitaannya dan akhirnya ku belai-belai clitoris-nya. Merasa clitoris-nya tersentuh oleh jariku, pantat Mbak Nin semakin dinaikkan, dan terasa tegang, kuluman ke batang kejantanan ku semakin kencang dan buas. Melihat perpaduan antara belaian klitoris, punggung yang putih mulus dan kuluman rudal, suara kami jadi semakin maracau. Kocokan mulutnya terhadap Batangku semakin lama semakin dalam dan cepat. Kadang kepalanya naik dan turun, tetapi kadang kepalanya juga sedikit berputar. Sedikit perubahan gerak dari kepalanya, terasa sangat nikmat aku rasakan. Aku mulai kehilangan kendali, ada sesuatu yang bergejolak diatas pangkal batang kemaluanku. Entah mengapa, tangan kanannya menyentuh perutku dan mendorongku. Dorongannya sedikit kuat sehingga aku terduduk dikursi lagi.
“Plop…!” Terdengar suara yang lucu akibat terlepasnya batang kemaluanku dari mulut mungilnya.
“Sekarang giliran kamu sayang.” Seakan Mbak Nin tahu, bahwa aku sudah mulai kehilangan kendali. Mbak Nin menghentikan permainannya dan mengatur posisinya lagi. Aku dapat melihat dengan jelas. Lubang kenikmatan Mbak Nin yang bewarna merah muda dan merekah itu. Aku memandanginya sejenak. Betapa indah lubang surga Mbak Nin yang membuatku seakan tak bernafas menahan gelora dan aliran listrik yang mulai over load. Jari tengah tangan kanan Mbak Nin mempermainkan lubang surganya kekiri, kekanan, keatas, dan kebawah sehingga tampak kemaluan Mbak Nin kembang seakan kembang kempis. Sesekali Mak Nin Mempermainkan clitoris-nya sendiri. Tak berapa lama, wajahnya yang cantik dengan rambutnya yang hitam legam dan panjang itu menengok kebelakang, matanya yang semula bulat kini redup, dan dari bibirnya yang indah Mbak Nin berkata,
” Kamu mau ini khan?” ujar Mbak Nin yang posisinya semakin menungging untuk menunjukan keindahan lubang surganya kepada ku agar lebih jelas dan agar aku semakin gila.
“Cukup sudah….!” Pikirku. “Aku nggak tahan lagi.” Maka aku dekatkan batang kejantananku yang sudah tegak keras keatas dengan lubang kewanitaannya yang semakin harum dan basah itu.
“Ah…… sayang…….Ufhhhh!” Aku tempelkan kepala batang ku ke clitoris-nya dan aku gesek-gesekan ke sekitar lubang kenikmatannya. “Sekarang sayang, sekarang.” Mbak Nin sudah tidak bisa menahan hawa nasfunya. Tangan kirinya menjulur kebelakang dan meraih batang kemaluanku. Mbak Nin membimbingnya mendekati gua surga itu, dan……,
“Ssss……..slek!” secara perlahan dan mantap, batang kemaluanku telah terbenam di lubang kenikmatan Mbak Nin. Aku dorong pantatku secara amat sangat perlahan sehingga batang kemaluanku pun masuk secara amat sangat perlahan pula. Mulai dari bagian kepala kemaluanku, kemudian bagian leher, kemudian bagian batang, hingga semuanya amblas sampai ke pangkal kemaluanku.
“Ahhhh……….” Mbak Nin dan akupun mendesah menahan kenikmatan yang tiada
tara tersebut seiring dengan pergerakan batang kejantananku. Aku sengaja tidak langsung mengocokkan kontolku, aku diamkan semua bagian kejantannanku tetap habis amblas di lubang surganya sejenak. Aku rasakan sejenak betapa rasa lembab, basah, dan hangat yang luar biasa indah menyelimuti kemaluanku. Walaupun kemaluanku masih belum bergerak, aku dapat merasakan kemaluan Mbak Nin yang tidak hanya sempit, tapi juga dapat menghisap dan menekan-nekan kemaluanku. Tanpa menarik kontolku, aku gerakan pantatku kedepan tiga kali sehingga….,
“Bleb, bleb, bleb..!” Posisi Mbak Nin pun sedikit maju karena tekanan dari ku. “Oh….,Ah….., Oh…..!” Desahan Mbak Nin seiring dengan tekanan tadi.
“Sayang, cepat donk, pompa aku semau kamu!” Pinta Mbak Nin. Aku mulai menarik dengan perlahan kemaluanku sampai sebatas leher kemaluanku, kemudian aku tekan perlahan, tapi hanya sampai setengah batang kejantananku, kemudan aku tarik, aku tekan setengah, tarik, tekan, tarik tekan…. terus begitu secara berulang. Aku melakukan dengan cara yang aku baca dari buku kama sutra, yaitu, aku tarik keluar kejantananku sampai sebatas leher dan kemudian aku masukan hanya setengah dari batang kejantananku sebanyak 10 kali, dan kemudian diselingi 1 kali keluar sebatas leher dan masuk sampai amblas semua batangku dan menahannya sejenak untuk memberikan kesempatan kepada Mbak Nin untuk melakukan gerakan berputar. “Crek,crek…crek…crek.” Suara indah itu terulang sepuluh kali, diselingi dengan….“Sleb….” sebanyak sekali “Plok, plok, plok, plok…!” Suara yang muncul akibat benturan antara pangkal pahaku dengan pantat putih mulus Mbak Nin membuat suasana semakin indah. Memek Mbak Nin memang gila. Betapa aku tak perlu mengangkat pantatku sedikit keatas agar mendapat gesekan dan tekanan pada bagian atas batang kemaluanku, atau ke bawah agar gesekannya lebih terasa di bawah, atau kekiri, atau kekanan….., semua itu tidak perlu sama sekali. Kemaluan Mbak Nin yang benar-benar lubang surga itu sudah sangat sempit, sehingga menekan dan menggesek semua permukaan kontolku, dari ujung kepala sampai ke pangkal kemaluanku.
Aku tak bisa lagi mengatur gerakanku, semakin lama gerakanku semakin cepat, dan tekanannya pun semakin keras. Dari posisiku yang di belakang, aku dapat jelas melihat penisku keluar masuk cepat ke lubang vaginanya, dan saking pasnya, terlihat bibir vagina Mbak Nin itu tertarik keluar setiap batangku kutarik keluar. “Oughhh, ough…, ah…..,oh….., kamu hebat sayang.” Mbak Nin terus mendesah dan meracau. Sesekali dengan posisinya yang menungging, tangan kanan Mbak Nin kebelakang dan menyentuh perutku untuk menahan tekanan yang aku lakukan. Aneh memang, Mbak Nin menahan laju tekanan penisku dengan tangannya, tetapi Mbak Nin terus meracau…“Terus sayang, ah…, terus, terus sayang…..!” Buah dada Mbak Nin terpental-pental dan desahannya benar-benar menghanyutkan, seperti suara musik terindah yang pernah aku dengar.
“Ahhh… shh ssshhh sayang, Ohh…. enakkk… Uhhh uhhh… hmmm…Enak sayang….terus!” Seru Mbak Nin “Aowww….!” Tiba-tiba Mbak Nin sedikit berteriak.
“Kenapa Mbak, sakit ya?” Tanyaku yang hanya di jawab dengan senyum dan gelengan kepalanya saja
“Teruskan sayang aku suka koq.” Katanya.Aku berpikir mungkin gerakanku terlalu kuat, ditambah liang vagina Mbak Nin yang begitu sempitnya. Maka aku ambil inisiatif untuk mengangkat kaki kanannya. Aku angkat kaki kanannya agar lubang surga Mbak Nin sedikit lebih longgar, sehingga Mbak Nin dapat lebih menikmatinya. “Oghhhh, fffffff, sayang kamu memang hebat!” Katanya. Karena gesekan yang terjadi sedikit berkurang, aku semakin cepat melakukan gerakan maju mundur dengan sedikit gerakan keatas akibat terangkatnya kaki kanan Mbak Nin dengan tangan kananku. Semua hal itu tidak mengurangi kenikmatan yang aku rasakan, bahkan percintaan kami menjadi lebih variatif, sampai suatu saat aku turunkan lagi kaki kanannya dan kedua tanganku memegang pinggulnya kuat-kuat sambil sesekali meremaspantatnya yang bulat indah itu. Dan…..,
“Oughhh.. sayang.. aku keluar…!!!!” Vagina Mbak Nin kurasakan semakin licin dan hangat, tapi denyutannya semakin terasa. Aku dibuat terbang rasanya. Aku hentikan gerakan maju mundurku, sekarang aku benamkan seluruh batang penisku ke liang vagina Mbak Nin sambil terus mendenyutkan batang kemaluanku. Aku tekan dengan kuat penisku sambil menahan pinggulnya yang indah. Aku yakin benar, denyutan yang aku buat di batang kemaluanku dan tekanan hebat terhadap kewanitaannya membuat orgasme Mbak Nin makin hebat dirasakannya. Terbukti dari kenikmatan orgasmenya itu,sekonyong-konyong membuatnya terbangun dari posisi nunggingnya disertai kedua tanggannya menjambak rambut kepalaku dengan kuat dan wajahnya yang menyeringai menahan gejolak kenikmatan surgawi.
“Hufff, hufff,hufff….!” Nafas Mbak Nin menunjukan dia baru saja mengalami sensasi elektrikal yang hebat menjalar di tubuhnya. Tubuhnya sedikit lemas. Aku tahan beban tubuhnya dengan tangan kiriku yang kemudian melingkari pinggulnya yang padat dan mulus itu sementara tangan kananku mengambil kursi tadi dan kemudian aku duduk di kursi itu sambil memangku dan menciumi bibirnya yang merah merekah. “Oh sayang, aku keluar, oh enaknya.” Mbak Nin berbisik padaku sambil sesekali mencium telingaku. Batang kejantananku pun masih terbenam di dalam kewanitaannya. Apa lagi dengan Mbak Nin di pangkuanku, membuat batang kemaluanku amblas habis sampai di pangkalnya. Hanya saat ini tidak terjadi gerakan-gerakan yang berarti.
“Kamu belum keluar ya?” Tanya Mbak Nin, aku diam saja dengan sedikit menggelengkan kepala. Aku biarkan Mbak Nin berbicara, karena memang aku menikmatinya. Aku biarkan Mbak Nin beristirahat sebentar sambil menciumi wajah ku disertai tangannya yang terus-terusan meraba biji pelerku. Rasa hangat di batang kemaluanku masih begitu terasa, ingin rasanya aku gerakan lagi. Tapi aku bersabar, aku biarkan bidadariku mengumpulkan tenaganya untuk pertarungan tahap berikutnya. Tak berapa lama, aku coba mendenyutkan batangku. “Ah, aow….geli dong sayang…!” Mbak Nin berceloteh sambil disertai tawanya yang manja.
“Kamu masih kuat nggak, sayang?” Aku tidak lagi terdiam, pertanyaan ini harus kujawab. “Masih donk, Mbak.” Kataku, aku masih tetap untuk berusaha menahan diri.
“Pindah kekamarku yuk?” Ajak Mbak Nin.
“Tapi jangan di lepas ya sayang, punyaku masih betah sama punyamu.” Celoteh Mbak Nin. Secara perlahan dan berhati-hati aku bangun dari kursi itu. Dengan posisi membelakangiku, aku bawa Mbak Nin keatas meja. Dan secara perlahan aku putar tubuh Mbak Nin dengan amat sangat hati-hati karena Mbak Nin tidak ingin kontolku terlepas dari memeknya, begitu pula aku. Dengan sedikit kerjasama, akhirnya kami berdua sudah saling berhadapan. Mbak Nin langsung ku gendong dengan penisku yang masih tatap tertanam. Kedua belah kaki panjang Mbak Nin mengempit pinggangku erat-erat. Aku pun melangkah ke kamar Mbak Nin.Sesampai di kamar, aku rebahkan tubuh Mbak Nin ditempat tidur yang masih rapi. Tampak olehku kedua susu Mbak Nin yang indah. Puting susu yang kemerahan itu membuatku langsung melumatnya. Mbak Nin hanya bisa mendesah dan menggigit bibir bawahnya. Ketika aku baru menggerakan pantatku keatas Mbak Nin, menghentikan gerakanku……, “Sayang, tadi kamu yang kerja, sekarang giliran aku donk! aku pengen di atas ya!” Belum sempat aku jawab, Mbak Nin sudah mendorong tubuhku, sehingga aku mau nggak mau merebahkan tubuhku diatas kasur empuk tadi. Mbak Nin sekarang sudah ada di atasku tepat membentuk sudut 90 derajat dengan tubuhku.
“Luruskan kakinya sayang!” Perintah Mbak Nin sambil memegang kedua pahaku dan meluruskan kakiku. Kedua tangan Mbak Nin kemudian memegang kedua puting susunya dan meremas kedua payudaranya sendiri, dan mulai menangkat pantatnya dan menurunkannya kembali. Saat ini dialah yang memompaku.Aku baru sadar, bahwa Mbak Nin saat ini tiada lain adalah kuda liar yang tak terkendali. Dia bergerak keatas dan kebawah yang kemudian di selingi dengan memutarkan pinggulnya yangjuga disambung dengan gerakan maju mundurnya. Maju, mudur, atas, bawah, kiri, kanan, putar. Serasa penisku dipermainkan seenaknya. Mbak Nin menjadikan batang kemaluanku sebagai budak nafsunya. Kedua tanganku sibuk meremas-remas payudaranya, memelintir dan mencubit punting susunya, dan memegang pinggulnya. Sesekali dia membungkukkan badannya untuk menciumiku. Aku tidak diijinkannya untuk bangun dan mencium bibir atau pun buah dadanya. Saat ini dia terus memegang kendali. Kontolku semakin panas, rasa nikmat menjalar keseluruh tubuhku.
“Oh….Mbak Nin, terus Mbak….!” Aku mulai meracau.
Betapa liarnya wanita ini. Rasa hangat dan nikmat yang tak terhingga mulai merambah batang kejantananku yang semakin lama mulai aku rasakan desiran yang hebat. Aku memejamkan mata dan meremas pinggul dan susu Mbak Nin. Aku tahan gejolak kenikmatan surgawi ini. Aku tak ingin benteng pertahananku Bobol, sebelum bidadari diatasku memuaskan diri memperbudak batang kemaluanku. Kempotan memek Mbak Nin semakin lama semakin kuat. Kemaluanku terasa terjepit dan semakin terjepit. Basah, lembab, licin, dan hangat menjadi satu menciptakan sensasi kenikmatan yang luar biasa. Aku berusaha menahan serangan sang bidadari. Kejadian tersebut terus berulang. Nafas kita berdua menderu-deru. Tubuh penuh dengan keringat.
“Oh…Ah…..Oh…., Oughhhh, Offff, Aowwww…!” Mbak Nin pun sudah tidak lagi mendesah. Desahannya di ganti dengan teriakan dan jeritan kecil. Gerakannya makin liar. Aku merasa kasihan melihat batangku diperbudak sedemikian rupa, tapi apa daya, kenikmatan yang aku rasakan lebih dari segalanya di dunia ini. Mendadak kulihat…..,
Tubuh Mbak Nin mengejang. Mbak Nin menengadahkan kepalanya. Urat lehernya nampak, dia berteriak kecil. “Aaaaoooowwwww……..!!!”
Kurasakan semburan lava panas menyelimuti batangku yang masih terbenam. “Oh…!” kataku. Nikmat sekali rasanya. Mbak Nin menjatuhkan tubuhnya didalam pelukanku. Dia mengalami orgasme lagi, hanya kali ini dia tidak mampu berkata apa-apa lagi. Tampak betapa lelahnya dia. Tapi untuk kali ini aku tak bisa memberi waktu lagi untuk Mbak Nin beristirahat. Aku sidah hampir dipuncak, mulai terasa olehku puncak kenikmatan yang sebentar lagi aku rasakan. Aku balikkan tubuhku sehingga tubuh mulus Mbak Nin ada di bawahku.
“Oh sayang, aku tadi keluar lagi…..! Aku sudak cap…….’” Belum sempat dia selesaikanucapannya. Aku sumpal kedua belah bibirnya dengan mulutku. Aku bimbing kedua betis Mbak Nin agar bertumpu di kedua bahuku. Aku mulai memompa dengan cepat dan dahsyat. “Oh…sayang, kamu cepat keluar ya sayang….! Aku sudah mulai lelah !”
Aku terdiam dan hanya terus memompa kemaluanku sampai amblas dan menariknya keluar sampai sebatas leher. Aku sudah tidak dapat mengendalikan tubuhku sendiri. Seakan tubuhku bisa bergerak sendiri semaunya. “Oh… ampun sayang…!” Desah Mbak NinAku sedikit takut, jikalau Mbak Nin tidak bisa memuaskan aku saat itu. Tapi aku tak perduli. Aku kemudian berinisiatif, aku keleuarkan sejenak kontol ku dari lubang hangat Mbak Nin sejenak, kemudian aku angkat pinggul Mbak Nin dan aku ambil tiga buah bantal untuk mengganjal pantat Mbak Nin. Sehingga Vagina Mbak Nin terbuka dan terlihat Itil Mbak Nin yang mencuat. Keindahan vagina Mbak Nin yang berwarna merah muda dan dihiasi dengan clitoris-nya yang kecil mungil itu membuatku semakin buas. Aku arahkan dan aku masukkan kembali batangku kedalam lubang surga milik Mbak Nin tersebut. Hanya kali ini aku memasukkannya dengan cepat dan tepat tanpa basa-basi lagi. Lali aku memompanya dan terus s memompanya dengan cepat sekali sambil jari-jemari tangan kananku mempermainkan clitoris–nya. Entah mengapa, teriakan dan desahan Mbak Nin berubah lagi, yang asalnya….. “Aku capek sayang, ampun….., aku capek…..!”Telah Berubah menjadi…. “Terus sayang aku sanggup keluar sekali lagi…..terus sayang…teruuuusssss!”Desahan dan jeritan kecil itu membuatku semakin semangat. Aku genjot terus, terus dan terus……! “Oh sayangku, aku mau keluar lagi…..!” Kata Mbak Nin
“Sebentar sayang, sebentar lagi aku juga keluar….Tttttaah…, tttahan dulu yasayang…..!!!” Aku mulai nggak keruan.
Genjotan kontolku, goyangan pinggul Mbak Nin, dan kempotan memek Mbak Nin. Membuat segalanya tak terkendali. Ketika kulihat Mbak Nin mulai menengadahkan kepalanya dan urat lehernya mulai mengejang. Aku segera mempercepat genjotanku, dan akhirnya……
“Aaaaaakkkhhhhhhhh…….!” Kita berdua beteriak kecil, Kedua tangan Mbak Nin memegang pantatku dan menekannya dengan keras kearah memeknya sampai kejantananku amblas habis tak bersisa satu mili pun. Aku membungkukan badanku dan menyelipkan pergelangan tanganku ke ketiaknya dan telapak tanganku mengangkat kepalanya sehingga aku bisa mencium bibirnya. “Crot……serrrrr……crot….serr….crot….ser”Entah berapa kali Cairan puncak kenikmatan surgawi ku menyembur dan bertemu dengan cairan kenikmatan tiada
tara nya Mbak Nin. Cairan kenikmatan kami saling bertemu di dalam vagina Mbak Nin. Mungkin sekitar 40 atau 50 detik, kita berdua saling merengkuh puncak kenikmatan itu. Kehangatan yang amat sangat indah itu menyelimuti kejantananku. Kontolku terus berdenyut seiring dengan memek mbak nin yang juga berdenyut. Kita berdua tidak sanggup lagi berkata apapun juga. Tubuh Mbak Nin tergeletak di samping tubuhku. Aku berusaha untuk mengangkat tubuhnku dengan tenagaku yang terakhir. Aku cium bibirnya dan Mbak Nin pun berkata,“Yyyy…yang terakhir itu….ad…adalah or..orgg…orgasme ku yang paling lama…..” Kita berdua pun tidur saling berpelukan sampai keesokan paginya.
Semenjak itu kami bagaikan sepasang burung yang sedang kasmaran. Diluar kesibukan kami sehari-hari selalu kami gunakan untuk bercinta dan bercinta. Tiada hari yang kami lewatkan tanpa sex. Kami pun sering membaca buku tentang sex agar kami berdua selalu bisa terpuaskan, dan yang paling penting, memuaskan. Kami pun tak tahu waktu dan tempat. Kadang kami melakukannya di Garasi, di meja dapur, di sofa, di dalam mobil, di kamar mandi, di kolam renang, di halaman rumah, di atas rumput, bahkan kami pernah melakukannya di dalam lift sebuah Mall yang saat itu mendadak macet dan kami terjebak di dalamnya. Tamat
A Girl Named Tessa
Sabtu, tengah hari. Workshop X-Com.
Gubrakkkkkkk!!!!! dua rim kertas kuarto mendarat di atas meja. Nick yang sedang termenung, melotot marah pada orang yang menariknya kembali ke alam nyata. Jim, sang Purchasing Manajer dari X-Com, toko komputer tempat Nick mencari tambahan uang saku, berkacak pinggang di hadapannya.
“Thinking of her, eh??”
“None of your business, Jim.”
“Emang bukan sih, tapi Boss ngomel tuh ngeliat kerjaan elo belum beres. Wake up man, kita banyak kerjaan nih.”
Nick menghela napas sebelum kembali menekuni pekerjaan yang harus diselesaikannya hari ini. Sebenarnya tidak ada bos atau karyawan di XCom.Semua yang terlibat memiliki bagian dari toko tersebut, karena modal awalnya memang berasal dari mereka sendiri. Hanya saja Ken, yang tadi disebut Boss oleh Jim, ditunjuk secara tidak resmi menjadi semacam “organizer” di kantor tersebut. Jabatan Nick sendiri, bila mengikuti apa yang tercetak di kartu namanya, adalah Customer Service. Kartu nama itu sendiri menjadi semacam lelucon bagi mereka, karena pada prakteknya sehari-hari mereka saling menggantikan tugas temannya yang berhalangan, bahkan si Boss sendiri sering turun ke lapangan bila Jim atau Nick berhalangan. Sering Jim bercanda bila ingin mencetak ulang kartu nama yang sudah habis, bahwa Ia ingin ‘menaikkan’ jabatannya sendiri menjadi boss.Nokia 70 di saku Nick bergetar. Dengan cepat dilepasnya obeng yang tadi digunakan untuk memasang power supply pada casing yang baru setengah diperbaiki itu. Matanya mencari nama Tessa di Layar HP-nya. Andre HP, demikian tulisan yang berkedap-kedip di layar. Dengan sedikit kecewa di jawabnya panggilan itu.“Kenapa Dre?”“Nick, nanti malem loe mo ikutan anak-anak ke …. nggak?”. Andre menyebut sebuah Cafe yang terletak di daerah Kuningan, tempatnya biasa menghabiskan malam, dan uang, tentunya.“Uhhmmm…… nggak deh. Gue lagi nggak mood.”“Susan ikut loh, gue udah bilang kalo mo ngajakin elo, makanya dia ikut. Dia
kan naksir elo Nick.”Nick menghela napas sebal. Susan. Bukan Susan yang merusak konsentrasinya setiap kali Ia mulai bekerja. Bukan dia yang setiap malam dibayangkan Nick berbaring di sampingnya. Bukan. Susan hanyalah sebuah nama tak berarti baginya.“Bilang sorry sama Susan. Gue nggak ikut,” ucap Nick.“Yahh…… kalo elo berubah pikiran langsung aja deh susul kita di
sana, ok??”“Ok Dre. Bye.”“Bye.”Ditaruhnya kembali Nokia silver itu di sakunya. Nick ingin sekali menghubungi Tessa, tapi Ia ingat bahwa tadi pagi ketika menjemputnya, Tessa sudah berpesan supaya Nick tidak menelponnya hari ini, kecuali untuk hal yang sangat penting. Nick tidak berani menelpon Tessa bila sudah dipesan begitu. Pernah sekali, Nick nekat menelpon walaupun Tessa sudah bilang bahwa Ia tidak ingin dihubungi dan akibatnya Tessa marah besar.Nick masih ingat mereka bertengkar hebat dan tidak saling berbicara selama seminggu. Akhirnya Tessa berhasil membuat Nick berjanji untuk tidak menghubunginya bila Ia tidak ingin diganggu.Ini membuat Nick penasaran. Setelah kurang lebih 3 bulan Ia mengenal Tessa masih banyak hal yang misterius tentang gadis itu. Dari sekian banyak yang diketahuinya tentang Tessa, ada sisi gelap yang belum terungkap olehnya.Ia tahu Tessa bekerja di sebuah kantor di kawasan Sudirman sebagai Junior Accountant setelah menyelesaikan S1-nya dalam waktu 3,5 tahun. Nick juga tahu tanggal ulang tahunnya, bahwa Tessa setahun lebih tua darinya, bahwa orang tua Tessa tinggal di Bandung setelah pensiun, dan Tessa tinggal sendiri di Jakarta sejak Ia kuliah, tapi ada saat tertentu dimana Nick merasa bahwa Ia sebenarnya tidak tahu apa-apa mengenai gadis itu. Seperti saat ini misalnya, ketika kerinduannya memuncak, justru Ia tidak tahu apa yang dikerjakan Tessa siang ini.Frustasi karena ketidak berdayaannya melawan perasaan aneh dalam dirinya setiap kali Ia memikirkan Tessa, Nick membenamkan diri dalam pekerjaanya. Bahkan ajakan makan siang dari Ken dan teriakan Jim yang mengumumkan kalau dia akan pulang hanya dijawab dengan angukan tak perduli. Ken tahu, kalau temannya itu sedang sibuk bekerja seperti itu, jangankan tidak makan siang, bahkan dua hari tidak makan pun Nick sanggup. Ia tahu pasti, karena Nick adalah sahabatnya sejak SMA.Jam kukuk antik di dinding kantornya berbunyi 7 kali. Menyadarkan Nick dari keasikannya bekerja. Tinggal sedikit lagi, pikirnya. Jim bisa menyelesaikan sisanya Senin nanti. Ia beranjak menuju ke ruangan sempit berukuran 2X3 meter yang hampir seluruh dindingnya tertutup oleh poster bergambar Rinoa Heartily. Kantor si boss. Nick tersenyum sendiri ketika melihat koleksi terbaru Ken yang bergambar Rinoa dalam keadaan telanjang, entah dapat darimana. Temannya itu memang terobsesi oleh Rinoa. Pernah suatu ketika Ken mengaku kalau Ia membayangkan Rinoa ketika sedang bercinta. Gila, bercinta dengan tokoh kartun, pikir Nick geli. Kursi boss kosong, tapi Ia tahu itu bukan berarti Ken tidak ada di kantornya. Nick mencari ke kolong meja dan menemukan Ken sedang tertidur di tempat favoritnya itu. Memang temannya itu punya kebiasaan dan hobi yang nyentrik, tapi Nick tahu Ia bisa diandalkan sebagai teman. Setelahmeninggalkan pesan di meja, Nick melangkah keluar. Pulang.******Sabtu, 21:10. Kamar kos Nick.Nick membersihkan Gillette Mach 3 nya dengan cermat, lalu membasuh bekas cukuran di mukanya dengan aftershave. Ia merasa segar setelah mandi tadi. Tapi tetap saja ada ‘empty feeling’ di hatinya. Nick memeriksa HP nya. Tidak ada missed call. Tessa tidak meneleponnya. Perasaan sepi yang melanda dirinya sejak siang tadi mendadak hilang, digantikan oleh rasa marah dan kesal, Ia merasa dirinya tidak berarti bagi Tessa. Ia ingin Tessa mempercayainya, membagi semua suka dan duka yang dirasakannya, tapi Nick mendapat kesan setiap kali Ia mencoba setiap kali pula Tessa menarik dirinya menjauh, menjaga jarak. Memang resminya mereka hanya teman, tapi Nick tahu ada sesuatu yang lebih dari itu. Getar tubuh Tessa ketika Nick memeluknya, setiap ciuman penuh kepasrahan di mulutnya, desah penuh kepuasan Tessa di telinganya, Nick tidak percaya itu hanya sex semata.There must be something more than that between them, he know it for sure.Frustasi, Nick membuka lemari bajunya dan mulai memilih baju yang akan Ia kenakan malam ini. Ia telah memutuskan untuk mengikuti ajakan Andre untuk bersenang-senag malam ini. Mungkin dengan sedikit refreshing Ia akan berhasil melupakan Tessa dari pikirannya, paling tidak untuk malam ini saja. Tak lupa digantinya kacamata minus yang sedang digunakannya dengan sepasang contact lens hijau miliknya. Kemudian ia menyelipkan sebungkus karet yang terendam larutan Nonoxynol 9 di dompetnya.
Bukannya Ia merencanakan untuk berhubungan sex malam ini, hanya berjaga-jaga bila Ia sampai di ‘point of no return’, kalau menuruti istilah Jim. Nick menyalakan mobilnya, sambil menunggu mesin mobilnya panas, Ia mencabut sebatang Mild Seven dari saku bajunya. Setelah asap rokok memasuki para-parunya Ia merasa sedikit lebih rileks. Semua kejadian yang dialaminya bersama Tessa selama 4 bulan terakhir ini berlangsung dalam kilas balik di ingatannya.
Sejak Ia tidur bersama Tessa hidupnya berubah drastis, dari seorang workaholic yang ‘dingin’ tanpa perasaan menjadi seorang pencari kenikmatan yang seakan-akan tidak pernah terpuaskan. She’s good in bed, pikir Nick. Ia tahu Tessa bukan perawan ketika pertama kali tidur dengannya, tapi bukan masalah besar baginya. Ia tidak ingin menjadi munafik, berlagak seperti seorang suci padahal dirinya sendiri bergelimang dosa.Tapi benarkah yang dicarinya hanya kenikamtan semata? Mengapa hatinya panas setiap kali ada pria yang memandang Tessa penuh nafsu? dan mengapa pula setiap kali mereka berjauhan serasa ada sebagian diri Nick yang hilang ? Nick tidak dapat menjawabnya.Selama perjalanan Nick mencoba untuk benar-benar rileks, Ia berniat untuk tidak memikirkan Tessa malam ini. Tak lama kemudian mobil Nick memasuki tempat parkir sebuah gedung tempat Cafe yang disebutkan Andre siang tadi. Nick meraih Nokia-nya. Dicarinya nomor HP Andre, lalu Ia memijit tombol bergambar telepon hijau.“Dre, gue udah di bawah nih. Elo tunggu di mana?”“Langsung aja ke atas Nick, gue tunggu elo di tempat biasa.”“OK, wait for me then.” Masih sempat di dengarnya Susan berteriak kegirangan di latar belakang sebelum hubungan terputus.*****Sabtu, 23:30. JJ Cafe.Speaker berkekuatan 30.000 watt menggelegarkan Magic Carpet Ride versi remix dari Fatboy Slim. Irama house bercampur sedikit latino mengundang para pengunjung untuk menggerakkan badannya. Segera saja lantai disko yang tadinya tidak begitu ramai mendadak dipenuhi pria dan wanita yang bergoyang dengan panasnya. Nick mengamati Susan yang sedang bergoyang dengan asyik.
Hmmmm, Ia harus mengakui malam itu Susan tampil sangat luar biasa.Tank-top keperakan membungkus tubuh bagian atasnya dengan terpaksa, sekedar mencegah bagian dada yang membuat begitu banyak pria di lantai disko, yang entah disengaja atau tidak bergerak mendekati Susan, terekspose dengan bebas. Di bagian bawah, Susan mengenakan rok pendek ketat dari kulit. Entah rok tersebut dipakai terlalu ke bawah ataukah tank-top silver-nya yang dikenakan terlalu tinggi sehingga menunjukkan perut dan pinggang yang rata. Sesekali tangan Susan bergerak menggerai rambutnya yang sebahu, membuat dadanya yang sudah menonjol penuh itu meronta-ronta. Sepatu Bot setinggi betis, juga dari kulit, menonjolkan bentuk kakinya yang bagus sekaligus menambah kesan seksi dan sedikit nakal.Nick sendiri hanya bergerak sekedarnya mengikuti irama yang menghentak lantai disko. Rupanya Susan tidak tahan melihat Nick begitu dingin. Ia bergerak semakin mendekat. Dengan ahlinya Ia mengangkat kedua lengannya yang bergerak mengikuti beat ke atas, seperti seorang penari ular Ia mulai menggeserkan tubuhnya menyentuh dada Nick. Sentuhan halus yang hanya sesekali mengenai tubuhnya itu membuat Nick terpancing untuk bergerak lebih panas. Susan menggerakkan bokongnya yang indah ke kiri kanan, se-sekali dengan nakal di dorongnya pinggang ramping tersebut sehingga menyentuh kemaluan Nick. Boy, she’s really a teaser, pikirnya. Sebenarnya Susan bukanlah wanita tipe Nick. Ia lebih suka yang bertubuh tinggi langsing, dengan lekuk liku yang tidak terlalu menonjol.Tapi apa dayanya, suasana lantai disko yang panas, setengah butir Inex yang tadi dimimumnya dengan dua gelas
Long Island mulai menunjukkan pengaruhnya. Nick mulai mengikuti gerakan Susan, tubuh mereka bersentuhan berkali-kali di tengah gerakan-gerakan mereka yang semakin liar. Berpasang mata memandang mereka berdua dengan iri, terutama yang pria memandang ke Susan dengan pandangan penuh nafsu. Nick tidak memperdulikan semua itu. Mukanya terasa panas, jantung dan pelipisnya berdenyut keras, mulutnya terasa kering, pandangannya mengabur. Lampu spot-light warna warni dan lightning berpendaran membuat gerakan di sekelilingnya bagai film yang diputar dalam adegan lambat. Dilihatnya kepala Susan bergerak liar, tangannya membuat gerakan membelai buah dadanya sendiri. frame demi frame adegan tersebut terlihat dalam gerakan lambat di mata Nick. Kemudian tanpa peringatan tangan Susan meraih bahu Nick, setengah menariknya sehingga kini muka mereka berdekatan. Ia bisa merasakan napas Susan yang hangat di pipinya, wangi Bvlgari lembut bercampur dengan aroma keringat membelai hidungnya. Halusnya kulit punggung Susan terasa bagai sutra di jemarinya. Dada Susan lembut menekan dadanya sendiri, mengalirkan kehangatan yang tak asing lagi di tubuhnya. Nick sedikit membungkuk, berbisik lembut di telinga Susan.“Bad girl, are you trying to tease me??”“Hmm…… I’m trying Nick, you know I want you,” bisik Susan.“Guess you’ve made it, Sue.”“Really??” tanya Susan penasaran. Tangan kirinya menghilang ke bawah, ke arah selangkangan Nick. Dibelainya dengan lembut tonjolan keras di balik celana Nick.Kepala Nick terasa ringan. Musik yang keras menghentak terdengar timbul tenggelam di telinganya, serasa ada cahaya terang di otaknya. Dinikmatinya belaian tangan Susan. Ia sendiri mulai meraba punggung dan leher Susan, lalu berlanjut ke samping, ke arah payudara dan perut yang langsing menantang. Didengarnya Susan mendesah di antara musik hingar bingar. Pandangannya sayu, mulutnya setengah terbuka, merah, menantang….“Jangan di sini, di tempatmu saja,” bisik Nick ketika Susan dengan setengah sadar berusaha membuka ikat pinggangnya.“Uhhh….. Ok, sori gue gak sadar,” jawab Susan terengah-engah, jelas Ia sudah mabuk. Mabuk oleh minuman keras dan oleh nafsunya sendiri.Sebenarnya Nick juga tidak lebih baik keadaannya, kejantannya terasa sakit karena tidak bisa berdiri dengan leluasa. Kepalanya makin ringan, berputaran, jantungnya masih berdenyut keras, tetapi Ia memaksakan kakinya kembali ke Bar di lantai atas untuk berpamitan dengan Andre yang berkumpul dengan teman-temannya yang lain di sebuah reserved table.“Guys, gue cabut dulu, ada urusan nih. Biar Susan gue anterin pulang sekaligus, katanya dia kurang enak badan.”“Elo bisa nyetir Nick?? Apa perlu gue anterin?” tawar Andre.“It’s okay, gue cabut dulu ya, see ya all. Have fun,” salam Nick kepada mereka semua.Terdengan sahutan dari sekelilingnya. Nick tidak tahu apakah mereka percaya dengan alasan “kurang enak badan” nya Susan, dan sejujurnya dia juga tidak perduli. Dengan langkah agak diseret, Ia bersama Susan melangkah menuju Lift. Saat itulah Ia melihatnya. Kira-kira 5 meter di depannya, menghadap ke arah lain, tampak sepasang pria wanita yang rupanya juga menunggu Lift.Tidak mungkin salah, bahkan dalam keadaan setengah mabuk dan masih ‘high’ dengan penerangan secukupnya, Ia bisa mengenali seraut wajah yang kerap kali mengisi lamunannya. Wajah yang menemaninya dalam mimpi. Wajah yang bisa membuat hidupnya secerah mentari pagi, atau sebaliknya bisa membuat hatinya begitu sakit dan perih seperti saat sekarang ini. Tessa tidak melihat Nick, tapi Nick bisa melihatnya dengan jelas. Seorang pria tegap berusia 30-an merangkulnya ketat, tangannya dengan kurang ajar menggerayangi payudara Tessa dari samping. Bibirnya mencuri-curi kesempatan untuk mencicipi mulusnya leher jenjang milik Tessa. Si empunya leher dan payudara itu sendiri kelihatannya menanggapi dengan agak dingin perlakuan tersebut. Pandangannya kosong, menerawang seakan-akan Ia tidak berada di
sana.Nick merasa hatinya tercabik-cabik. Wanita yang dicintainya sepenuh hati, yang dikiranya sedang sibuk menyelesaikan tugas kantornya, yang teleponnya ditunggu penuh harap oleh Nick seharian ini, ternyata sedang berada dalam pelukan pria lain. Kakinya mendadak lemas sehingga Ia terpaksa sedikit bersandar ke Susan bersamaan dengan terbukanya pintu lift. Tessa menoleh ke arahnya, mulutnya mendadak terbuka kaget, matanya membelalak seakan-akan melihat hantu. Susan menariknya masuk ke dalam lift, diikuti oleh belasan orang lain, termasuk Tessa dan pasangannya.Di dalam lift posisi mereka memungkinkan Nick dan Tessa saling berpandangan. Nick bisa melihat kelam mata Tessa dengan jelas. Ada seribu kesedihan di
sana. Sejuta tangis tanpa air mata. Herannya, tidak ada kilat marah di mata Tessa. Ia bisa melihat bahu Tessa bergetar halus, sedangkan pasangannya yang tolol itu masih saja berusaha mencium daun telinga Tessa.Nick merasakan bibirnya bergerak tanpa sadar memanggil nama Tessa tanpa suara. Matanya panas terbakar cemburu dan amarah. Pelipisnya berdenyut dengan hebat sampai Nick bisa merasakan tarikan otot wajahnya sendiri. Ia sadar tidak adil untuk marah dan cemburu kepada Tessa karena bukankah Ia pun sedang merangkul Susan sekarang ini? Tapi rasa hatinya mengalahkan semua pertimbangan tersebut. Ia masih memandang Tessa lekat-lekat.
Cantiknya Ia malam ini, pikir Nick pahit.
Kenyataanya, Ia selalu nampak cantik di mata Nick, bahkan dalam keadaan seperti sekarang ini. Tessa melihat ekspresi wajah Nick.
Ada kemarahan di mata Nick. Sinar matanya membayangkan sakit hatinya, seperti juga hati Tessa yang serasa disayat-sayat pisau berkarat. Tidak Nick, kau tidak mengerti, jerit Tessa dalam hati. Hatiku pun sakit, sakit sekali. Tapi aku tidak mampu menceritakannya kepadamu Nick. Maafkan aku Nick. Tessa berhasil memaksakan seulas senyum getir.Lift sampai di lantai dasar. Pintunya membuka, kerumunan orang berdesakan keluar. Nick dan Susan keluar terakhir, berusaha agar tidak terdorong masuk kembali oleh kelompok yang hendak memasuki lift. Sesampainya di luar lift, Nick mencari bayangan Tessa, tapi tak terlihat di manapun juga siluet punggung dan bahu yang kurus itu. Nick dan Susan melangkah ke lapangan parkir, menghampiri mobil Nick.*****00:47, Apartemen Susan.“Oohhhhhh………… Nick. Yeah, feels so good.”Nick sedang menciumi leher Susan. Tangannya meremas lembut payudara Susan yang kini tinggal mengenakan celana dalamnya. Nick sendiri telah kehilangan bajunya, dan sekarang tangan Susan sedang menyelesaikan pekerjaannya membuka ikat pinggang Nick yang tadi tertunda di lantai disko. Tiba-tiba bayangan Tessa yang digerayangi oleh partnernya melintas kembali. Nick merasa amarahnya mulai naik ke ubun-ubun. Dengan sedikit kasar di dorongnya Susan sehingga terbaring di ranjang. Ditendangnya celana panjangnya yang sudah melorot sampai ke paha, sekarang Nick tinggal bercelana dalam. Susan tak mau kalah. Dengan ahli dilepaskannya celana dalam Nick, dibelainya kejantanan Nick, diremasnya pelan. Nick semakin buas, Ia bergerak ke atas tubuh Susan. Bibir mereka bertemu, saling pagut, saling gigit, lidah mereka berbelitan, air ludah mereka bercampur menjadi satu. Setelah ciuman yang panas itu bibirnya turun ke arah dua bukit yang bergetar, menunggu bibir Nick mengambil alih tugas tangan yang kini berpindah ke pinggul Susan, berusaha melepas sisa penutup tubuh yang masih menempel.“Mmmmmppphhhh….. ohhhhhh, don’t stop Nick, ahhhhhhh…….”“I want you NOW Nick, ahhhhhhhhh……..”“Pleaseee…….”Nick tidak menanggapi rintihan Susan, kini setelah segitiga pengaman Susan terlepas, bibirnya berhenti menghisap puncak kedua bukit yang memerah tersebut. Dijilatnya kedua putik itu, membuat Susan lagi-lagi merintih. Kemudian diambilnya gelas red wine yang tadi disuguhkan Susan, dengan perlahan Nick menuangkan sisa isi gelas tersebut ke belahan dada yang membusung itu, dijilatnya dengan satu jilatan panjang dan basah. Susan menggelinjang kegelian, kemudian berteriak kecil ketika cairan merah tersebut mengalir ke perut dan pinggangnya karena dengan segera Nick mengejar dengan lidahnya, seakan-akan tidak rela kalau ada setetes cairan yang terlewat. Lidah Nick akhirnya sampai ke daerah kewanitaan Susan.Daerah bukit kemaluan yang menonjol itu bersih tanpa ada rambut. Nick mengambil bantal dan mengganjalnya di bawah pinggul Susan sehingga keindahan itu kini terbuka dengan jelasnya. Dengan tangannya Nick membuka paha Susan lebih lebar, diurutnya dengan lembut pangkal paha Susan. Kemudian mulailah lidahnya menari-nari. mencari klitoris yang sudah membengkak penuh. Tidak digubrisnya erangan penuh kenikmatan yang keluar dari mulut Susan, dinikmatinya cairan kental dengan bau khas feromone bercampur red wine yang mengalir tanpa henti seiring dengan gerakan lidahnya yang kini menggelitik kedua bibir luar vagina Susan. Sesekali di sedotnya bibir tersebut, membuat Susan meronta-ronta liar penuh kepuasan.“Nick, please, I can’t take it any longer. Get inside of me, please……… AAAAHhhhhhhhhhhhh,” tiba tiba kedua paha Susan menjepit kepala Nick dengan kuat, tangannya mengepal mencari pegangan di rambut Nick, pinggulnya terangkat tinggi, tubuhnya bergetar hebat menyambut gelombang orgasme yang menghantamnya dengan sejuta kenikmatan. Susan masih terengah-engah ketika didengarnya bungkus plastik tersobek, Nick sedang mengeluarkan karet pelindung dan mengenakannya.“Jangan pakai Nick, I wanna feel you, the real you inside of me,” kataSusan lemah. Ia masih lemas setelah orgasmenya yang pertama, tapi rupanya Nick tidak akan memberinya kesempatan beristirahat.Nick mengelus-ngelus sekujur tubuh Susan untuk meredakan gelombang kenikmatan yang tersisa. Ia membuang bungkusan kondom yang terbuka itu ke lantai. Kemudian dengan kasar Ia menaiki tubuh Susan, Ditariknya kedua tangan Susan, ditindihnya dengan tangannya sendiri di samping telinga Susan. Dijilatnya daun telinga Susan, dengan keras lidahnya bermain disitu, kemudian bergeser ke belakang telinga, lalu ke leher, turun ke bahu, kembali ke payudara Susan yang kini terguncang bebas. Dirasakannya kejantannya bersentuhan dengan kewanitaan Susan yang basah dan hangat. Dengan satu gerakan keras Ia mendorong dirinya memasuki Susan, bibirnya mencari bibir Susan, mencegahnya berteriak. Terasa oleh Nick betapa lidahnya di hisap kuat, lidah Susan menari di langit-langit mulutnya menimbulkan rasa geli yang nikmat. Ia mulai menggerakkan pinggulnya maju mundur, menerobos kewanitaan Susan berulang-ulang.Pinggul Susan bergerak mengimbangi tusukan-tusukan Nick dengan otomatis. Ke kiri dan ke kanan, lalu memutar, kejantanan Nick serasa dipijat dan ditelan sekaligus. Rintihan Susan memancing gairah Nick naik semakin tinggi, dipercepatnya gerakan pinggulnya. “ooohhh….. feels so good babe……. yeah……..”Entah berapa lama Nick menyetubuhi Susan, menerima kenikmatan bersatunya kedua jenis kelamin itu. Susan pun merasakan hal yang sama, mulutnya menggumamkan nama Nick. Pinggulnya bergerak semakin liar. Ia bisa merasakan gelombang orgasmenya yang kedua mulai datang. Lebih nikmat dari yang pertama, seakan-akan ada sesuatu yang makin besar dalam dirinya, siap meledak sewaktu-waktu. Sementara itu Nick bergerak semakin cepat, mulutnya meracau.“Uhhhh……. I’m cumming……, ohhhhhhhhhhhh.”Seiring dengan itu Susan menjerit panjang, Ia dilanda orgasmenya yang kedua, lebih panjang, lebih nikmat, meledak dalam kontraksi otot-otot vaginanya yang membuat Nick mencapai orgasmenya dalam waktu yang hampir bersamaan.“Ooooohhhhhhhh!!!” tubuh Nick menegang, kemudian ambruk, lemas, disamping tubuh Susan.Basah oleh keringat, tangan Susan membelai dada Nick. Gemetar. Matanya membasah oleh air mata. Nick masih terdiam, menikmati belaian Susan. Kemudian disadarinya isak tertahan dari tubuh telanjang di sampingnya.“Elo nangis Sue???” tanyanya.Tidak ada jawaban, hanya bahu Susan yang berguncang menahan agar tidak lebih banyak air mata yang keluar. Sepi. Hanya tangis pelan Susan, ditambah dengung AC 3/4 pk di pojok ruangan yang terdengar.Nick menghela napas. Ia membelai-belai tubuh Susan untuk menenangkannya. Ditariknya selimut menutupi tubuh mereka berdua.“Do you love her Nick???” tanya Susan tiba-tiba, memecah keheningan.“Siapa?” Nick tersentak mendapat pertanyaan tiba-tiba tersebut.“Wanita yang kita temui di lift tadi, namanya Tessa?? Jangan kaget,” tambah Susan ketika dirasakannya tubuh Nick menegang.“Walaupun setengah mabuk tapi gue masih bisa ngeliat gimana elo orang berdua liat-liatan,” kata Susan. Perih hati Nick kembali meruyak, teringat pertemuannya dengan Tessa tadi.“Do you??” kejar Susan lagi.“Yes. I love her very much. Sometimes it hurts me coz i know i can’t live without her,” bisik Nick pelan.“Apa elo selalu nidurin cewe yang nggak elo suka cuma sebagai pelampiasan kekecewaan elo aja Nick??” pertanyaan Susan itu menusuk hatinya, membongkar rasa bersalah yang membuncah di hatinya.“Elo tau Nick, gue sayang elo udah dari dulu, gue rela tidur sama elo walaupun elo gak sayang gue. Tapi malem ini elo bener-bener nyakitin gue,”Susan mengusap air mata yang kembali mengalir di sudut matanya. “Sori kalo gue agak kasar tadi,” ucap Nick.“Bukan itu Nick, bukan fisik gue yang sakit. Tau nggak betapa sakitnya gue begitu tau elo bercinta sama orang lain, bukan gue, barusan,” kata Susan lagi.“Tapi…” kata kata Nick dipotong di tengah jalan.“Elo manggil-manggil namanya tanpa sadar tadi,” potong Susan perlahan.Seperti disambar petir rasanya. Nick termenung mendengar ucapan Susan.
Betapa Ia telah menyakiti hati gadis ini. Betapa jahatnya dia terhadap Susan. Nick bergerak untuk memeluk Susan, untuk menyatakan betapa menyesalnya dia atas perbuatannya. Tetapi Susan membalikkan tubuhnya, kini punggungnya yang telanjang menghadap Nick.“Nick, don’t…..” cegah Susan. “Tinggalin gue sendirian Nick, gue butuh waktu buat mikir,” katanya lagi.Nick bangkit perlahan. Ia memakai kembali pakaiannya, lalu duduk di pinggir ranjang. Tangannya meraih jemari Susan.“Sue, gue jahat sekali sama elo. I’m sorry. Please, can we……” Nick tidak melanjutkan kalimatnya. Ia berpikir apakah terlalu kejam untuk meminta Susan tetap menjadi temannya, setelah apa yang Ia perbuat malam ini. “Gue pergi Sue,” Nick akhirnya berkata. Dikecupnya kening gadis itu lembut. Sempat dilihatnya Susan memejamkan mata, sia-sia mencegah dua butir air mata mengalir keluar. Ia menganguk.“Don’t worry about me. Kunci pintunya Nick, trus balikin besok. biar gue pake kunci cadangan.”Pelan-pelan, Nick melangkah ke luar dari kamar Susan. Sebotol wine masih berdiri di atas meja, di sampingnya ada sebotol Black Label yang masih setengah penuh, diambilnya botol itu. Ia ingin mabuk malam ini. Di kepalanya segala pikiran bercampur aduk. Perasaannya terhadap Tessa, kejadian tadi di cafe, persetubuhannya dengan Susan, kata-kata Susan tadi. Ia ingin melupakan semuanya sejenak. Nick melangkah keluar, ke tempat parkir.*****
Ooops.. I did it again ! (with Sinta)
Kejadiannya masih dengan orang yang sama dengan kisahku yang sebelumnya, yaitu Sinta. Dia adalah teman sekampusku yang berbeda fakultas, selain itu dia juga teman kostku. Tingginya kira-kira 160 cm, umur 21 tahun, keturunan Chinese sepertiku, rambutnya kini sudah panjang sebahu lebih di-highlight kemerahan. Sifatnya yang periang dan lucu membuatnya mudah dekat dengan orang lain. Namun Sinta ini agak nakal, sehingga tidak heran ketika umur 16 tahun sudah kehilangan keperawanannya, dan sampai sekarang sudah 3 kali pacaran. Dua kali pacaran di SMA yang berumur pendek, dan yang sekarang yang ketiga dengan temanku yang sedang belajar di luar negeri.Saat itu Sinta baru pulang dari rumah sakit setelah beberapa hari lamanya menginap di
sana akibat jatuh dari tangga kampus. Walaupun sudah keluar rumah sakit, tapi kaki kirinya masih diberi obat dan belum dapat berjalan dengan benar, sehingga harus dibantu dengan tongkat. Ya, selama masa-masa itulah dia menjadi ‘ratu’ di kost kami, beberapa keperluan seperti makan dan urusan beli membeli dibantu oleh teman-teman kostnya termasuk aku.Suatu malam aku baru belanja di mini market dekat kostku, sekalian kubelikan juga barang-barang titipan Sinta. Waktu itu sudah hampir jam 9 malam, tapi kamar Sinta masih menyala, maka aku menyempatkan diri berkunjung ke
sana sekalian menyerahkan barang-barang titipannya.
“Masuk aja, belum dikunci kok..!” sahut suara dari dalam ketika pintu kuketuk. Sinta sedang duduk di ranjang sambil nonton TV, “Eh, Le tolong sekalian ambilin rokok gua dong di laci meja dong..!” pintanya. Kuberikan sebungkus rokok itu padanya dan dia menyulutnya sebatang. “Masih melek juga lu Sin, ngga ngantuk nih..?” tanyaku.“Ya gimana bisa ngatuk, hampir seharian di ranjang melulu kok, lu kok baru dateng sekarang sih, gua BT banget nih, acara TV-nya pada garing lagi, uuhh.., sebel..!” gerutunya.“Kan gua sibuk Sin, temen-temen lain kan tadi juga banyak yang main ke sini
kan.”“Iya, tapi
kan sepi kalo ngga ada lu buat temen ribut.” jawabnya sambil tersenyum nakal.Kami akhirnya ngerumpi macam-macam sampai tidak terasa sudah lebih dari jam 10 malam, dan kulihat Sinta sudah menghabiskan 2 batang rokok. Sebelum dia hendak mengambil kotak rokok untuk mencabut batang yang ketiga, aku mendahuluinya dan berkata, “Udah Sin, ini udah ketiga loh, lagi sakit gini kok makan asap terus sih, mau cepet mati yah..?” “Aahhh.., kok gitu sih, gua di rumah sakit ngga boleh ngerokok nih, kembaliin sini..!”“Jangan ah Sin, ngga baik, lu
kan belum sembuh betul..!” kataku sambil mengoper ke tangan yang satu lagi, sehingga kotak rokok itu makin menjauh darinya.Sinta hanya dapat menggapai-gapai karena kakinya masih pincang sebelah.“Iihh.., yang lagi sakit
kan kaki gua, ngga nyambung lu ah, mana sini..!”“Udah ah, besok aja lagi, udah segitu banyak masa ngga cukup sih..?”Sinta lalu melipat tangan dan membuang muka terhadapku, “Jahat..! Lu beraninya cuma sama cewek pincang, sebel..!”Nah, keluar deh salah satu ‘jurus’-nya kalau keinginannya tidak dituruti, paling pusing deh kalau dia sudah begini.
“Alahh, udahlah Sin, gua sih udah ngga mempan sama cara gituan, ini
kan buat kebaikan lu juga.” bujukku mencoba menenangkannya.“Eeemmhh.. Leo jahat, awas loh, pokoknya ntar gua bilangin ke Vivi lu dulu pernah gituin gua sama Ci Diana..!” ancamnya, lalu dia berbaring dan menarik selimut sampai menutupi kepalanya.“Aduh, Sin jangan gitu dong, kita damai aja deh ya..?” kataku sambil menggoyangkan badannya.Tapi dia tetap diam di balik selimut, maka kudekatkan posisiku dengannya dan mengguncang-guncangkan badannya lebih keras.“Sin.., Sin..! Wah, marah euy, sori dong Sin, gua
kan cuma main-main aja, gitu aja kok marah sih..!”Tiba-tiba dia membuka selimut dan menyambar tanganku yang memegang rokoknya. Aku yang tidak menduga gerakannya tentu saja kaget dan kehilangan keseimbangan, sehingga ikut tertarik ke depan. Dengan tidak sengaja aku menyentuh payudaranya, namun anehnya kami malahan terdiam dalam posisi itu. Wajahku hanya 5 cm dari wajahnya, aku dapat merasakan di balik dasternya itu dia tidak memakai BH. Wajah Sinta memerah dan memelototiku, tapi entah karena kekuatan apa, wajah kami makin mendekat saja seperti magnet.Tanpa pikir panjang lagi, langsung kulumat bibir Sinta yang indah itu. Kami berciuman mesra, kini mulut kami mulai membuka dan beradu lidah. Sinta begitu agresif memainkan lidahnya di mulutku, teknik berciumannya sangat profesional, maklum walau lebih muda tapi pengalaman sex-nya lebih banyak dariku.Ciumanku mulai turun ke telinga dan lehernya, sementara tanganku meremas dadanya. Kubuka selimut yang menutupi tubuhnya, lalu kusingkap pakaian tidurnya sehingga tampak kedua belah pahanya yang panjang dan putih mulus dengan kaki kiri yang terbalut perban itu.“Le.., pintunya, pintunya kunci dulu dong, ntar ada yang tau..!” katanya.Aku baru sadar dan segera kukunci pintu dan kumatikan lampu kamar dan menyisakan lampu neon 10 watt di dekat ranjang.Setelah kubuka seluruh pakaianku dan menyisakan CD-ku, kudekati dia yang berbaring pasrah. Aku menaikkan dasternya perlahan-lahan sambil mengelus-elus tubuhnya yang mulus. Sekarang yang tersisa di tubuh Sinta hanya sebuah celana dalam putih tipis yang menampakan bulu-bulu kemaluanya yang lebat. Aku berbaring di sisinya dan memulai seranganku dengan mengecup lembut bibirnya, sementara tanganku mulai merambat ke bawah mengusap-usap kemaluannya yang masih tertutup CD.Nafas Sinta sudah mulai memburu dan mengeluarkan suara-suara tidak jelas seperti mengigau, mulutku terus turun menuju payudaranya. Puting susunya yang mungil berwarna pink itu kuemut disertai dengan gigitan-gigitan kecil. Di tempat lain, tanganku menyusup ke dalam CD-nya, jari-jariku bermain di vaginanya yang mulai basah. Mula-mula kugosok-gosok dan kupermainkan klistorisnya dengan lembut, sampai tiba-tiba kusodokkan jariku ke dalam liang itu agak keras, sehingga Sinta tersentak dan menjerit kecil.“Awww.., Leo. Gitu ihh.. ngagetin orang melulu, sebell..!” katanya sambil mencubit dadaku.Aku tersenyum licik dan berkata, “Apa Sin..? Kaget..? Gimana kalo gini lebih kaget ngga..?”Habis berkata, aku langsung menusuk-nusukkan jariku dengan cepat pada vaginanya, sehingga dia menggelinjang seperti cacing kepanasan.“Aahh.. oohhh.. Le.. jelek..! Awww.., sebel ihh..!”Aku tambah bergairah mendengar jeritannya itu, kutambah lagi seranganku dengan mengulum daun telinganya dan sesekali kujilati lubang telinganya. Sinta semakin erat memelukku.“Le.., ooohh.. udah dong.., jangan siksa gua.. ahhh..!”Saat tubuhnya mulai mengejang, aku menghentikan seranganku pada vaginanya dengan maksud mempermainkan nafsunya.“Yahh.., kok udahan sih, padahal
kan bentar lagi..?” protes Sinta dengan nafasmasih memburu.“Hehehe.., sabar Sin, ini baru pemanasan, liat aja nanti..!”Kukeluarkan tanganku dari celana dalamnya, dan kulihat jari-jariku belepotan cairan bening dari liang kemaluan Sinta. Kuoleskan cairan itu pada payudara kirinya.“Eemmhh Leo, jorok iihh..!”Aku tidak perduli omelannya, dan kuteruskan dengan menjilati dadanya yang sudah kuolesi dengan love juice, rasanya memang aneh tapi sungguh nikmat, apalagi bercampur dengan payudara montoknya Sinta, sukar dilukiskan rasanya. Setelah puas menyusu, aku mengambil posisi berlutut diantara perutnya, dan Sinta yang sudah tahu kemauanku segera bangkit dan duduk di ranjang. Kini batang kemaluanku yang masih terbungkus celana dalam tepat di depan wajah Sinta. Mula-mula dielus-elusnya gundukan keras itu dengan tangan dan pipinya, lalu dibukanya CD-ku hingga menyembullah benda di baliknya yang sudah mencapai ukuran maksimal.“Ckk.. ck.. ck.. gile, lucky banget tuh si Vivi bisa sering diservis ama ‘adek’ lu ini, gua paling cuma kalo si Andry pulang aja..,” katanya sambil mengelus-elus penisku.Bibir Sinta mulai turun menuju kedua bola ‘pusaka’-ku, dijilati dan diemutnya benda itu. Setiap jengkal kemaluanku tidak luput dari jilatannya, hingga kemaluanku basah kuyup oleh ludahnya, tapi dia belum juga memasukkan penisku ke mulutnya.“Sin, cepet dong, kok cuma dijilat aja, ngga tahan nih..!” kataku tidak sabar.“Eeiitt, sabar Le, ini kan baru pemanasan, tunggu dong, kalau makan es krim waktu panas-panas
kan harus pelan-pelan baru kerasa enaknya.”Sialan, pinter juga nih anak membalasku tadi, tapi bener juga perkataannya, kalau terlalu buru-buru memang kurang terasa nikmatnya.Kini diarahkannya penisku ke mulutnya, mula-mula diciumnya kepala kemaluanku, kemudian perlahan-lahan mulut mungilnya mulai membuka, sedikit demi sedikit batangku ditelan sampai menyentuh di tenggorokkannya, sebelum mulai dia melirik padaku dulu dengan tatapan nakalnya. Harus kuakui, sungguh hebat si Sinta ini dalam bercinta, penisku dikulum-kulum dalam mulutnya, divariasikan dengan permainan lidahnya. Terkadang dia juga menjilati lubang kencingku, sehingga aku tidak tahan untuk tidak mendesah.“Uuuhh.., aakkhh.. edan.. belajar darimana.. lu.. aahh.. Sin..? Enak banget ahh..!”Tanpa menghiraukan pertanyaanku, dia terus mengkaraoke penisku, kepalanya maju mundur dan sesekali dia melirik wajahku untuk melihat reaksiku.Dalam waktu kurang dari 15 menit, akhirnya, “Creet.. creet.. creet..!” beberapa kali ‘adik’-ku muntah-muntah di mulut Sinta disertai desahan panjangku.Hebatnya, dia tidak melepaskan penisku dari mulutnya, dia tampak berkonsentrasi menghisap dan menelan habis semua cairan itu. Penisku serasa disedot vacum cleaner saja waktu itu, tidak sedikitpun spermaku menetes keluar dari mulutnya. Baru setelah tidak ada yang muncrat lagi, dia perlahan-lahan melepaskan penisku.Dia tersenyum padaku dan berkata, “Wah, payah lu, baru sebentar udah ngecret, si Andry aja masih tahan lebih lama dari lu loh..!”“Habis udah konak banget sih Sin, lagian lu kok karaokenya enak banget, beda sama Vivi dan Ci Diana, swear loh..!”“Iyalah Le.., Vivi dan Ci Diana kan cewek alim, ngga bandel kaya gua..”Sinta kembali berbaring, celana dalamnya kulepas dengan hati-hati, terutama saat melewati kaki kirinya, karena takut menyakitinya. “Sin, jangan terlalu ribut yah, kalo si Thomas dan Ami denger bisa gawat..!” kuperingatkan dia karena posisi kamar ini tidak begitu strategis, sementara Sinta kalau ML ribut banget.Pantas kalau Andry pulang ke Indonesia, Sinta sering tidak pulang ke kost, rupanya si Andry juga mau cari aman.Aku mengatur posisi, Sinta berbaring miring dan kaki kanannya kuangkat. Meskipun unvirgin, tapi kemaluannya masih rapat dan kencang (pasti rajin dirawat nih), penisku lumayan susah juga menembus vaginanya, untung ada love juice dan ludah yang melumuri penisku sebagai pelumas. Perlahan-lahan penisku mulai tertanam pada liang itu diiringi desah kenikmatan Sinta. Saat kurasa penisku sudah masuk penuh, kuhentikan sejenak aktivitasku agar Sinta dapat terbiasa dan menikmati dulu.
Sambil kubelai rambutnya, kusentakkan pelan pinggulku, makin lama gerakkanku makin cepat, bahkan sesekali aku melakukan sodokan keras terhadapnya. Sinta menjerit-jerit sambil menggigiti jarinya berusaha agar jeritannya tidak terlalu keras. Hampir setengah jam kami bertahan dengan posisi itu, kurasakan dinding kemaluannya mulai berdenyut-denyut menyebabkan penisku makin tertekan. Tubuhnya meronta-ronta dengan liar, jeritan yang keluar dari mulutnya pun makin histeris. Mendengar rintihan tidak karuan itu, aku makin ganas saja, payudaranya kuremas-remas dengan brutal, sehingga dia makin kesetanan.“Le.., ahh… akkhh.. boleh.. ohh.. di dalam.. akhh..!” katanya lirih.Kami akhirnya mencapai puncak kenikmatan bersama, spermaku tertumpah di rahimnya, sebagian meleleh keluar karena cukup banyak. Kulumat bibirnya agar jeritannya terhambat. Sambil berpelukan dan berciuman, kami menikmati sisa-sisa orgasme. Kulepaskan penisku dari vaginanya, tubuh kami sudah licin dan basah oleh keringat yang membanjir.Setelah tenagaku pulih, aku menggendong dan mendudukkannya di meja belajar. Sebenarnya aku mau melakukan doggy style, karena Sinta paling enak digarap dengan posisi ini (baca “Hadiah Bagi Pahlawan”). Namun dengan kondisi kaki seperti ini tentu tidak nyaman baginya, maka kugarap dia dengan posisi duduk di meja. Tubuhnya menggelinjang liar di atas meja sampai setumpuk buku di dekatnya berjatuhan ke lantai akibat tersenggol olehnya. Mulutnya juga aktif mengimbangi dengan ciuman dan jilatan baik pada mulut, leher, dan telingaku.Kali ini aku akhirnya berhasil meng-KO-nya setelah sodokan-sodokan khasku membuatnya orgasme lebih awal dan memintaku berhenti. Namun aku terus menggenjotnya beberapa menit sampai aku mencapai klimaks.“Ha.. ha.. ha.., akhirnya ngaku kalah juga lu Sin..!” kataku dengan bangga.“Licik, gua kan masih sakit, tunggu aja kalo gua sembuh nanti Le..!” balasnya.Walaupun aku menang darinya, namun terus terang aku sendiri merasakan kelelahan yang amat sangat. Butuh waktu dan tenaga extra untuk menaklukkan gadis berpengalaman seperti dia.Aku menggendongnya kembali ke ranjang, kami berbaring menyamping berhadapan. Lalu dia tersenyum, sambil mencolek hidungku dia berkata, “Nakal juga yah lu, tega-teganya ngentotin ceweknya sobat sendiri.”“Ah, lu juga Sin, masa cowoknya saudara lu (Sinta dan Vivi masih saudara jauh) juga lu ajak gituan..!” balasku.“He.. he.. he.. ngga apa-apalah sekali-sekali selingkuh, yang penting kan hati gua tetap buat Andry dan hati lu tetap buat Vivi, ya ngga Le, it just sex, not love..,” jawabnya.Aku mengambil dan mengenakan kembali pakaianku, lalu kubantu dia memakaikan pakaiannya. Waktu sudah menunjukkan lebih dari jam 12 malam.“Sin, gua mau balik dulu, cepet sembuh yah, bye..,” kataku sambil mengecup keningnya.Sampai di kamar, aku langsung tertidur kelelahan. Lain kali akan kuceritakan pengalaman lain yang tidak kalah menarik, terutama dengan pacarku yang belum kuceritakan sampai sekarang.
who is the boss ?
Suatu hari di kantor, penampilan Sylvia, sekretarisku, agak berbeda dari biasanya. Dengan blazer dan rok mini yang serba merah, sangat kontras dengan kulitnya yang putih mulus. Belum lagi lipsticknya yang merah senada di bibirnya yang mungil serta rambutnya yang ikal terurai, membuat wajahnya yang judes menggemaskan itu makin nampak sensual. “
Kan hari ini ulang tahunku, jadi boleh dong tampil beda,” jawabnya waktu kupuji. “Kalau gitu pulang kantor nanti kita langsung makan-makan ya,” kataku lagi. Sylvia cuma mengangguk dibarengi dengan senyum manisnya.
Pulang kantor, kami langsung menuju ke resto di sebuah hotel bintang
lima. Sambil makan, seperti biasa kami ngobrol dan bercanda. Memang hubunganku dengannya bukan hanya dalam kerja saja, tapi juga dalam hubungan pribadi. Sering dia aku ajak jalan, entah nonton atau sekedar ke cafe. Dari cerita-ceritanya, aku jadi tahu juga bahwa dia belum lama putus dengan cowoknya yang orang Amerika. Bahkan lebih jauh lagi, dia mengaku sering melakukan ML selama pacaran dan sudah mencoba berbagai
gaya. Dan menurutnya yang paling membuat dia puas adalah bila dia bisa mendominasi pacarnya dengan
gaya apapun. Entah kenapa dia begitu terbuka padaku.
Selesai makan, aku sengaja membuatnya surprise dengan memberinya hadiah menginap di hotel tersebut. Kebetulan hari itu hari Jum’at sehingga dia tidak usah memikirkan kerja esok harinya. “Makasih ya..” bisiknya di telingaku sambil mengecup pipiku. Aku kemudian mengantarnya sampai ke kamar di atas dan melanjutkan ngobrol sambil minum wine.
“Syl, kamu minta apa lagi nih sebelum aku pulang?” tanyaku.
“Aku minta dua hal aja. Pertama, Bapak nggak usah pulang, dan yang kedua, Sylvi pengen gantian jadi boss malem ini aja,
kan Bapak biasa merintah, sekarang aku yang merintah Bapak ya,” katanya agak manja.
Kaget juga aku mendengar permintaannya, dan baru kuingat cerita dia yang suka mendominasi pacarnya tadi. Karena sayangku padanya sembari penasaran juga, langsung kuiyakan.
“Oke, kupenuhi permintaanmu bossku yang cantik, sekarang aku siap melakukan apa saja perintahmu, dan jangan panggil aku Bapak lagi ya,” candaku lagi.
Bagai bermain sandiwara, dengan tetap duduk dan menyulut rokok, Sylvi mulai memerankan dirinya sebagai bossku, dan dengan wajahnya yang memang judes itu pantas sekali dengan perannya.
“Oke Jo, buktikan kata-katamu, sekarang aku mau kamu buka seluruh pakaianmu sambil berdiri..!” perintahnya langsung yang membuatku kaget setengah mati.
“Buka semuanya Syl?” kataku lagi tak percaya.
“Iya..! kenapa? nggak mau?”
“Iy.. iya deh..” jawabku terbata-bata sambil berdiri dan pelan-pelan mulai membuka satu persatu pakaianku mirip penari striptease.
Bersamaan dengan lepasnya pakaian terakhirku alias CD-ku, kulihat Sylvia menatap batang kemaluanku yang masih belum bangkit sambil mengepulkan asap rokoknya. Karena risih, kusilangkan kedua tanganku menutupinya. Namun tiba-tiba Sylvia beranjak dari tempat duduknya lalu mengambil ikat pinggang di celanaku. Tangannya kemudian menarik paksa kedua tanganku ke belakang dan diikatnya dengan ikat pinggangku. “Nah, begini lebih bagus khan?” katanya lagi sambil duduk kembali di sofa. Kali ini dia menyilangkan kakinya yang ramping itu agak tinggi sehingga rok mini merahnya makin naik ke atas. Kontan kelakianku mulai bangkit perlahan-lahan melihat pemandangan indah pahanya yang putih mulus serta padat berisi itu. Dan memang ini yang diharapkannya.
“Ayo, tunjukkan seberapa besar punyamu,” katanya lagi yang dilanjutkan dengan diluruskannya kakinya ke depan hingga ujung sepatunya yang runcing menempel di batang kemaluanku. Dengan posisiku yang masih berdiri dengan tangan terikat, makin tak karuan perasaanku. Gesekan-gesekan ujung sepatunya di kemaluanku membangkitkan sensasi tersendiri dan malah justru membuatku ingin terus mengikuti permainannya. Sesekali diputar-putarnya sepatunya mengelilingi batang kemaluaku yang makin mengeras sambil terkadang mempertontonkan keindahan pahanya dengan membuka sedikit kaki satunya. Tiba-tiba, Sylvia menghentikan kegiatannya dan menarik kakinya kembali. “Keenakan kamu ya Jo.. sekarang berlutut!” perintahnya yang mengagetkanku, namun kuturuti saja kemudian kemauannya. “Kamu harus berterima kasih sama ini sepatu yang membuatmu keenakan,” tambahnya lagi sambil melepas sepatu berhak tingginya dan menyodorkannya ke mukaku. “Tunjukkan terima kasihmu dengan cium ini sepatu!” Belum lagi aku sempat teratur bernafas, lubang sepatunya sudah menutupi hidung dan mulutku sehingga aku menghirup langsung aroma khas di dalamnya yang makin membangkitkan nafsuku. Tangannya terus menekan sepatunya ke mukaku dan tak membiarkan aku menghirup udara segar, sementara aku tak berdaya dengan posisi berlutut dan tangan terikat. “Enak
kan Jo..? kamu pasti lebih suka lagi sama isinya deh..” katanya sambil menarik sepatunya dari mukaku.
Dengan cepat diangkatnya kaki kanannya lurus ke depan hingga kakinya hanya beberapa centi saja di depan mukaku. Kutatap sejenak kakinya yang indah dan bersih itu. Jari-jarinya mungil dan putih, kontras sekali dengan cutex-nya yang merah menyala.
“Tunggu apa lagi..? ayo cium kakiku!”
“Baik.. baik boss,” jawabku sambil perlahan menundukkan kepalaku menghampiri kakinya.
Mulai kudaratkan bibirku di punggung kakinya dan kugeser pelan dari atas ke bawah sambil merasakan kehalusan kulitnya. Dari situ kugeser lagi bibirku ke samping kakinya hingga ke mata kaki yang membuatnya menggelinjang kegelian. Sylvi nampak sangat menikmatinya sambil terus mengepulkan asap rokoknya. Dinaikkannya sedikit kakinya agar aku bisa menciumi telapak kakinya yang berlekuk indah itu. Sylvi makin kegelian dan mulai merintih pelan waktu kucium sepanjang telapak kakinya yang beraroma khas, namun justru makin membangkitkan nafsuku.
“Ayo, keluarin lidahmu, jilatin cepet!” perintahnya lagi yang langsung kukerjakan dengan penuh nafsu. Dari jilatan panjang telapak kakinya, kuakhiri di bawah jari-jari kakinya yang membuat Sylvi menggeliat dan menarik kakinya mundur. “Buka mulutmu!” perintahnya. Belum lagi mulutku terbuka semua, ujung kakinya didorongnya masuk sehingga jari-jari kakinya yang mungil berada di mulutku sampai aku gelagepan. Tanpa menunggu perintahnya, kumainkan lidahku disela-sela jarinya sambil sesekali menghisapnya. Kulihat kepala Sylvi menengadah ke atas, tanda menahan geli yang sangat. “Isep satu persatu jariku!” demikian pintanya. Sambil kuhisap satu demi satu, diam-diam Sylvi membuka sepatu kaki kirinya dan langsung mengarahkannya ke hidungku yang bebas, lalu menjepitkan jari-jarinya di situ. Kini lengkap sudah kedua kakinya yang mungil itu terlayani sekaligus. Satu di mulutku dan satunya di hidungku. Sementara itu, aku makin bisa menikmati permainan yang penuh sensasi ini, bahkan makin penasaran menunggu perintah selanjutnya.
Kegiatan tadi cukup membuatnya berkeringat, walaupun AC di kamar cukup dingin. Sylvi sekonyong-konyong menghentikan permainannya dan berdiri meninggalkanku yang masih dalam posisi berlutut. Dari kejauhan kulihat dia mulai melepas blazer dan bajunya sekaligus, sementara BH dan rok mininya masih dibiarkan menempel. “Jo, coba kemari!” teriaknya dari depan lemari kamar. Aku kemudian menghampirinya dan berdiri di belakangnya. “Lihat badanku berkeringat nih.. ayo jilatin!” perintah Sylvy makin menggila dan membuatku kaget. Namun aku yang tak berdaya dengan tangan masih terikat ini cuma bisa memenuhi permintaannya saja. Dari posisiku berdiri, kembali batang kemaluanku berdenyut-denyut memandang kemulusan kulit tubuhnya bagian atas yang putih bersih serta mengkilap karena keringatnya. Dan waktu kutempelkan bibirku di bahunya, “Aaah..” tercium aroma tubuhnya yang sangat merangsang gairahku. Campuran antara parfum dan keringatnya ini membuatku tak langsung menjilatinya, namun kugunakan hidung dan bibirku terlebih dahulu untuk menghirup sepuas-puasnya keharuman tubuhnya. Sylvipun tak menolak, bahkan menggeliatkan tubuhnya waktu ciumanku berpindah dari bahunya ke sepanjang lehernya yang putih mulus. Tak kulewatkan gigitan-gigitan kecil di telinganya sebelum Sylvi menyibakkan rambutnya dengan tangan kirinya memintaku turun ke tengkuknya yang ditumbuhi bulu-bulu halus itu.
Dari situ, lidahku mulai menari-nari dengan turus turun menyusuri punggungnya yang mengkilap hingga ke atas rok mininya yang masih menempel kencang. Wajahku lalu kugerakkan ke arah pinggangnya yang ramping, dan waktu Sylvi menggeliat dengan kedua tangan ke atas, wajahku kugeserkan ke atas menuju ketiaknya yang terbuka lebar. Sylvi makin menggelinjang waktu bibir dan hidungku berputar-putar di ketiaknya yang putih bersih tanpa bulu itu, sampai-sampai lengannya dirapatkan kembali hingga kepalaku terhimpit di situ. “Mulai nakal ya kamu,” desah Sylvi sambil menahan geli. Tak banyak yang bisa kulakukan kecuali menghirup aromanya yang penuh sensualitas itu.
Entah apa lagi yang akan dilakukannya. Silvy melepaskan kepalaku tiba-tiba lalu berbalik dan menyuruhku kembali berlutut. Dengan gerakan refleks, tangannya masuk ke dalam rok mininya dan menarik celana dalamnya ke bawah. Begitu lepas, Sylvi langsung merenggangkan kakinya dan mengangkat sedikit demi sedikit rok mininya dengan kedua tangannya, hingga muncul pemandangan indah tepat di depan wajahku. Bagian bawah kemaluannya nampak mengintip di balik rok mininya yang tersingkap. Batang kemaluanku makin keras memandangnya, apalagi dibarengi dengan liukan-liukan erotis pinggulnya yang menggodaku.
“Kamu pasti mau merasakannya
kan?” goda Silvy.
“Ayo, tunggu apa lagi? lumat sepuasnya!” katanya keras sambil menjambak rambutku dan menariknya ke dalam rok mininya.
Wajahku jadi terbenam di selangkangannya dengan posisi terus berlutut dan kedua tanganku yang masih terikat ke belakang. Mulailah bibir dan lidahku menjalankan tugasnya dengan melumat liang kemaluannya yang ternyata sudah basah sedari tadi. Aroma khasnya di situ makin membangkitkan nafsuku untuk memainkan lidahku dengan liar. dan membuat liukan-liukan Sylvi menjadi makin tak karuan menahan nikmat yang tiada
tara. Kadang-kadang kakinya bergetar waktu bibirku menemukan clitorisnya dan mengemutnya lembut.
Merasa tak tahan lagi, Sylvi malah menaikkan kaki kirinya ke atas meja koper di sampingnya, sehingga praktis rok mininya tak menutupi apa-apa lagi. Liang kemaluannya makin terbuka lebar yang membuat lidahku makin leluasa menjilat dan mengemut segala sudutnya. Tangannya makin keras menjambak rambutku ikut mengatur gerakan-gerakan kepalaku di selangkangannya, sampai akhirnya dengan sekuat tenaga ditekannya dalam-dalam wajahku dibarengi dengan hentakan-hentakan pinggulnya yang hebat. “Aghh.. agghh,” teriaknya lepas menandakan telah tercapainya puncak kenikmatan di dirinya. Kedua pahanya menghimpit keras kepalaku beberapa saat lamanya. Sementara itu wajahku pun tak bisa banyak bergerak dan hanya bisa menikmati hangatnya cairan yang membanjir dari liang kewanitaannya.
Pelan-pelan himpitannya pahanya mengendur, lalu dia menyuruhku duduk di kursi tegak di depan meja rias. Sylvi tetap tak membuka ikatan tanganku, bahkan memindahkannya ke belakang kursi, sehingga posisiku mirip orang tahanan yang sedang diinterogasi. Bedanya aku dalam keadaan bugil total dengan batang kemaluanku yang berdiri tegak dan sulit turun, apalagi melihat di kaca rias, Sylvi mulai memerosotkan rok mini merahnya di sebelahku. Beberapa detik kemudian Sylvi membuat kejutan lagi dengan segera duduk di meja rias depanku dengan posisi kaki mengangkang dan tangan menumpu ke belakang. Sengaja rupanya dia berbuat begitu agar aku makin tersiksa memandang segarnya kemaluan wanita muda ini serta keindahan tubuhnya tanpa bisa berbuat apa-apa, walaupun masih tersisa BH mini hitamnya yang membuat buah dadanya menyembul bak hendak keluar.
Masih dengan liukan-liukan erotisnya dengan wajahnya yang dingin penuh sensualitas menatapku, pelan-pelan kedua kakinya diturunkan sambil memajukan tubuhnya hingga kakinya terkangkang menghimpit pinggir kursi yang kududuki. Ingin rasanya segera kutusukkan batang kemaluanku yang tepat berada di bawah kemaluannya, namun Sylvi punya sensasi lain. Mataku yang kini tepat di depan buah dadanya harus memandang gerakan tangannya yang perlahan ke belakang, membuka kaitan BH-nya dan melemparnya jauh. Kedua tangannya lalu dilepaskannya ke samping sambil lebih menegakkan badannya membiarkan mataku tak berkedip memandang kedua bukitnya yang tak begitu besar namun bulat padat dan mancung ke depan. Putingnya yang nampak menegang berwarna merah muda itu sangat kontras sekali dengan warna kulitnya yang putih mulus.
Sylvi membuatku makin panas-dingin dengan gerakan tangannya kemudian yang memelintir-melintir sendiri putingnya sambil meliuk-liuk.
“Kamu pasti mau ini!” kata Sylvi menggodaku.
“Iya boss.. aku mau.. please,” pintaku menyambung.
“Ayo jilat!” perintahnya sambil tiba-tiba menyodorkan buah dadanya ke depan.
“Slurp.. slurp..” lidahku menjilat-jilat putingnya dengan ganasnya bak makan ice cream.
Bersamaan dengan itu Silvy menurunkan tubuh mungilnya sehingga batang kemaluanku yang makin tegak mengeras terbenam ke dalam lubang kemaluannya. “Aaakh..”, desah kami hampir bersamaan merasakan nikmat yang penuh sensasi ini. Tubuhnya bergoyang hebat seirama dengan membabi butanya bibir dan mulutku menjelajah kedua bukitnya yang berguncang-guncang bebas. Keringatnya yang deras di situ makin melicinkan jalannya bibirku berpindah-pindah di kedua bukitnya.
“Ayo gigit.. isep sepuasmu!” perintahnya lagi sambil meluruskan kedua tangannya berpegangan pada ujung atas kursiku. Gerakan pinggulnya yang kadang berputar kadang naik-turun membuat batang kemaluanku bagai dikocok dan terasa semakin licin menembus lubang kemaluannya dari bawah. Ketika goyangannya makin cepat, kembali mendadak Sylvi menghentikan gerakannya dan mengangkat tubuhnya buru-buru. “Aku mau ganti posisi,” katanya cepat sambil membuka ikatan tanganku, lalu naik ke tempat tidur dengan posisi merangkak. Pantatnya yang putih mulus menungging di hadapanku membuatku berinisiatif menciumi bongkahan pantatnya bersamaan dengan kubukanya kedua pahanya lebih lebar dengan tanganku yang sudah bebas. Sylvi tak tahan, apalagi waktu kujilat panjang berulang-ulang di sepanjang belahan pantatnya. “Cepaat masukkan,” teriaknya menahan geli. Segera kuhujamkan batang kemaluanku ke lubang kemaluannya dari belakang. Sylvi meronta-ronta kenikmatan waktu gerakan memompaku makin cepat, apalagi dibarengi kedua tanganku yang begerilya meremas-remas buah dadanya di depan.
Kembali Sylvi tak tahan, dan dia menginginkan permainan ini diakhiri dengan posisi berhadapan. Tubuhnya membalik dengan cepat dan menjepitkan kedua kakinya di pinggangku. Dengan cepat kupompakan batang kemaluanku yang disambut kembali dengan goyangan pinggulnya yang seksi. Sylvi lalu melepaskan jepitan kakinya dan menaruh ujung kakinya di kedua bahuku.
“Gunakan mulutmu.. ciumi apa yang ada,” perintahnya sambil tersengal-sengal.
“Baik boss,” jawabku lagi sambil meraih kedua kakinya yang indah itu ke wajahku dan kujilat-kujilat dengan lahap telapak kakinya.
Goyangan pinggulnya menjadi semakin menggila mengikuti kegelian di kakinya. Sementara posisi batang kemaluanku yang masuk tegak lurus ke liang kemaluannya membuatnya makin mendekati klimaks. Benar saja, Sylvi melebarkan pahanya tiba-tiba dan menarik tubuhku ke arahnya.
“Lebih cepat.. ayo!” perintahnya yang segera kuikuti dengan hujaman batang kemaluanku yang makin dalam dan cepat dibarengi dengan mulutku yang kini mendarat di buah dadanya kembali.
“Ahh.. ahh.. agghh..” teriak Sylvi bersamaan dengan tubuhnya yang melengkung ke atas menandakan kenikmatan tiada
tara.
Sylvi yang mengetahui aku belum mencapai klimaks langsung meraih batang kemaluanku dan mengocoknya cepat. “Aku mau kau keluarkan di mulutku.. cepat!” kata Silvy sambil membuka bibirnya yang sensual itu tepat di depan batang kemaluanku. “Iyya boss.. iyya,” jawabku tersengal-sengal menahan nikmat. “Aaagghh..” erangku kemudian berbarengan dengan menyemburnya cairan dari ujung batang kemaluanku yang langsung memenuhi mulut dan wajah Sylvi. Tak Cuma berhenti disitu saja. Sylvi kemudian menjilat-jilat sisa cairan di sepanjang batang kemaluanku, memainkan lidahnya di ujung kepalanya, dan diakhiri kuluman lembut dengan memasukkan dalam-dalam batang kemaluanku ke mulutnya yang membuatku bagai terbang di awan.
“Sylvi jadi bossku terus aja yah,” kataku sambil mengecup bibirnya lembut setelah kami beristirahat.
“Kenapa.. suka ya permainan tadi? kalo gitu ciumin lagi tubuhku sebelum masa jabatanku berakhir,” katanya lagi yang kali ini agak manja.
“Dengan senang hati boss,” jawabku sambil mulai menjilati kembali tubuh bugilnya yang mulus dan menelentang pasrah itu tanpa ada yang terlewatkan.
Hari Seninnya, pagi-pagi di kantor, kami bertemu. “Selamat pagi boss,” sapa kami bersamaan. Aku dan Sylvi saling memandang sejenak lalu tertawa bersama. So, who’s the boss?
TEKNISI KOMPUTER
Aku tuliskan cerita ini berdasarkan kenyataan yang pernah aku alami sebelumnya. Aku adalah seorang wanita keturunan chinese yang tergolong cantik dan sexy, itulah penuturan setiap laki-laki yang pernah menikmati tubuhku. Saat ini usiaku sudah 35 tahun dan mendapatkan seorang anak yang berusia 5 tahun dari seorang suami keturunan chinese yang berusia 55 tahun.
Kejadian ini berawal karena komputerku yang error operating systemnya, sehingga aku menghubungi salah satu toko komputer untuk memperbaikinya.
“Halo dengan toko powell komputer?”
“Iya halo juga,” suara laki-laki menyambut diseberang
sana.
“Maaf dengan siapa saya bicara?”
“Dengan Didit, bisa saya bantu?”
“Komputer saya error nih windowsnya bisa dibantu?”
“Oo bisa””Kapan Didit bisa ke tempat saya untuk service?”
“Sekarang juga bisa”
“Ok kalau gitu saya tunggu. Alamatnya di..”
“Ok saya langsung kesana”
Sebenarnya beberapa saat lagi aku harus pergi ke pesta sehingga aku harus siap-siap merias wajah dan berpakaian pesta. Saat itu aku mengenakan gaun backless cukup pendek yang diikat tali dibelakang leher berwarna pink sehingga memamerkan bagian paha aku yang cukup membuat laki-laki menelan air liurnya. Selain memamerkan paha saya, punggung saya terbuka hingga lekukan pinggang. Setiap orang yang melihat pasti tahu kalau saat itu saya tidak mengenakan bra sama sekali. Tapi saya mengenakan CD g-string berwarna pink serta sarung tangan panjang warna putih sampai di siku lengan.
Terkadang saya suka khawatir kalau ada mata yang menatap lekat bagian pangkal paha saya, karena saya membiarkan semua yang tumbuh disana liar tanpa sentuhan tangan manusia sama sekali. Sepatu hak tinggi berwarna putih juga menghiasi kakiku yang cukup serasi dengan warna putih juga.
Setelah selesai aku duduk di sofa menunggu kedatangan Didit sambil nonton TV dan menghisap rokok marlboro hijau. Dan tidak lama kemudian aku mendengar ketukan dipintu.
“Siapa??”
“Maaf apa ini dengan Tante Eliza?”
“Iya betul,” kujawab sambil membukakan pintu apartment.
“Anda siapa?” kutatap seorang pribumi yang lebih tinggi sedikit dari aku dan berkulit agak kehitaman. Kulihat dia agak sedikit bingung dengan penampilan diriku.
“Ehmm saya dari Powell Komputer”
“Oh silakan masuk,” sambil menutup pintu dan berjalan mendekati komputer yang ada di ruang tamu dekat dengan sofa.
“Ini komputernya yang error”
Dari caranya berjalan dan tutur katanya, aku dapat menilai kalau dia sedikit pangling dan grogi berdekatan dengan diriku. Setelah tiba di hadapan komputer, dia langsung menekan tombol power dan berkata.
“Saya cek dulu Tante”
“Silahkan”
Kemudian aku duduk di sofa dan melanjutkan nonton fashion TV. Aku tidak menyadari kalau sesekali matanya melirik ke aku yang mengenakan gaun sexy itu. Aku menumpangkan kaki kiri ke kaki kanan sehingga bagian bawah gaun aku sedikit tertarik keatas, membuat paha aku semakin nikmat ditonton oleh laki-laki pribumi itu.
“Ehmm Tante bisa nggak komputernya diformat, soalnya harus diinstall lagi”
Aku tahu dari awal bahwa memang dia ingin menatap tubuh aku yang sintal bukan untuk menanyakan hal itu. Akhirnya aku mempersilahkan duduk di sofa tempat dimana aku duduk di sebelahnya karena aku tidak terbiasa berbicara dengan berteriak.
“Ehmm iya Tante” dia berjalan sambil menatap paha aku yang terlihat sangat mulus sekali.
“Berapa lama untuk install komputer?”
“Paling lama 2 jam Tante, kalau boleh tahu memang kenapa Tante??”
Dia mencoba untuk memperbanyak omongan karena dia masih ingin duduk di dekatku yang mengeluarkan bau harum sekali.
“Soalnya Tante harus segera pergi ke pesta 15 menit lagi”
Aku menurunkan kaki dan mengambil minuman di meja dengan setengah membungkuk.
“Didit mau minum apa?” kulihat dia tampak bingung dengan pandangan tertuju ke kakiku.
“Mau Tante”
“Air putih atau soft drink”
“Terserah Tante aja”
Aku kemudian meneguk minuman di gelas dan meletakkan di meja sambil mengambil bungkusan rokok marlboro dan mengeluarkan isinya. Kemudian sebatang rokok terselip di bibir aku dan aku tampak kebingungan mencari korek yang tertinggal entah dimana. Didit melihat aku mencari korek yang tidak ketemu, kemudian dia langsung menyodorkan zippo.
“Nich Tante”
Kumemajukan sedikit tubuhku sehingga gaunku yang belahan dadanya rendah memamerkan tetekku yang tidak memakai BH. Setelah rokok tersulut aku lemparkan senyum kecil.
“Makasih dit,” sambil menghembuskan asap rokok.
Aku tahu persis jika Didit saat itu terpesona dengan tetek yang menantang di dadaku itu.
“Kalau mau ngerokok isap saja,” aku mengambil bungkus marlboro hijau dan membukanya tapi ternyata kosong.
“Ehhmm saya ada Tante, saya suka yang merah” matanya tetap melalap tetekku dengan tidak peduli kalau aku melihatnya.
“Sebentar ya dit Tante ambil minuman dulu”
Aku berjalan ke dapur dengan melenggak-lenggokkan bongkahan pantatku yang aduhai ini.
“Iya Tante,” jawabnya dan aku yakin sekali kalau Didit melihat pantatku yang melenggak lenggok itu.
Aku kembali membawa sekaleng coke dan sedotan kemudian duduk di sebelah kiri Didit, tanpa kusadar posisi dudukku sangat dekat sekali dengannya. Kuberikan minuman itu ke tangannya.
“Makasih Tante, kirain mo dikasih minuman yang seger-seger Tante,” katanya sambil tersenyum.
“Didit bukannya bilang dari tadi, minuman apa yang Didit mau?” kupancing arah pembicaraannya dengan sedikit menjurus sambil mengikat rambutku yang panjang dengan model ekor kuda sehingga memamerkan ketiakku yang mulus tanpa bulu itu.
“Minum susunya,” jawab Didit yang mulai mencoba menggoda aku.
Yang terbersit dalam pikiranku saat itu adalah pasti Didit berpikir kalau ketiak aku saja mulus apalagi sesuatu yang tersembunyi di dalam selangkanganku.
“Sorry Dit, Tante belom belanja ke supermarket jadi nggak ada susu” jawabku pura-pura dan kembali menghisap rokok sampai pipiku terlihat kempot.
“
Ada kok Tante” matanya melirik ke tetekku.
“Tadi Tante nggak ngeliat di kulkas ada susu,” jawabku semakin ingin tahu adakah rasa keberanian laki-laki pribumi ini terhadap seorang wanita chinese yang begitu aduhai.
Kemudian aku melanjutkan mengikat rambut dengan kedua tangan, tapi rokok tersebut masih melekat di bibirku.
“Ada Tante masa Tante nggak sadar sich kalau ada?” jawab Didit sekenanya karena aku yang selalu menantang terus.
Kusudahi sandiwaraku dengan menjawab, “Iihh Didit.. Ini kan punya
Om” aku sambil tersenyum kecil.
“Oo punya
Om yahh.. Kalau saya minta dikit gimana Tante” sambil tersenyum nakal.
“Nggak boleh, nih kalau mau keringat di ketiak Tante” tangan kiriku menunjuk ketiak kanan yang masih terpampang jelas karena belum selesai mengikat rambut.
“Nggak apa-apa Tante asal ada bonusnya aja,” jawabnya yang semakin bersemangat.
“Apa sih bonusnya”
Aku mulai tersenyum binal. Aku saat itu sudah tidak ingat daratan lagi, karena selama ini aku selalu tidak mendapat kepuasan baik dari suami ataupun pacarku sebelum aku married yang keturunan chinese. Hari ini aku ingin mencoba kemampuan seorang pribumi yang pekerjaannya hanyalah sebagai teknisi. Perlu diketahui bahwa apartment itu adalah apartment yang kubeli secara sembunyi-sembunyi, sehingga suami aku, orang tuaku dan saudaraku tidak mengetahuinya.
“Susu itu tadi Tante”
“Susu nggak boleh Dit, kalau mau keringat ketiak Tante nih”
“Masa nggak dapet bonusnya Tante?”
“Nggak ada bonus, hihihi” jawabku sambil tertawa kecil.
Aku tahu persis Didit sedang berusaha bagaimana caranya agar mendapatkan tetekku.
“Iya dech asal ketiak Tante mau dielus-elus” sambil tersenyum.
Aku mematikan rokok di asbak dan kembali bersandar sambil mengangkat kedua tanganku dan menekuk meraih sandaran sofa.
“Mau elus yang kiri, tapi jilat yang kanan” saat ini aku memang sudah terbakar untuk mereguk kenikmatan dari pribumi ini.
“Yang bener nich Tante?”
Didit mulai meraba ketiakku sampai mendekati tetekku yang sebelah kanan.
“Gelii Ditt” aku mulai merasa geli sambil menggeliatkan badan dan kedua tanganku yang memegang sandaran sofa mencengkram erat sekali.
“Achh nggak apa-apa kok Tante” sambil terus mengelus-elus ketiak kanan dan mulai melebar hingga mencapai pinggiran tetekku yang kanan.
“Udah Ditt gelii” badanku mulai melenting-lenting kedepan sehingga kedua tetekku semakin tampak menantang yang berukuran 34B ini.
“
Kan belum dijilat Tante, masa mau udahan” tangan kiriku berusaha mendorong tangan Didit yang masih berada disekitar ketiak dan pinggiran tetekku.
“Udah deh gelii Tante nggak tahan” tangan kananku mulai merengkuh bahu kanannya.
Kemudian Didit mengubah posisi dari jilatin ketiakku sampai pinggiran tetekku yang masih berlapiskan gaun satin itu dan memainkan lidahnya di pinggiran tetekku.
“Didit udah dong Tante kegelian nih”
Tangan kanannya yang sedang asyik mengelus-elus ketiak kiriku mulai ada dipinggiran tetekku yang sebelah kiri sambil meremas-remas lembut tetek kiriku. Aku tertawa menahan rasa geli yang teramat sangat sambil tangan kananku meremas-remas rambut Didit yang licin karena aku menggunakan sarung tangan yang terbuat dari bahan licin.
Didit tampaknya tahu kalau aku mulai terangsang maka kedua tangannya saat ini sedang meremas-remas lembut kedua tetekku.
“Sebentar lagi enak kok Tante”
Lidah dan bibir tidak ada henti-hentinya mempermainkan ketiak kanan plus pinggiran tetek kananku sehingga kepalanya terjepit di sela-sela ketiak kananku yang memegang bahunya sambil meremas-remas kaos yang dipakainya karena menahan geli. Saat itu aku ingin tahu kelanjutan keberanian Didit untuk menikmati tubuhku yang mulus ini dengan berusaha bangkit berdiri.
“Udah stopp!!”
Ternyata Didit menahan tubuhku untuk berdiri, kedua tangannya semakin liar meremas-remasnya dikedua tetekku yang masih terbungkus gaun satinku. Kemudian mulutnya pun mulai mengarah ke tetek kananku. Tangan kiriku mendorong kepalanya dan tangan kananku menampar pipi kanannya.
“Plakk!!”
“Apa yang Didit lakukan hah!!”
Aku mencoba berpura-pura, dan menunggu keberaniannya untuk menikmati wanita chinese yang selama ini tidak pernah diperlakukan atau disentuh oleh laki-laki pribumi apalagi seperti Didit yang hanyalah seorang teknisi. Ternyata tindakanku tadi membuatnya semakin garang. Kedua tangannya kembali hinggap dan meremas-remas tetekku dua-duanya, terkadang memainkan puting dari luar gaun satinku.
“Oohh Ditt.. Ampunn jangan terusinn Tante mau ke pestaa” kata-kataku mulai terbata-terbata menahan rasa tegangan yang mulai mengalir ke ubun-ubun.
“Kita pesta sendiri saja Tante”
Tangan Didit masih memainkan kedua putingku, dan mulutnya bergerak semakin mendekat ke tetek kananku. Didit mulai membuka ikatan gaun satinku yang berada dibelakang leher agar mulutnya dapat melahap bebas kedua tetekku yang tidak memakai BH. Setelah gaunku merosot hingga ke perut mulutnya langsung mengulum habis tetek kananku yang terlihat putingnya berwarna merah kecoklatan.
“Sshh bajingan kamu Ditt..”
Aku mulai mendesah keenakan. Lidahnya bergerak dengan lincah memainkan puting tetek kananku itu. Sedangkan tangannya yang satunya meremas-remas lembut tetekku yang sebelah kiri.
“Bajunya jangan diberantakin Dit.. Sshh.. Nanti Tante harus pergii.. Oohh”
Setelah puas dengan tetekku yang kanan mulutnya pindah ke tetek kiriku. Sedangkan tetekku yang kanan dimainkan dengan tangan kirinya.
“Suka ngisep tetek cina Ditt sshh” kupancing Didit dengan kata-kata yang menggairahkan sambil kedua mataku terpejam.
“Suka banget Tante” Didit semakin kuat menyedot-nyedot tetek kiriku.
“Pernah ngentotin wanita cina nggak Ditt aahh”
“Belum Tante..”
Kedua tanganku meremas-remas rambut Didit yang terasa sangat licin karena sarung tangan satin yang kupakai. Tangannya berpindah meraba dari perut sampai bagian bawah gaunku yang sudah tersingkap kemana-mana. Didit mengelus-elus terus paha kananku bagian dalam. Sedangkan mulutnya pun tidak pernah diam untuk memainkan tetek kiriku.
“Kalau mau ngentotin cina, Tante kasih waktu 10 menit Dit.. Mmhh” aku meregangkan kedua pahaku sehingga terbuka lebar.
“Nggak cukup Tante..”
Tangannya mulai semakin keatas paha bagian dalam, hingga tangannya menyentuh CD g-string ku. Jari tengahnya mencoba bermain diatas CD g-string ku.
“Harus cukup Ditt.. Sshh oohh.. Besok bisa dilanjutin lagi.. Mmhh” sambil terpejam nikmat.
“Maunya saya sekarang Tante”
Tangannya mulai mengelus-elus lembut diatas CD g-string ku yang mulai basah. Kadang mengelus-elus kadang Didit menekan-menekan sedikit pas diatas memekku yang berjembut lebat sehingga CD g-string ku tidak dapat menutupi lebatnya jembutku ini. Jembutku yang tidak tertutup CD g-string ku juga sesekali terkena usapan.
“Tante harus pergi.. Sshh.. Kalau tidak pergi.. Besok Didit nggak bisa ngentotin Tante lagi.. Oohh..” rangsangan yang kudapat begitu hebatnya.
“Besok yah besok Tante, sekarang kita ngentot aja” tangannya masih terus mengusap memekku dari luar CD.
Didit semakin memberanikan diri, bukan tangan saja, tetapi jari-jarinya dimasukin ke CD g-string supaya menyentuh langsung ke bibir memekku.
“Sshh Ditt.. Tante bisa digampar
Om kalau nggak pergi sekarang.. Makanya tolong Tante.. Mmhh.. Kalau mau entotin Tante.. SEKARANG!!” aku berteriak saking tidak dapat menahan rangsangan.
“Ok Tante”
Didit mulai menarik CD g-string ku hingga lepas, tapi aku tetap mengenakan sepatu hak tinggiku. Posisiku saat itu masih bersandar disofa dengan pakaian yang sudah tidak karuan lagi. Didit menatap kawah yang sudah amat sangat basah itu dan tercium bau harum ciri khas memek.
“Bentar Tante aku mau bikin Tante semakin horney lagi..”
“CEPETAN BAJINGAN,” teriakku semakin tidak sabar.
Mulutnya mulai menciumi dari paha dan akhirnya tertuju ke terminalnya atau memekku. Lidahnya langsung menyentuh pinggiran memekku.
“Aahh,” aku berteriak sambil menggeliat.
Akhirnya Didit mulai menjilat memekku dari bagian pinggir. Tanganku menarik kepalanya semakin dalam terbenam di selangkanganku. Sesekali mulutnya menyedot-nyedot bagian dalam memekku.
“Aahhnjingg enakkhh”
Aku meremas rambutnya dengan dua tanganku yang memakai sarung tangan. Lidahnya mulai bermain di itilku yang sudah membesar itu sambil terkadang disedot-sedot.
“Bajingann.. Terussinn aahh cepett”
Badanku menggeliat-menggeliat tidak karuan ke
sana kemari. Lidahnya terus bermain didalam memekku, kedua tangannya juga mengangkat kedua kakiku agar mudah lidahnya menjilati setiap bagian dari memekku. Dia trus bermain di memekku dengan rakusnya. Tangan Tante kiriku akhirnya memegang betis kiri dan tangan kanan memegang betis kanan sehingga kedua kakiku saat itu terangkat keatas membentuk huruf V untuk memudahkannya melahap habis memekku.
“Terusshh” aku semakin bernafsu karena selama ini aku belum pernah merasakan dijilat memeknya. Didit terus menjilat memekku yang sudah basah sekali dari bawah keatas, dari atas kebawah terus diulang-ulang. Badanku tergetar-getar dan kepalaku menggeleng terus ke kiri dan kekanan, sedangkan pinggulku berputar-putar.
“Tantee udahh nggaak tahaann oohh”
Lidahnya menerobos masuk ke dalam memekku lalu ditarik lagi, itu terus dilakukannya berulang-ulang, dengan diselingi sedotan ke memekku. Aku yang tidak kuat menahan kenikmatan ini akhirnya kedua kakiku menjepit kepalanya dan tanganku menggapai langit-langit yang tidak bisa diraih sedangkan badanku membusung kedepan. Aku lalui orgasme dengan teramat sangat indahnya yang melambungkan diriku ke impian yang selama ini tidak pernah kudapatkan. Semburan demi semburan terus keluar dengan tubuhku yang berkelojotan.
Didit tahu kalau aku sudah orgasme, sehingga Didit semakin kuat menyedot-nyedot belahan memekku.
“Aahhnjingg bangsatt oohh enakk”
Memekku basah kuyup setelah orgasme yang begitu deras. Lidahnya ternyata belumlah berhenti memainkan itilku, tangan kirinya meremes-meremes tetek kananku. Tubuhku masih tersandar disofa dengan gaun yang masih terpakai tapi sudah tersingkap kemana-mana. Karna basahnya teramat sangat, gantian tangan dengan kedua jarinya bermain dipinggiran memekku.
“Cepet Dit kalau mau ngentot.. Mmhh.. Sisa waktu Tante tinggal 5 menitt.. Sshh”
Kedua pahaku masih berada di bahunya kiri dan kanan. Tangannya masih mengusap-mengusap memekku, kadang Didit memainkan itilku dengan jari-jarinya. Aku mencoba berdiri sehingga kepalanya terjepit diselangkanganku. Gaun bagian bawah turun menutupi wajahnya, sedangkan gaun bagian atas kurapikan dengan mengikat kembali simpul dibelakang leherku.
Posisi seperti ini membuat mulutnya pas berada dibawah memekku, dan Didit memberikan sedotan yang kuat. Aku mencondongkan tubuh Sedikit kedepan karena tidak kuat menahan sedotan di memekku. Tangan kananku menekan kepalanya yang tertutup bagian bawah gaun satinku. Didit mengulangi lagi sedotan itu cuma sekarang yang jadi sasarannya adalah itilku yang kena disedot.
“Ahhnnjingg.. Enakkhh..” aku tidak kuat akhirnya menahan tubuh dengan kedua tangan diatas meja tamu sehingga posisiku jadi menungging. Lidahnya bergoyang menikmati itilku kekanan kekiri, sedangkan tangannya mengelus-elus pahaku.
“Entotin Tante Ditt.. Tante udah nggak tahannhh..” setengah berteriak sambil mendesah kuat. Tangannya mengelus puserku, mulutnya masih asik bermain dimemekku.
“Buka celananya Ditt.. Tante mau lihat kontol.. Sshh oohh”
Aku sudah tidak sabar ingin melihat kontol yang selama ini terbayang begitu besar dan kuat.
“Ok Tantee..”
Didit sambil mempermainkan memekku, kemudian dia berdiri untuk membuka celana dan CD nya sendiri. Didit langsung mengacungkan kontolnya yang sejak tadi ngaceng keras. Aku melihat kontol yang begitu besar dengan nafsunya karena tidak seperti kontol biasa, memekku sudah gatel sekali rasanya ingin dientot oleh kontol itu.
“Duduk Dit di sofa.. Please” aku mencoba untuk memohon.
“Yupss..” Didit langsung duduk di sofa dengan kontolnya berdiri tegak seperti monas.
“Baju Tante jangan dibuka ya dit..”
Aku masih berdiri dan meremas-remas kedua tetekku dengan tanganku yang terbungkus sarung tangan.
“Nggak apa-apa Tante..”
Tangannya kembali menerobos masuk dari bagian bawah gaun satinku dan mulai mengelus-elus memekku lagi. Aku menampar pipi kanannya dengan tangan kananku. Plakk!!
“Bajingan kamu Ditt sshh”
Aku langsung mengangkat gaun satin bagian bawah dan berlutut disofa diatas kontolnya. Jari tengahnya berusaha masuk dan akhirnya bisa walau sedikit menembus ke memekku. Didit langsung mengobok-obok isi memekku. Serangan tiba-tiba membuatku tidak kuat dan dengan kedua tangan bertumpu di bahunya.
“Aahhnjingg sshh” aku mendesah keenakan.
Tangan satunya membuka gaun satinku bagian atas, mulutnya langsung mengulum tetekku. Tangannya terus bermain di dalam memekku.
“Aahh” aku membekap kepalanya sehingga terbenam di tetekku.
Mulutnya terus menyedot-nyedot tetekku. Tangan kiriku menggapai kontolnya lewat belakang pantatku. Memekku yang dimainkan dengan jari-jarinya membuat memekku mulai basah kembali. Aku mencoba meremas-remas kontol yang gede dan hitam itu.
“Achh pelan-pelan dong Tante” Didit keenakan dan semakin kuat mengobok-obok memekku sambil memainkan itilku.
“Sshh masukin Ditt.. Tante mau kontol.. Pleasee” aku semakin tidak sabar untuk dientot sama Didit.
“Ok Tantee” Didit mulai naik sedikit agar kontolnya bisa masuk ke memekku.
“Achh” aku merasakan kepala kontolnya masuk dan ditarik kembali. Dan kontolnya dimainkan diatas memekku dulu, Didit sentuh-sentuhkan ke itilku.
“Masukin bangsatt!! Oohh” memekku terasa semakin gatal dan aku menjadi wanita binal dibuatnya.
“Yupss” Didit kembali memasukan setengahnya lalu diputar-diputar kontolnya, dan ditarik sedikit lagi.
“Seret Tantee.. Memek Tante masih sempitt achh..”
Didit mulai meracau tidak karuan. Aku tidak kuat menahan kontol yang begitu besar masuk ke memekku. Aku langsung melampiaskan dengan mengulum bibirnya dengan buas sambil meremas-remas rambutnya.
“Mmhh” aku bergumam menikmati sodokan kontolnya yang begitu nikmat. Didit langsung menekan kontolnya lagi dan bless..
“Aduhh enak banget memek Tantee achh” Didit berteriak kenikmatan karena ini yang pertama kali baginya ngentotin memek cina.
“Aahhnnjingg!! Ennakkhh!!”
Kemudian aku mengulum bibirnya dengan lembut. Didit menarik pelan-pelan kontolnya, lalu mendorong lagi kontolnya. Sedangkan lidahnya bermain di mulutku. Terkadang Didit bergerak memutar pantatnya agar kontolnya ikut bergoyang dimemekku. Aku mengimbangi putaran kontolnya dengan berlawanan arah.
“Ditthh.. Sshh..” aku mendesis merasakan kontol yang begitu penuh berputar-putar di dalam memekku. Didit bergoyang kekanan dan kekiri sambil memaju mundurkan pantatnya.
“Sshh Tante enak banget Tantee truss Tantee” erangannya karena aku menggoyangkan pinggul maju mundur kadang berputar sambil memainkan otot dimemekku.
“Sshh Ditt.. Mmhh”
“Achh Tante truss enak Tantee”
Didit rupanya sangat ketagihan dengan permainan memek yang kulakukan terhadap kontolnya. Aku kembali mengulum bibirnya dengan lembut. Sedangkan Didit mengimbangi goyanganku sambil tangannya meremas-remas tetekku, kadang sambil memainkan putingku.
“Terusshh Ditthh kontol kamu enakkhh sshshh”
Aku benar-benar ketagihan dibuatnya, kemudian aku sedot-sedot lidahnya. Diditpun tak ingin kalah dengan menyedot juga lidahku. Tangannya mash menempel di putingku sambil memainkan dengan jari-jarinya yang kasar. Aku bergerak naik turun semakin cepat karena memekku sudah basah sekali sehingga jalan keluar masuknya kontol menjadi lancar sekali.
“Ayo Ditt.. cepet keluarinn hhss” aku yang sudah berada diujung titik kenikmatan berteriak sambil mengangkat kedua tanganku keatas meremas-remas rambutku sendiri. Kemudian tangannya meremas-remas kuat di tetek ku karena Didit tahu kalau aku akan keluar.
“Iyahh tanntee truss Tante enakk” sambil kadang tangan yang satunya mengelus-elus perutku yang mulus.
“Achh enak Tantee memek Tante enak sekalii”
“Ini memekhh apa Dittsshh..” aku bergerak naik turun dan memutar semakin gila.
“Memek yang enakk Tantee memek chiness Tantee achh”
Diditpun terbawa dengan liar menggerakkan pantatnya.
“Cephheett Ditthh kita keluar barengghshshh”
Aku merasakan nafsu sekali dikatakan memek cina, sehingga aku sudah tidak kuat menahan detik-detik yang teramat sangat indah itu selama hidupku.
“Ok Tantee okkhhss”
Aku menekan kuat memek kebawah dan menggesekkan maju dan mundur dengan cepat. Kedua tanganku terus meremas-remas rambutku sendiri sehingga berantakan. Karena permainanku yang hot ini otot-otot seluruh tubuh Didit tampak bergerak disuatu tempat untuk melakukan finishingnya.
“Ayoo tanttee kita main yang lebih hottss”
Didit meremas tetek ku dan memainin putingku dengan kedua jarinya sambil menjepit-menjepit putingku.
“Diditt bangsshhaat teerruss!!” teriakku semakin binal sambil memutar-memutar kontol Didit yang terbenam penuh di memekku.
“Accduhhss enakss Tantee” Didit mulai menyedot-nyedot putingku bergantian.
“Cepett Ditthh semprott pejunyaa sshh!! tanthhee udahh gaa tahhaann!!” teriakku semakin kencang kemudian aku mengulum bibirnya dan menekan kepalanya sehingga rapat sekali wajahku.
“Tahan bentar Tantee” suaranya kacau akibat bibirku itu mendekati bibirnya.
Setelah deket langsung Didit langsung menyantap bibir sexy yang kumiliki. Tak lepas pantat dimaju-mundurkan kadang bergoyang yang semakin cepat gerakannya. Aku melawan terus dengan memainkan otot memekku sekuat tenaga agar Didit orgasme. Tubuhku terus menggeliat karena nikmat yang tiada
tara ini.
“Tantee truss achhss ayo Tante kita keluarinn Tante dah mo muncrat lomm Tantee achh” teriaknya yang udah mulai kewalahan tidak dapat menahan lebih lama lagi untuk orgasme.
“Aahhnnjinngg” aku bergoyang dengan amat sangat liar dan akhirnya tubuhku mulai menggelepar-gelepar.
“Ayo dit Tante mau keluarr”
“Ayokk Tantee keluarin didalemm yah Tantee achss”
“Aasshh”
Akhirnya titik puncak itu dapat kuraih dengan begitu indahnya selama hidup ini. Tubuhku mengejat-mengejat Sambil memeluk Didit erat sekali. Anganku melayang jauh merasakan gelombang orgasme yang sedemikian hebat yang belum pernah kurasakan sebelumnya dengan kontol ini.
“Achhzz” Didit menyemprot begitu kuat dan derasnya didalam memekku. Crot berulang-ulang.
“Aahhmmhh” aku kembali bergumam di alam mimpi yang indah ini.
Bibirnya mengecup bibirku yang ranum dan aku langsung mengulum bibirnya dengan liar sambil memeluknya yang tercium bau aroma khas itu. Tangannya mengelus tetekku lembut.
“Memek Tante enak sekali yahh gilee bener Tante uueennaakk Tante” bisiknya perlahan dengan napas yang masih terengah-engah.
“Dit Tante puas sekali hari ini” aku tersenyum dan berbisik ditelinganya sambil tetap memeluk tubuhnya kemudian mengecup bibirnya dengan lembut dan perlahan.
“Baru kali ini Didit ngentot sama wanita yang hebat.. Tante benar-benar hot sekali” jawabnya puas. Tangan kananku memegang pipinya.
“Tante harus pergi sekarang Dit..”
Didit memandangi wajahku yang sangat cantik ini.
“Ohh iya Tantee” tak terasa kontolnya masih didalam memekku.
“Besok Tante mau jalan-jalan ke mal, Didit mau ikut?”
“Kalau nggak ngerepotin Tante boleh juga Tante”
Aku peluk erat tubuhnya berbau sangat menyengat itu seakan tidak ingin kehilangan dan mengecup keningnya.
“Didit nggak malu ke mal sama Tante?”
“Kenapa musti malu dan karena apa Tante?”
“Nanti orang-orang kirain Didit simpenan Tante” candaku manja dengan suara setengah berbisik dengan napas yang masih terengah-engah.
“Yah nggak apa-apa lagi Tante.. atau mungkin Tante malu jalan sama Didit nich?” sindirnya sambil mengecup lembut ke bibir ranumku.
“Mmhh Ditt.. Kalau Tante sih bangga bisa bawa anak muda di mal..”
“Kalau anak mudanya jelek gimana Tante?” sambil tersenyum menyatakan kejelekan wajahnya.
“Biarin.. Mereka nggak tahukan kalau jelek-jelek kontolnya bikin nggak bisa tidur-tidur 7 hari 7 malam hihihi” candaku sambil tersenyum.
Kemudian aku bangkit berdiri sehingga kontolnya keluar dari memekku. Aku merapikan gaun satinku yang tidak kusut dan terbuka itu serta rambut yang berantakan.
“Tante mau nggak kalau Didit dijadikan simpanan Tante??” sambil membantuku merapikan gaun pestaku.
Aku duduk di meja ruang tamu yang pendek itu sambil menghias kembali dandanan yang berantakan. Dalam hatiku berkata mau Dit, kontol kamu enak sih..
“Didit mau jadi simpenan Tante soalnya memek Tante legit sich” candanya sambil merayuku.
“Udah beresin pakaian Didit, Tante harus berangkat” aku menarik sarung tangan yang sedikit turun di pergelangan tangan.
“Iya Tantee” Didit menarik CD dan celana jeansnya ke pinggangnya. Aku beranjak ke depan pintu apartment karena tergesa-gesa.
“Tunggu Tante” sambil merapikan pakaiannya yang sudah dikenakannya.
“Sorry Tante nggak bisa antar Didit, soalnya Tante udah telat 15 menit nih”
“Ohh ya dech Tante.. nggak apa-apa daripada ketahuan
Om nanti kita nggak bisa ngentot lagi” sambil tersenyum dan berharap rupanya dia untuk ngentotin aku lagi.
Aku buka pintu apartment dan menunggunya untuk keluar terlebih dahulu. Sambil keluar Didit mencuri untuk mengecup bibirku dengan gerakan yang amat sangat cepat khawatir ada yang melihatnya. Aku tarik tangannya agar masuk ke dalam dan membiarkan pintu terbuka kemudian kupeluk erat sekali tubuhnya seakan rindu dan kangen sama orang yang jelek dan bertubuh bau ini.
“Jangan cium Tante lagi nanti berantakan”
“Ok Tantee”
“Tante cuma ingin pelukin Didit mmhh”
“Habis bibir Tante itu sich”
“Kenapa bibir Tante?” kupancing sambil berbisik mesra dan ternyata dia membalas dengan memeluk tubuhku erat-erat.
“Bibir Tante sexyy buanggett..” dibisikan di dekat telingaku.
“Kontol kamu enak Ditt..” candaku yang sebenarnya aku berharap bisa ngentotin dia lagi sambil menekan lagi tubuhnya hingga rapat.
“Apalagi memek Tante legit buangett” aku mulai membayangi andaikan memekku ini hanya dientotin sama dia terus.
“Makasih ya Dit.. Tante harus pergi..” aku cubit pipinya dengan tanganku yang bersarung tangan sehingga cukup licin dikulitnya.
“Ok Tante ntar hubungi saja kalau ingin ngentot lagi yah” Didit berharap.
“Makasih juga Tante telah bikin Didit puas dan nggak terlupakan, soalnya Tante wanita chinese pertama yang Didit entotin”
Aku tersenyum manis dan beranjak keluar dari apartment. Diiringi Didit yang langsung kembali menuju ke toko tempat dia bekerja.
“Halo siang, bisa bicara dengan Didit?”
“Iya saya sendiri, ini dengan siapa yahh?”
“Ini Tante, Dit”
“Eh Tante apakabar”
“Baik, katanya Didit mau temenin Tante ke mal hari ini, gimana bisa nggak?”
“Ehmm bisa-bisa Tante”
“Nanti dari mal langsung ke tempat Tante ya untuk instal komputer Tante”
“Iya Tantee, memang
Om nggak ada Tante?”
“
Om di rumah Dit, Didit lupa ya kalau ini apartment pribadi Tante”
“Oo…”
“Didit bisa langsung ke mal A dan tunggu di depan counter B”
“Bisa Tante, sekarang juga Didit siap-siap Tante”
“Ok ati-ati dijalan ya Dit” aku akhiri pembicaraan itu dan langsung segera berangkat.
Tak lama kemudian aku sudah tiba di cafe B dan mencari posisi yang sedikit gelap dan jauh dari keramaian karena khawatir ada yang mengenaliku. Aku mengenakan kemeja tanpa lengan dari bahan kulit dan rok mini kulit semua berwarna hitam. Bra dan CD ku juga terbuat dari bahan kulit dan berwarna hitam. Tidak lupa aku juga mengenakan kaca mata hitam agar tidak dikenali orang. Aku saat itu sudah duduk di kursi panjang cafe tersebut sambil menyulut rokok marlboro hijau. Tak lama kemudian Didit datang menghampiriku.
“Maaf ini Tante Eliza..?”
“Iya, silakan duduk Dit..” aku kembali menghisap rokok.
Tampaknya Didit tercengang melihat penampilanku yang sedikit berbeda.
“Iya Tante”
“Tante.. Kelihatan beda deh hari ini”
“Masa sih? Beda dimananya Dit?”
“Beda di pakaiannya yang sexy sekali dan..?”
“
Ada apa Dit?”
“Tante berpakaian sangat menantang” katanya sambil tersenyum.
“Oh ya? Menantang apanya Dit? Kita jalan-jalan aja yuk Tante males duduk disini” aku bangkit berdiri dan berjalan menuju keluar cafe.
“Ayo.. Tante..” sambil berjalan di belakangku.
Tanpa menoleh ke belakang aku cubit kontolnya yang berada di sebelah kanan belakangku.
“Auww.. Sakit Tante.. Kalau minta ngomong donk” bisiknya sambil tersenyum.
Rupanya Didit tidak ingin kalah, dia meremas pantatku dari belakang.
“Ehmm nich.. Tante..” sambil tersenyum.
Akhirnya kita mulai mengitari mal, kita sambil melihat-melihat pakaian yang bagus-bagus yang ada di dalam counter.
“Tante mau beli yang mana sich..” dia bertanya.
“
Ada yang Didit suka? Soalnya Tante nggak suka modelnya” aku menggendong tas dibahu kiri sedangkan Didit berada disebelah kananku.
“Kan Tante yang mau beli dan yang mau pakai masa Didit yang ditanyain suka apa nggaknya”
“Tante juga bingung Dit, rasanya nggak ada yang cocok deh”
“Ya sudah kalau nggak ada yang cocok kita istirahat saja yuk Tante.. Gimana mau nggak Tante?” ternyata Didit sudah mulai berani mengajakku.
“Tantee..” Didit kembali menyapaku karena pikiranku melayang-melayang mengingat kejadian kemarin.
“Tante masih ingin jalan-jalan Dit..”
“Tante belum capek nichh?”
“Kalau Tante capek
kan ada Didit yang mijitin Tante” aku tersenyum menantang.
“Yah Didit sih mau saja asal yang dipijit-dipijit itu yang tertentu Tante” senyumnya mulai menggodaku.
“Yang tertentu itu bagian mana Dit” aku memancing arah pembicaraannya sambil terus melangkah dengan cuek.
“Ini Tantee..” tangannya sambil menunjuk ke tetek ku.
“Malu tuh Dit dilihatin orang..” tangan kananku meraih belahan pantat Didit dan meremasnya.
“Santai saja Tante nggak ada yang lihat kok, tuhkan malah mulai, katanya malu kok gitu Tante?” Didit berbalik memancingku.
“Kenapa nggak yang didepan ini saja Tante” senyum Didit terlihat senang sekali diperlakukan seperti itu.
Akhirnya langkahku langsung mengarah keluar mal dan langsung masuk ke dalam taksi dan duduk di belakang, karena saat itu aku enggan untuk membawa mobil.
“Loh kok naik taksi Tante.. Kenapa? Mobil Tante dimana..?” pertanyaannya bertubi-tubi.
“Di apartment Dit, Tante males bawa mobil” aku duduk menggeser ke dalam agar Didit bisa duduk di sebelah kananku.
Aku melihat supir taksi itu seorang pribumi yang begitu hitam legam.
“Pak tolong arah ke apartment C,” setelah supir taksi itu mengiyakan, Diditpun hanya bisa diam. Namun matanya nggak lepas dari pahaku yang putih mulus itu. Aku merapatkan posisi duduk ke sebelah kanan sehingga bersentuhan dengan bahu kanannya, dan kepala Tante mengarah ke telinganya untuk berbisik.
“Apa yang Didit lihatin?”
“Itu loh yang putih-putih itu..” jawabnya menggoda.
“Apa Dit?” aku berpura-berpura tidak tahu.
“Paha cina.. Hehehehe” pembicaraan kami berbisik-berbisik supaya tidak didengar oleh supir tersebut.
Aku menyandarkan bahu kananku menindih bahu kirinya. Tangannya mulai mengelus perlahan pahaku. Aku mengangkat kaki kanan dan menumpangkan ke kaki kirinya, sehingga rok mini kulitku terangkat tinggi sekali, bibirku tetap berada di dekat telinganya.
“Suka sama paha cina Dit?” aku memancingnya.
“Wah suka sekali Tante.. Apalagi yang diatasnya paha Tante..” jawabnya dengan pelan.
Tangan kanannya masih mengelus-elus pahaku sedangkan tangan kanan aku meraih kepalanya sebelah kanan dekat pintu. Tangannya mengelus-elus pahaku, sesekali dia mengelusnya mendekati daerah yang berbulu lebat.
“Dit, sopirnya ngelihatin kita terus tuh..” aku berbisik malu.
“Makanya kita jangan terlalu banyak gerak Tante.. Pelan-pelan saja biar supirnya nggak lihat..”
“Dia lihat dari kaca tengah tuh Dit, pasti kelihatan..” dadaku sedikit membusung karena bersandar di setengah bagian dadanya.
“Dah kepalang tanggung Tante.. Cuek saja dechh..” jawabnya sambil senyum-senyum melihat tetekku yang ranum.
Posisiku yang masih berpakaian lengkap sangat menantang dan membuat nafsu semua orang yang melihat termasuk Didit dan supir taksi itu.
“Kalau dia minta gimana Dit” aku berbisik.
Didit rupanya sudah tidak peduli dengan si supir itu. Tangannya sudah sampai diatas CD ku itu sambil terus mengelus-elus CD ku. Model CD kulitku yang berwarna hitam itu terikat dengan simpul tali di bagian kedua pinggangku.
“Didit mau ngasih apa?” dengan suara setengah mendesah.
“Aku mau ngasih kepuasan yang lebih Tante..” tangannya sesekali menekan-nekan memek ku.
“Kepuasan apa Dit?” tangan kananku bergerak turun dari kepalanya dan mengelus-elus hidung dan bibir serta pipinya.
“Kepuasan ngentot Tante..”
Tangannya yang satu meraba-raba mencari tali CD ku. Sedangkan tangan kiriku bertumpu pada tempat duduk yang kosong disebelah kiriku. Tangan kirinya masih mengelus-elus dan sesekali menekan memekku yang lebat jembutnya. Sedangkan tangan kanannya melingkar di pinggulku berusaha untuk masuk ke rok ku yang mini sekali.
“Tante belum pernah diperlakukan seperti ini didepan orang lain Dit.. Mmhh,” aku berbisik dan mendesah pelan sekali.
“Biarin Tante.. Dan ini saatnya Tante rasakan diperlakukan seperti ini didepan orang lain”
Tangan kanannya berhasil juga masuk kedalam rok mini ku dan mencoba menarik tali CD ku. Sedangkan tangan kirinya masih tetap mengelus-elus kadang menekan memekku. Dan dia berusaha agar jari tangan kirinya masuk ke CD ku supaya bisa menyentuh memekku yang mulai basah.
“Oogghh Ditt.. Buka aja cdnya sekalian” aku mendesah perlahan menahan rangsangan yang dilakukan Didit.
“Yupss..” akhirnya tangan kanannya dapat menarik tali CD ku..
Dan sret langsung lepas tali CD ku. Tangan kirinya bisa leluasa bermain dilubang memekku tidak hanya satu jari lagi. Tangan kiriku menarik CD yang sudah terlepas tetapi masih terduduki oleh pantatku dan melemparkannya ke bagian belakang dekat kaca belakang taksi. Tangan kananku berusaha meremas-remas kontol Didit yang masih berpakaian lengkap itu. Jari telunjuknya memainkan itilku dan jari tengahnya digoyang-goyangkan dipinggir-dipinggir memekku.
“Sshh Dit.. Nakal jarinya Didit..” aku mendesis perlahan.
Tak lama kemudian taksi berhenti di lobby apartment.
“Sudah sampai Dit”
Aku langsung membayar taksi itu.
“Iya Tante..”
Didit langsung mengikuti langkahnya dari belakang. Aku berjalan masuk ke lobby dan menuju ke lift yang kebetulan sudah terbuka dan kosong isi lift itu. Jantungku masih berdebar kencang karena rangsangan yang Didit lakukan di taksi. Setelah lift tertutup Didit memandangi tubuhku dan bergerak mendekat. Kedua tangannya memeluk kedua pantatku dan meremas-remasnya. Tangan kirinya bergeser kedepan untuk masuk ke memekku sambil mengelus-elus pahaku. Aku mundur selangkah mendapat serangan tiba-tiba darinya sehingga tubuhku tersandar di dinding lift.
“Mmhh,” aku mulai mendesah seperti biasa karena tidak ada orang.
Jari telunjukku menekan tombol 26 dan lift mulai bergerak naik. Tangan kirinya sudah mulai bergerak naik mencapai memekku yang sudah tidak mengenakan CD lagi. Kedua jarinya mulai menggosok-menggosok memekku sambil sesekali mengelus-elus itilku.
“Sshh.. Nakal kamu Dit gituin Tante di depan orang.. Mmhh” mataku terpejam yang masih menggunakan kacamata hitam.
“Tapi Tante suka
kan??”
Aku saat itu mengenakan sepatu model boot yang cukup tinggi hingga menutupi sebagian betis. Tangan kanannya tetap meremas-remas pantatku yang tergolong bahenol. Tangan kirinya tetap bermain di memekku dan sesekali jari tengahnya mencoba masuk ke memekku. Namun terus dia menarik lagi dan itu dilakukannya berulang-ulang kadang cepat kadang lambat.
“Sshh aahh Dit.. Kalau Tante dientot dia gimanaa sshh…”
Aku sedikit berteriak menerima serangan tiba-tiba dari Didit, posisi kaki yang sudah diregangkan untuk memudahkan jari-jarinya. Dia mulai beraksi dengan mulutnya menciumi leher jenjangku dan terus turun hingga di depan memekku. Lalu dia mengangkat rok miniku dan melihat memekku yang masih di mainkan dengan jarinya. Sedangkan lidahnya menjilat-jilat di kedua pahaku.
“Oohhss terusshh.. Mmhh..”
Kepalaku menggeleng-menggeleng ke kiri kanan merasakan nikmat yang diberikannya, lift terasa bergerak begitu lambat karena aku melirik ke indikator yang menyala baru di lantai 13. Dan dia mulai merenggangkan kedua kakiku dengan kedua tangannya supaya terlihat jelas memekku. Lalu dia melebarkan bibir memekku dan lidahnya dijulurkan diatas itilku itu dan mulai menggoyang-goyangkan lidahnya diitilku.
“Auugghhss.. Suka itil cina Dit..” dengan suaraku yang menggairahkan itu.
Posisi kakiku sudah terbuka lebar dan punggungku tersandar di dinding lift. Langsung dia menjilat dengan kuat memekku. Sedangkan tangan kananku meremas-remas rambutnya.
“Suka sekali Tante..”
“Kenapa suka Dit.. Mmhh” kata-katanya mulai membakar birahiku.
Kadang jari-jari kedua tangannya mengelus-elus bibir memekku.
“Enak Tante itil cina itu..”
Sesekali lidahnya memainkan itilku. Jari-jari tangannya tak henti-hentinya bermainkan di bibir memekku yang sudah basah sekali. Dia pun mulai menyedot-menyedot itilku.
“Terus Ditthh.. Sshh..” dia berulang-ulang menyedot-menyedot itilku. Kini tangan kiriku menekan-nekan kepalanya.
“Aahhooss.. Shh” aku mendesis keras sekali.
Kadang-kadang salah satu jarinya mencoba untuk masuk kelubang memekku. Dan jarinya mendorong-dorong dilubang memekku sambil lidah mengelus-elus itilku.
“Kyaa.. Mmsooshhgg..”
Aku merasakan jarinya Didit yang begitu enak dan membayangkan apalagi kontolnya. Tak lama kemudian tingg.. Lift terbuka karena sudah tiba di lantai 26. Karena lift terbuka dia menarik mulutnya dari lubang memekku, namun sebelumnya itilku digigit-gigit kecil dan jarinya masuk agak ke dalam.
“Aaww.. Ditt gilaa” aku berteriak sambil mencoba mencari kunci di dalam tas.
“Ayo cepet keluar Dit” dia langsung menyedot itilku dan kemudian dia berdiri.
“Mmhh Ditt.. Jarinya keluarin, Tante susah nih kalau mau melangkah..”
Aku mengeluarkan kunci dari tas. Dia tersenyum sambil mengeluarkan jarinya dari lubang memekku.
“Sorry Tante habis memeknya hangat puisann” sambil tersenyum.
Aku memberikan kunci ke tangannya sambil melangkah keluar dari lift hingga ke depan pintu apartmentku. Dia pun menerima terus berjalan menuju ke pintu mengikutiku. Setelah dibuka dia mempersilakan aku untuk masuk terlebih dahulu.
“Silahkan Tante duluan” sambil senyum-senyum menatap mataku.
Kemudian dia menutup pintu dan mengikutiku. Aku berjalan terus menuju ke tangga dan pantatku sengaja kugoyang-goyangkan melenggak lenggok. Karena dia berjalan tepat dibelakangku, mukanya hampir menyentuh pantatku yang lenggak-lenggok itu, tiba-tiba tangannya memegang pantatku setengah mendorong sambil diremas-remas.
“Mmhh Dit..” sambil berjalan kedua tangannya meremas-remas pantatku.
Aku tersandung dan terjatuh di tangga sehingga posisi aku menungging dengan kedua tanganku bertumpu di lantai tangga. Tangan kirinya menerobos masuk ke rok mini kulitku dan menekan pas dimemekku. Lalu dia menarik kembali.
“Aahh Didit nakal”
Aku mencoba menaiki tangga itu tapi dengan posisi merangkak karena terburu-buru khawatir dia memainkan memekku lagi. Tangannya menahan kakiku yang ingin merangkak dan diregangkan kakiku dengan paksa. Kemudian dia langsung mencium pantatku dan tangannya membuka kedua belah pantatku agar terlihat memekku. Langsung dia memulai lagi jilatan ke memekku.
“Sshh Didditt nakall” aku berteriak keras sekali.
Jari kedua tangannya memainkan di kedua bibir memekku yang lebat akan jembutnya. Aku semakin terangsang karena selama ini aku tidak pernah diperlakukan seperti wanita binal ditangga.
“Oogghhss”
Jari-jarinya masih menahan kedua pantatku yang montok dan mengelus-elus bibir memekku. Lidahnya dijulur-julurkan pas lubang memekku.
“Mmhh”
Aku mencoba terus untuk naik menuju kamarku. Karena aku tetep mencoba merangkak dia pun mengikutinya dan kegiatannya tidak dihentikan. Namun kadang-kadang dia meremas-remas pantatku kuat-kuat dan kadang digigit-gigit pantatku. Sedangkan ibu jarinya menekan-nekan bibir memekku. Karena kakiku terus mencoba naik ke anak tangga, aku merasakan gesekan yang teramat sangat nikmat di dalam memekku.
“Stopp Ditthh sshh”
Dia tidak mempedulikan perkataanku. Karena posisi ibu jari semakin susah makanya dia menguatkan elusan-elusan yang di bibir memekku, mulutnya kadang menggigit pantatku, kadang menjilat-jilat pantatku, sambil terus mengikuti aku naik. Dan akhirnya karena sulit, satu tangan kirinya yang mengelus-elus dimemekku, dengan jari tengah dan jari telunjuknya bermain. Tangan kanannya kadang memukul-memukul pelan dipantatku. Aku yang sudah benar-benar blingsatan gara-gara Didit memainkan memekku terus berteriak-teriak.
“Diditt aanjinggss..”
Akhirnya aku sampai juga di depan kamarku yang pintunya terbuka dengan AC yang selalu menyala. Aku mencoba untuk bangkit dengan memegang kusen pintu kamarku. Dengan posisi sedikit membungkuk aku menghadap ke dinding. Didit langsung menarik kedua kakiku dan merenggangkannya, agar dengan leluasa mulutnya bisa beraksi lagi di itilku. Lidahnya bermain di itilku, jari-jari tangannya memegang dan meremas pantatku. Lidahnya juga sesekali menjilat bibir memekku. Mungkin karena gemas melihat itilku itu, dia menyedot terlalu kuat dan..
“Aahh Ditt, Tante nggak kuatthh..”
Aku hampir tidak kuat menahan tubuhku sendiri karena kenikmatan yang diberikan Didit membuat kedua lutut Tante lemas hampir sedikit lagi menyentuh lantai kamarku. Karena posisinya dibawah memekku, lidahnya mencoba masuk ke lubang memekku dan digoyangkan kekanan dan kekiri. Sesekali dia mengecup-mengecup itilku.
“Tantthhee keluaarr ss.. oohh..”
Tubuhku mengejat-mengejat dan aku berteriak nyaring sekali. Kemudian aku jatuh ke lantai karena tidak kuat menahan tubuhku sendiri. Tampaknya Didit tidak peduli dengan teriakkanku, justru dia semakin menyedot kuat di lubang memekku. Arus gelombang orgasme yang begitu nikmat aku rasakan hingga pipiku tergeletak di lantai.
“Aahh Ddiitt ss…”
Kedua tangannya menahan pantatku agar tetap diatas, agar supaya mulutnya dapat menghisap cairan yang dikeluarkan oleh memekku. Dia juga menggoyang-goyangkan mulutnya dimemekku. Kedua jari tanganku mencengkram erat merasakan kenikmatan yang beda dari Didit dibanding kemarin.
“Aahh Dittsshh”
Kedua mataku terpejam erat melambungkan angan-anganku ke dunia impian lain. Tubuhku benar-benar dibuatnya lemas sekali hingga tidak berdaya saat itu. Dia masih terus memainkan memekku sambil itilku dijilat-dijilat dengan lidahnya. Kadang-kadang dia menyedot-nyedot kecil itilku yang mungil itu. Pantatku akhirnya terjatuh juga ke lantai dan tangan kiriku berusaha menggapai kepalanya yang ada hadapan di memekku.
“Sini Dit..” suaraku begitu lemas.
Sebelum mencapai wajahku dia menyempatkan untuk mengecup kedua tetekku.
“Dit..” aku berbisik manja.
“Yahh Tante..”
“Bawa Tante ke ranjang ya..” sambil tersenyum melihat wajahku yang letih karena telah mencapai kenikmatan.
“Tante nggak kuat jalan nih..” jantungku berdebar-berdebar terus karena terlalu letihnya.
“Ok Tante..” dia pun mulai membungkukkan tubuhnya.
Tangan kirinya meraih leherku yang jenjang, sedangkan tangan kanannya meraih kedua pahaku yang mulus. Sebelum dia meraih pahaku yang mulus itu dia menyempatkan mengelus memekku sambil berkata, “Dasar memek cina ini manja yah..”
Akhirnya dia mengangkat tubuhku yang lemas karena kenikmatan surga dunia. Sambil berjalan dia mengecup pelan bibirku yang ranum itu.
“Tapi suka
kan Dit sama memek cina..” aku yang masih berpakaian lengkap itu tersenyum lemah.
“Suka sekali Tante..” sambil memandangi wajahku lalu kebawah melihat tetekku.
“Ayo Dit baringin Tante di ranjang”
Tak lama kemudian tubuhku terbaringkan lemas dan dibiarkan sejenak untuk istirahat. Dia tetap berdiri terus sambil memperhatikan sekujur tubuhku.
“Dit.. Jangan bengong dong.. Sini baring disebelah Tante.. Tante mau tidur dulu.. Temenin Tante ya Dit”
Tangan kiriku menepuk-nepuk ranjang bagian kiri yang kosong. Kemudian dia langsung berbaring disebelah kiriku lalu memeluk tubuhku dengan mesra. Tangan kanannya tidak sengaja berada pas diatas tetek ku. Aku yang sudah lemah itu ingin tidur diatas tubuhnya. Akhirnya aku berguling menindih tubuhnya sambil memeluknya erat sekali seakan-seakan tidak ingin berpisah. Ini tidak pernah aku lakukan terhadap suamiku sendiri. Posisi seperti itu membuat tetekku terjepit antara dadanya dan dadaku.
“Dit.. Tubuh Tante nggak beratkan?” bisikku di telinga kanannya.
“Nggak Tante.. Nggak berat-berat amat kok.. Didit masih kuat nahan tubuh Tante yang sexy ini” jawabnya sambil tersenyum.
Dia kemudian mencari bibirku yang ranum tetapi aku menghindar dari bibirnya dan mengecup kening Didit cukup lama.
“Tante tidur dulu ya Dit..”
Akhirnya aku tertidur menindih tubuhnya sambil berpelukan erat dengan pakaian yang masih membalut tubuhku serta sepatu boot yang baru kali ini naik ke tempat tidurku.
Setelah beberapa jam aku tertidur menindih tubuh Didit dengan masih berpakaian stelan kulit lengkap dan bersepatu boot, hanya CD g-string ku yang sudah terlepas. Didit tertidur pula sambil memeluk tubuhku yang berada diatasnya. Terasa tetekku yang montok mengganjal dadanya sehingga tampaknya dia sulit untuk bernafas. Aku merasakan nyaman sekali dalam pelukannya hingga tertidur lelap.
Kedua kakinya melingkari kedua kakiku. Permainan sex sejak kemarin bersama laki-laki pribumi seperti Didit rupanya membuatku menjadi wanita yang mulai binal. Akhirnya aku mulai tersadar dari tidur beberapa saat sesudahnya dan melihat Didit masih tertidur, aku enggan untuk bergerak karena tidak ingin membangunkannya.
Aku mulai berkhayal untuk mulai mencari kepuasan dengan laki-laki pribumi dan ingin sekali menjadi wanita yang binal untuk membalaskan dahaga yang aku dapat karena suamiku yang lemah itu. Aku mencium aroma tubuhnya yang cukup bau tapi menggugah seleraku, karena aku belum pernah berpelukan dengan laki-laki pribumi. Dalam pikiranku kenapa tidak sejak dulu aku mencari laki-laki pribumi seperti Didit yang bisa memuaskanku, memelukku di saat tidur.
Beberapa lamanya aku mengkhayal dan aku merasakan pantatku dielus-dielus oleh kedua tangannya. Aku mulai berfikir kalau laki-laki pribumi memang sangat memuaskan birahiku, nafsunya yang besar seolah-olah tiada hari tanpa mengentot tubuhku. Dia mulai melakukan remasan ke pantatku, dan kemudian tangannya dimasukkan kesela-sela pantatku. Akhirnya kukecup keningnya dengan mesra.
“Sorry Tante membangungkan Didit..” bisikku dengan lemah.
“Nggak apa apa Tante..” jawabnya perlahan dengan suara agak parau.
Tangan kanannya berusaha memasukkan jarinya kesela-sela pantatku dan dibelahnya pantatku yang montok itu. Aku mulai menggeliat kecil kegelian karena selama ini aku tidak pernah dipermainkan belahan pantatku.
“Dit nakal kamu..”
“Biarinn.. Tapi sukakan..” jawabnya sambil tersenyum.
Jari-jari tangan kanannya mulai menggosok dari lubang anusku sampai ke bibir memekku.
“Kalau nanti Tante jadi wanita binal gimana Dit?”
Kedua kakiku mulai menggesek-menggesek kakinya karena geli di sekitar pantatku.
“Nggak apa-apa asal binalnya sama Didit aja..”
Jari tengahnya bergoyang-bergoyang dibibir memekku sedangkan ibu jarinya menekan-nekan anusku. Tangan kirinya sesekali meremas-remas pantatku yang montok ini.
“Dit, jangan mainkan anus Tante, jijik Tante nggak suka”
Aku mulai merayap mendekati bibirnya dan mulai mengecup-mengecup lembut. Setelah aku berbicara itu maka dihentikan kegiatan ibu jarinya dan dilanjutkan jari telunjuk bermain dibibir memekku yang sebelah kanan dan jari tengah dibibir memekku yang kiri. Karena aku mengecup bibirnya langsung dia menyambar bibirku yang sexy itu. Jari-jari tangan kanannya tetap bermain dibibir memekku dan digoyang-goyang digosok-gosok terus memekku.
“Dit.. Saat ini Tante ingin sesuatu yang lembut dan soft.. Mmhh..” kedua tanganku memegang pipinya.
“Iya Tante Didit akan bikin apa maunya Tante..” jawabnya.
Jari tengahnya mulai menyentuh itilku dan sesekali itilku dielus-elus dengan jari tengahnya walau dengan sedikit sulit. Aku kembali mengulum bibirnya dengan pelan dan mesra sekali. Dia balas mengulum bibirku, lidahnya dimainkan didalam mulutku, terkadang lidahku disedotnya. Aku benar-benar menyukai cara permainan lidahnya karena aku tergolong baru dalam hal-hal sex yang seperti ini. Akhirnya aku sambil menekan-nekan pipinya dan terkadang meremas-remas rambutnya.
“Mmhh”
Disaat kami masih berciuman, kedua kakiku itu direnggangkan dengan kedua kakinya, agar tangan kanannya bermain dengan leluasa. Setelah kedua kakiku terbuka lebar jari tengahnya menekan-nekan itilku sedang jari telunjuknya berputar-putar dibibir memekku.
Ciuman dibuatnya lebih panas lagi dan kadang disedot lidahku yang mungil dengan agak kuat. Nafsu birahiku cukup terangsang dengan pola permainan ini, sehingga aku hanya meremas-remas rambutnya dengan kedua tanganku.
“Mmhhss”
Kini setelah agak basah memekku dia mengubah posisi jari telunjuknya, kini jari itu dimasukkan kedalam memekku. Jarinya mencari g-spot yang berada di dalam memekku, setelah ditemukan digosok perlahan-slahan dan diimbangi dengan gerakan jari tengahnya yang mengelus-elus itilku itu.
“Sshh.. Ditt.. Mmhh”
Tubuhku terasa mulai melayang menikmati permainan pada g-spot ku. Kegiatan itu terus dilakukan sedangkan bibirnya masih menyatu dengan bibirku dan terkadang lidahku disedot-sedot dan digigit-gigit kecil. Tangan kirinya berusaha mengelus-elus punggungku yang masih berpakaian itu. Rangsangan cukup hebat yang aku dapatkan membuat kedua tanganku bergerak meremas bantal yang ditidurinya sehingga ketiakku berada disisi kiri dan kanan kepalanya.
“Oohh.. Nikmat sekali Ditt… sshh..”
Tangan kirinya berusaha mencari tetekku, jari tangan kanannya masih bermain dimemekku, kadang dimainkan cepet sekali, terkadang dimainkan lambat. Tubuhku mencoba merayap semakin keatas sehingga tetekku berada didepan wajahnya. Dengan satu tangan kirinya dia mencoba membuka bajuku, setelah terbuka tangan kirinya langsung meremas-remas tetekku. Sedangkan jari-jari tangan kanannya masih dimemekku kini jari-jari itu dia goyangkan seperti langkah orang berjalan, kadang cepat kadang lambat.
“Jangan dilepas Dit baju Tante mmhh.. Tante ingin terlihat sexy sama Didit”
“Aku cuma mau ngeluarin tetek Tante saja kok..”
Setelah dia bisa mengeluarkan tetekku langsung mulutnya menyambar putingku dan langsung menyedot-menyedot putingku yang kecil itu. Tangan kirinya meremas-remas tetekku yang kiri. Kini jari telunjuknya keluar dari memekku dan ikutan bermain di itilku dengan kedua jari berputar-putar diatas itilku itu.
Aku terus merayap hingga kini kepalanya melihat rok mini kulitku membuat posisiku bertumpu dengan kedua tanganku di bantal.
“Sshh Dit..”
Setelah aku menaikkan posisi tubuhku dan posisi memekku diatas muka, dia langsung menarik rok miniku keatas agar dia bisa melihat memekku yang berjembut lebat. Setelah kelihatan dia langsung kecup pas diatas itilku. Memekku itu dibelah dengan kedua tangannya, lidahnya langsung begoyang-goyang di itilku dengan sesekali disedotnya.
“Aahh Ditt enakk… Hh..”
Aku mulai berkelojotan merasakan permainan lidah dan bibirnya di memekku. Kedua tanganku meremas-remas rambutku sendiri. Aku tidak bisa melihatnya karena wajahnya yang tertutup rok miniku seluruhnya. Kadang itilku digigit-gigit kecil lalu disedot perlahan. Lidahnya pun kadang menjilat-jilat bibir memekku dari kanan ke kiri.
“Lidah pribumi memang nakall hhss..” aku berteriak sambil kepalaku tergeleng-geleng kekiri dan kekanan.
Lidahnya semakin berputar-putar didalam lubang memekku yang basah, kadang diselingi sedotan pas dilubang memekku. Dikala dia menyedot pas dilubang memekku jari telunjuknya menekan-nekan itilku. Permainan lidahnya dimemekku membuat aku berada diujung puncak kenikmatan. Mataku terpejam rapat-rapat ingin merasakan kenikmatan yang akan segera kuraih.
Kedua tanganku meremas-remas tetekku sendiri yang seluruh kancing bajunya telah terbuka. Jari telunjuknya yang kanan diposisi menggoyang-goyangkan itilku terus dilakukan kadang ditekan-tekan itilku itu. Sedangkan lidahnya terus menyapu bibir memekku. Permainan dibuatnya dengan tempo cepat sekali. Sedotannya pun sering dilakukan dilubang memekku. Terkadang lidahnya dimasukkan kedalam lubang memekku.
“Cukup Ditthh.. Sshh buka celananya Dit sekarang”
Aku berdiri diatas ranjang menginjak kasur dengan sepatu boot yang masih terpakai.
“Iya Tante..”
Diapun langsung membuka celana jeansnya dan cdnya langsung dilepaskan. Aku terus meremas-remas tetekku dengan tangan kanan sedangkan tangan kiriku memainkan itil yang tepat berada sekitar hampir 1 meter dari kepalanya. Tak lama kemudian keluarlah kontolnya yang sudah berdiri, sesaat dia mengelus-elus kontolnya sendiri.
“Shhmm..”
Kedua matanya memandangiku. Aku berbalik badan untuk melihat kontol pribumi yang sudah ngaceng itu sambil terus melakukan sedikit gerakan-gerakan erotis seperti wanita binal, aku masih berdiri diatas ranjang. Tangan kanannya masih mengelus-elus kontolnya yang tegang, tangan kirinya meremas-remas pantatku yang montok itu. Sesekali jarinya ada yang menelusup masuk kebibir memekku dan dielusnya.
“Oohh Ditt..”
Dengan masuknya jarinya ke memekku, tangan kiriku mengelus-elus jembutku yang lebat sambil membayangkan jika kontol pribumi yang begitu hitam dan besar itu masuk dalam mulutku karena aku tidak pernah menghisap kontol sebelumnya hanya menyaksikan di film-film saja.
Jari telunjuknya dimasukkan ke memekku dan digosok-gosok ke bibir memekku sambil terkadang dimasukkan ke lubang memekku. Sedang ibu jarinya bergoyang-goyang pada tempat antara memekku dengan lubang anusku. Tubuhku akhirnya terjatuh berlutut dikasur karena lemas menahan serangan yang dilakukannya. Kini aku mulai memegang kontolnya dengan kedua tanganku. Ingin sekali rasanya aku untuk mencoba menghisap kontol pribumi yang membuat diriku menjadi binal.
“Aahhdiittsshh”
Karena posisi pantatku, terutama memekku dekat sekali dengan wajahnya, dia langsung menarik pantatku merapat ke wajahnya. Dia langsung menjulurkan lidahnya ke dalam memekku yang basah sedangkan jari telunjuk kanannya dimainkan diitilku. Dia mencoba untuk menyedot pinggir lubang memekku.
“Ditt..”
Aku jatuh tertelungkup di atas tubuhnya karena tarikan tangannya di pantatku. Sehingga kontolnya berada dekat sekali dengan wajahku. Aku terus meremas-remas kontolnya dengan lembut. Lidahnya masih bermain dilubang memekku. Sedangkan jari telunjuknya masih bergoyang-goyang di itilku.
Tangan kirinya menggapai kontolnya lalu didekatkan kebibirku. Lidahnya sesekali bergoyang kekanan dan kekiri menyentuh bibir-bibir memekku. Kontolnya menyenggol-nyenggol terus bibirku yang masih enggan untuk mengulum karena selama ini bayanganku jijik untuk mengulum kontol.
“Eeaasshh mmhh”
Dia menyedot bibir memekku yang kanan. Jarinya masih menggoyang-goyangkan itilku kadang berputar-putar sambil ditekan-tekan itilku yang mungil itu. Tubuhku menggerinjang akibat permainan di itil dan memekku.
“Entott Tante Ditsshh”
kini dia menyedot bibir memekku yang kiri. Itilku dipegang dengan jari telunjuknya dan ibu jarinya lalu dipelintir-pelintir.
“Pake konthhooll priibumii Dittsshhmm”
Aku yang sudah gatal mau dientot berteriak dengan sekuatnya tanpa mempedulikan ada yang mendengarnya. Karena aku sudah meminta-minta dilepaskanlah itilku itu dan ganti lidahnya yang bermain di itilku sambil digigit kecil itilku. Setelah itu disedot isi memekku.
“Oogghh.. Tante mohon entotin Tante Dithhmm..”
Aku yang sudah kalap sama kontol pribumi berteriak-berteriak tidak sabar. Setelah itu diangkatnya pantatku itu lalu setengah didorong kedepan agar memekku pas diatas kontol yang sudah berdiri tegak. Setelah pas tangan kanannya yang memegangi kontolnya lalu digoyang-goyang dan dipukul-pukul memekku itu dengan kontolnya. Posisiku jadi menungging saat itu.
“Masukin Ditt.. Tante sudah gatel nih..”
Aku bertumpu dengan lutut dan kedua tanganku yang masih berpakaian lengkap itu. Setelah dipukul-pukul kontolnya digosok-gosok dengan kepalanya pas di itilku. Kadang dia mulai menggosok dari atas lubang memekku sampai ke itil. Tangan kirinya mengelus-elus pantatku kadang dipukul-pukul pantatku.
“Pribumi bajingan.. Jangan bikin Tante penasaran..” bentakku yang sudah tidak tahan untuk segera dientot.
Dia mulai mencoba memasukkan kepala kontolnya, namun baru kepala kontolnya dia mencabut lalu digosok lagi ke itilku hingga menyentuh bulu jembutku yang lebat. Itu dilakukannya hingga beberapa kali.
“Sshh Ditt bangsatt kamuu”
Aku menggerinjang menerima kontolnya yang keluar masuk hanya kepalanya itu sambil kedua tanganku yang bertumpu dikasur meremas bed cover. Setelah puas melakukan itu dia memasukkan kontol ke dalam memekku hingga setengahnya lalu ditarik kembali hingga tinggal kepala kontolnya yang ada didalam memekku. Itupun dilakukan hingga beberapa kali, sedangkan tangannya yang kanan memegang pinggangku. Tangan kirinya meremas-remas tetekku, terkadang-kadang memelintir putingku.
“Sshh.. teruss”
Aku menggelengkan kepala menahan laju kontolnya yang begitu besar untuk masuk ke memekku. Kedua tanganku menarik bed cover dengan kuat sekali. Karena kedutan otot-otot memekku yang meremas urat kontolnya, dia tampak tidak tahan untuk segera memasukkan kontolnya ke dalam memekku.
“Achhss..”
“Memek chinanya enak Tantee.. Oouyucchhss”
“Kontoll pribumii mentookkhh”
Aku tidak peduli ada yang mendengar teriakanku itu.
“Oogffhh”
Tubuhku sedikit terangkat menerima sodokan kontol yang hingga mentok itu. Sesaat didiamkan kontolnya dalam memekku. Lalu dia mulai menariknya perlahan-lahan lalu didorong lagi dengan sekuat tenaga. Kadang pantatnya digoyangkan kekanan dan kekiri agar kontolnya bisa mengaduk-aduk isi memekku.
“Mmsshh Ditt”
aku ikut bergoyang hingga rambutku yang tergerai menutupi punggung menjadi berantakan. Kontolnya yang begitu penuh di dalam memekku membuat aku melenting ke belakang sehingga aku kini tidak bertumpu lagi pada kedua tanganku. Kedua tangannya meremas-remas pantatku yang mulus kadang dielus-elusnya. Sodokkan demi sodokkannya dilakukan kadang lambat kadang cepat.
“Terusshh Ditt.. Enaknyaa kontol pribumii.. Sshh”
Akhirnya punggungku bersandar didadanya sambil tangan kananku menggapai kepalanya yang ada disebelah kanan kepalaku.
“Memek chinaa pun enak Tantee..” teriakannya tidak kalah dengan suaraku.
Karena punggungku menempel didadanya, leherku dijilat dan diciumnya. Tangan kanannya meremas-remas tetekku dan memilin putingku, sedang tangan kirinya mengelus-elus itilku. Aku semakin menggebu-gebu mendengar kata memek cina.
“Aacchh Ditt.. Entotin terusshh”
“Achh.. Tante memeknya chinaa enakkss..”
Dia mendorong-dorong pantatnya kearah atas hingga tubuhku ikut bergerak-gerak keatas. Tangan kirinya mengelus-elus itilku, kadang berputar-putar dengan kedua jarinya. Posisi ini membuatku tidak dapat ikut bergoyang, akhirnya aku memohon kepadanya untuk mengentot aku dengan posisi aku dibawah.
“Ditt.. Tante rebahan ya.. Mmhh”
“Iya Tante.. Ehmss”
Akhirnya aku melepas kontolnya yang ada di dalam memekku. Dan aku merebahkan tubuh telentang di spring bed. Pakaianku masih lengkap hanya kancing baju yang terbuka.
“Suka memek cina Ditt sshh”
“Suka Tante.. Suka sekali sama memek cina yang satu ini Tantee..”
Setelah tubuhku terbaring telentang tangan kanannya menggosok-gosok memekku dan dimainkan itilku, dielus-elus dengan ibu jarinya.
“Cepet entotin cina lagi Ditt.. Sshh”
Aku sudah tidak sabar lagi untuk menunggu. Kedua tanganku memegang bantal bagian atas sehingga ketiak mulusku yang tanpa bulu sedikitpun terpampang jelas. Aku menatap tubuhnya yang hitam seakan membangkitkan gairahku. Tangan kanannya memegang kontolnya, lalu dipukulkan, digosok-gosok diatas memekku hingga ke itilku.
“Cepetan pribumi bangsat” bentakku yang sudah tidak sabar lagi untuk segera dientot.
Setelah puas dengan gosokannya ke itilku, lalu dimasukkan kontolnya ke lubang memekku.
“Annjingg sshh” dia masukkan semua batang kontolnya ke dalam memekku.
“Achhss.. Enakss Tattaanntee..”
Kedua tanganku meremas kuat bantal yang kupegang tadi. Aku mainkan terus otot memek berkali-kali. Denyutan urat memekku yang begitu kuatnya, membuat dia pun tidak ingin kalah dengan permainan memek yang kuberikan lalu disodok-sodoknya memekku itu.
“Aacchh teruusshh”
Tangan kirinya meremas-remas tetekku bergantian kadang kiri, kadang yang kanan. Itu dilakukan terus tanpa henti-hentinya. Sedangkan tangan kanannya mengelus-elus perutku. Aku berusaha memutar-mutar pantatku agar kontolnya cepat enyemprotkan peju.
Goyangan pantatnya diimbangi dengan gerakan kekanan dan kadang kekiri oleh Didit. Tubuhku melenting-lenting karena kenikmatan sehingga dadaku tampak sedikit membusung kedepan.
“Sshh mmhh cepetthh Ditt kita keluar barengghhss”
Tampaknya dia juga merasakan akan segera keluar, maka goyangan pantatnya dipercepat sekali.
“Buka baju kamu Dittss Tante mau lihat tubuh hitam Diditsshh”
Aku merasa horny sekali ingin melihat laki-laki muda pribumi yang hitam mengentot cina yang putih. Sambil menggoyangkan pantatnya, dia melepaskan baju dengan kedua tangannya. Posisi kontolnya masih maju mundur didalam memekku. Aku tarik tangannya dan memeluk tubuh hitamnya dengan erat sambil terus menggoyangkan pantat berputar. Tidak lupa aku mainkan otot memekku untuk meremas-remas kontolnya.
“Sshh terusshh”
Posisi tubuhnya skrg diatas tubuhku bertahan dengan kedua siku tangannya sedangkan telapak tangannya memainkan tetekku. Kadang memutar-mutar putingku, sedangkan gerakan pantatnya bukan lagi kedepan atau kebelakang melain keatas dan kebawah. Kadang bibirnya menyedot-menyedot puting tetekku.
“Ayo Ditthh kita keluar barengghh cepettann” teriakku yang sudah diujung birahi.
“Iya Tantee.. Ehmss”
“Sshh”
Dia mempercepat gerakan pantatnya maju mundur. Aku memeluk tubuh hitamnya semakin erat seakan tak ingin lepas untuk selamanya.
“Ayoo Tantee”
“Ayoo pribumii”
Saat itu mataku terpejam erat. Sodokan kontolnya di memekku semakin cepat sekali. Tubuhku bergoyang semakin menggila.
“Ayoo memek chinaa.. Itil chinaa ayukss..”
Sambil meremas tetekku kuat-kuat dan goyangan pantatnya cepat sekali sehingga kontolnya menghunjam memekku dengan ganasnya.
“Aahh Ditt, Tantthee nggak kuatthh, kekeelluuaarinn barengss”
Tubuhku mengejang dan jari-jariku mencakar-cakar punggungnya yang hitam.
“Aacchh Tantee keluarrshh”
Aku dan Didit keluar bersamaan. Pejunya menyembur-nyembur bagai lahar panas membanjiri memekku ini. Kedua kakiku menekan pantatnya agar kontolnya dapat masuk sedalam-dalamnya dimemekku. Kemudian tubuhnya lunglai menindih tubuhku. Aku memeluk erat tubuhnya sambil mencium bibirnya kemudian mengulumnya.
“Aauummhh enaknya kontol pribumi Dittsshh” dia menyedot lidahku disaat aku mengulum bibirnya.
“Enak juga memek chinanya Tante ehmss” aku mengulum terus bibirnya dan lidahnya sambil tanganku meremas-remas rambut Didit dengan lemas.
“Tante bisa gila kalau nggak dientot sama pribumi Dit” bisikku.
Sambil dimainkan lidahnya didalam mulutku, tangannya mengelus-elus rambutku.
“Didit juga gila sama memek chinanya Tante” sambil mengelus-elus keningku yang penuh dengan keringat setelah pertempuran yang hebat itu.
Karena lemasnya aku ingin tidur dalam pelukan Didit dengan kontol yang masih terbenam di memekku. Aku memejamkan mata dan pikiranku terbang melayang membayangkan hari-hari yang berikutnya penuh dengan sejuta kenikmatan dan sensasi yang membuat gairahku semakin bertambah
TANTE ANNA
November 27th, 2006
Diawali dengan masuknya aku ke salah satu kampus yang kebetulan memang tempat cita-citaku sebagai ahli komputer. Pada tahun 1994, kepindahanku dari Jakarta Barat ke Bandung, tepatnya aku tinggal di daerah perumahan yang dulu pernah ditinggali kedua orang tuaku, dan sekarang aku tinggal bersama pembantu dan seorang anak kecil. Beranjak dari kehidupanku yang jauh dari kedua orang tua dan aku baru saja memiliki motor untuk mendukungku berangkat ke kampus. Aku mulai terbiasa dengan kehidupan bertetangga dan aku sering dipanggil untuk membantu tetangga dekat yang kadang kuperhatikan sepertinya adalah seorang wanita beranak satu dan suaminya jarang di rumah. Usianya kira-kira 32 tahun, di sini namanya aku samarkan saja yaitu Anna. Aku memanggilnya Tante Anna.Satu tahun sudah aku tinggal, di akhir tahun 1995 aku mulai merasakan gejolak nafsu yang amat sangat terhadap wanita. Pada suatu malam aku mulai merasa ingin sekali bermain/bertamu ke rumah tante Anna namun aku selalu tidak berani dan merasa takut kalau nanti suaminya akan datang dan aku akan dikomentari tidak baik.Bulan itu adalah bulan Januari 1996, usiaku pada saat itu baru 19 tahun dan tepat pada bulan Januari tanggal 20 aku genap 20 tahun. Di sini aku mengkisahkan hal sangat nyata yang terjadi dalam diriku. Malam itu malam Jum’at, cuaca sangat tidak mendukung dan tiba-tiba hujan sangat deras dengan diikuti angin kencang.Aku sangat sedih dengan kesendirianku, karena malam ini adalah malam kelahiranku. Aku duduk-duduk seorang diri sambil menghisap rokok kesukaanku, namun malam semakin tidak mendukung karena cuacanya. Aku berusaha mencari kesibukan dengan membaca-baca buku pelajaran, tiba-tiba aku dikejutkan dengan bunyi pagar samping yang khas, seorang wanita menghampiriku yang ternyata adalah tetangga sebelahku (Tante Anna).“
Ada apa tante?” aku mulai bertanya.“Bob, (namaku) tolong dong pasangin lampu kamar saya di rumah,”Ternyata lampu kamar tante Anna putus dan aku disuruh memasangkannya. Lalu aku mengikutinya dari belakang menuju rumahnya melalui pintu belakang. Di saat aku mengikutinya aku sempat terangsang dengan sentuhannya pada saat memasuki pintu belakang, karena ternyata dia tidak menggunakan bra dan aku sempat gemetar.Sementara ini aku berkonsentrasi dengan permintaanya agar aku memasangkan lampu di dalam kamarnya. Setelah selesai kukerjakan, cepat-cepat aku keluar kamarnya dan berusaha tenang, kemudian aku diminta untuk duduk dulu minum kopi karena kopinya sudah disuguhkan. Aku duduk sambil melihat tayangan TV dan aku lihat anaknya yang baru satu sedang tidur pulas di depan TV. Kemudian tidak berapa lama baru anaknya dipindahkan ke kamar. Sekarang tinggal aku dan tante Anna berdua di ruangan tengah.Waktu sudah menunjukkan pukul 22.30 dan aku minta izin untuk pulang namun aku dicegah, ia memintaku menemaninya ngobrol. Lama kelamaan aku mulai mengantuk dan dimintanya aku untuk rebahan dan diambilkannya bantal dan aku menurut saja. Ia bercerita bahwa tadi ada telepon dari temannya, katanya ia ditakut-takuti karena sekarang malam Jum’at ada hantu kalau sendirian di rumah.Asyik juga lama-lama acara mengobrolnya hingga tanpa kusadari tante Anna mulai mendekatiku dan meletakkan kepalanya di paha sebelah kiriku, karena aku rebahan agak di belakang dari tante Anna. Perasaanku mulai tak karuan, jantungku berdebar sangat keras serta sekujur tubuhku dingin. Karena baru pertama kali ini aku diperlakukan seperti itu (aku masih perjaka). Tiba-tiba tangan tante Anna mulai bergerak menuju selangkanganku, dan meremasnya kemudian mengusapnya. Saat itu aku memakai celana pendek berbahan lemas.“Hei, Bob!, ini kamu kok bangun?” tanya tante Anna.Saat itu aku sangat malu dan tidak bisa berkata-kata lagi. Kemudian Tante mematikan lampu dan memintaku pindah ke kamarnya dengan menarikku ke atas tempat tidur. Pikiranku sangat kacau dan sangat gugup saat tiba-tiba aku dipeluk dan ditindih kemudian diciumi. Hingga pada saat bibirku dikulumnya aku mulai panas dan terangsang amat sangat.Lama aku dibuatnya terlena dalam kemelut yang dibuatnya. Hingga tante itu mulai menuruni lekuk tubuhku sampai pada selangkanganku dan membuka celanaku. Sesaat kemudian seluruh pakaianku sudah terlepas dan apa yang terjadi ternyata penisku dimasukkan ke mulutnya. Aku merasa sangat tegang dan memang baru pertama kali aku mengalami hal seperti ini. Dengan lembut dan penuh penghayatan, penisku dipegangnya, kadang dijilatnya kadang dihisapnya namun juga kadang digigitnya hingga sampai pada buah zakarku juga di kulumnya.“Bob, jangan keluar dulu ya?” ujarnya dengan mulutnya yang tertutup oleh penisku.“Akh.. Mmnyamm”Aku sudah dapat membaca bahwa tante sangat haus akan sex. Seperti orang yang lama tidak bersetubuh hingga dengan ganasnya aku mulai ditindihnya dan aku mulai merespons. Dengan naluri rangsangan, aku dorong Tante Anna kemudian aku buka pakaiannya secara perlahan sambil menciuminya, kemudian kulumat teteknya yang tidak begitu besar namun masih kencang. Aku hisap dan kumain-mainkan lidahku di sekitar puting susunya, Tante Anna mulai terangsang sambil menggeliat-geliat dan menekan kepalaku agar aku lebih keras lagi menghisapnya.Lama aku bermain di sekitar payudaranya sampai akhirnya aku disuruh menjilat bagian yang sensitif di antara selangkangannya. Aku mulai sedikit mengerti. Dengan dibantu tangannya, aku mengerti yang mana yang harus aku jilat dan kulumat. Hingga pada akhirnya aku ditariknya kembali ke atas sampai aku menindihnya dan dadaku menekan toketnya yang semakin agak keras. Lalu aku didorong ke sampingnya dan aku mulai ditindihnya kembali namun sekarang tante Anna memegang penisku yang semakin keras kemudian dengan perlahan tante Anna membimbingnya memasuki liang kenikmatannya.Posisi tante Anna berada di atas seperti orang naik kuda, menggoyang-goyangkan pinggulnya dan kadang menaik turunkan bokongnya. Lama sekali dia bertahan pada posisi itu, hingga akhirnya Tante menjerit kecil menahan sesuatu namun sambil mencengkeram bahuku..“Akhh, Bob, saaya keluar nih, ahh.. Ahh.. Ohh.. Bob kamu belum keluar ya?”Kemudian aku membalikkan tubuhnya dan sekarang aku ganti berada di atasnya dengan penisku masih menancap di liang kenikmatan itu. Aku mulai menyerang, dan sekarang aku mengeluarmasukkan penisku. Lalu aku mengambil posisi duduk di antara selangkangannya sambil mengocoknya. Suara yang keluar dari mulut Tante Anna membuatku sangat terangsang.“Bob, yang keras dong, lebih cepat kamu kocoknya,” kata tante sambil memegang kedua tanganku. Aku merasa belum akan sampai, tapi tiba-tiba tante Anna mulai menggeliat-geliat sangat kasar hingga aku dipeluknya.“Bob, ah.. Saya mau keluar lagii. Bob.. Ahh.. Ohh Bob”Lalu aku disuruhnya mencabut penisku dan tante Anna keluar menuju kamar mandi. Tidak berapa lama dia kembali dan membawa kain basah lalu mengusapkannya di penisku yang mulai lengket. Kemudian, tante Anna mulai menaiki tubuhku kembali dan memasukkan penisku ke vaginanya yang ternyata sudah kering. Ia memulai dengan gerakan lambat dengan menggoyangkan pinggulnya maju mundur dan aku kemudian diminta berposisi di atas.Sekarang aku yang mencoba memasukkan penisku ke dalam vaginanya dan mulai bereaksi namun sangat seret dan terasa penisku dijepitnya. Aku mencoba memasukkannya lebih dalam dan menekan penisku agar lebih masuk kemudian aku mencoba dengan perlahan kugerakkan maju mundur diiringi goyangan pinggul Tante Anna, sesekali kedua pahanya mengapit rapat. Lama aku mulai merasakan terangsang. Dengan mengulum toketnya aku mulai bereaksi dan aku mulai merasa ingin keluar. Akhirnya aku keluar dengan diiringi jeritan kecil tante Anna yang ternyata juga keluar bersamaan sampai aku tak bisa menahan diri. Kemudian aku langsung dipeluknya erat-erat dan tidak boleh mencabut penisku sampai aku tertidur.Terdengar suara samar-samar dari kejauhan, orang sudah ramai di luar seperti tukang roti dan lainnya. Aku terbangun dan kulihat tak ada seorangpun di sampingku dengan pintu kamar masih tertutup rapat dan hordeng jendela masih tertutup. Aku sempat kaget dan kulihat diriku dalam keadaan tanpa sehelai benang pun yang menempel di kulitku. Aku berusaha mencari pakaianku yang tadi malam dilempar ke sisi spring bed Tante Anna. Tak berapa lama kemudian Tante Anna membuka pintu dan masuk kembali ke kamar.“Bobby! Kamu sudah bangun?”“Ya..” jawabku sambil melihat seluruh tubuh Tante Anna yang ternyata baru selesai mandi dengan hanya menggunakan handuk.Handuk itu hanya menutupi sebatas toketnya dan pangkal pahanya yang putih merangsang. Lalu aku duduk di pinggir tempat tidur sambil memandangi pemandangan yang indah itu. Tiba-tiba saja penisku yang sudah loyo bangun kembali, namun kuurungkan niatku untuk bermain di pagi hari. Dengan cepat aku keluar dari kamar menuju kamar mandi.Selesai dari kamar mandi aku masuk kembali ke kamar tidur untuk minta handuk, tapi ternyata yang kulihat di dalam kamar, Tante Anna belum juga berpakaian sementara handuk yang melekat di tubuhnya sudah tidak ada. Aku pandangi terus tubuh tanpa busana itu, lalu aku mendekatinya dan sempat kucium bahunya, namun dengan gerakan yang cepat sekali aku didorongnya ke atas tempat tidur oleh tante Anna dan tanpa basa basi lagi dikulumnya lagi penisku hingga basah oleh liurnya.Pagi ini ternyata aku sudah mulai on kembali oleh kuluman, hisapan, dan belaian tante Anna pada penisku. Lalu aku dimintanya berdiri dan melumat toketnya yang sudah agak mengeras pada putingnya yang berwarna agak kemerahan. Kujilat, kuhisap kadang kuremas pada toket yang satunya. Kembali aku didorong dan ditindihnya lalu.. Bless.. Slepp.. Ternyata penisku sudah digiringnya masuk kembali ke liang kenikmatannya. Dengan agresif dan penuh nafsu, digoyangkannya maju mundur pantat Tante Anna hingga aku pun mengiringinya dari bawah, sambil kuremas-remas kedua toketnya dengan kedua tanganku.“Ah.. Aah.. Ahh.. Ohh, Booby saya puaas ssekalii. Bob, saya mau.. Keeluaar.. Ahhohh..”Lalu Tante Anna mencabut penisku dari memeknya dan membersihkannya dengan kain di sekitar, kemudian aku dengan ganasnya memasukkan kembali senjataku lalu kugoyang-goyangkan lalu kutekan kembali hingga Tante Anna menjerit kecil..“Aahh.. Oohh, Bobb.. Mentok nih? Terus bob tekan punya kamu, oh Bob!”Lama sekali aku memainkan Tante Anna, kemudian aku mencoba kembali dengan posisi Doggy Style. Tante Anna sambil membungkukkan badannya di atas kasur kucoba untuk memasukkan penisku dan Blees.. Slepp..“Ahh, Bobb.. Terus Bob, Masukin sampai dalam, oh Bobb.. Yang kasar Bob”Lalu dengan cepat aku memaju mundurkan pantatku hingga aku sudah tidak tahan lagi. Dan kemudian aku sudah sampai pada dimana kenikmatan itu terasa sampai ujung rambut. Dan cairan yang kukeluarkan tidak kubuang keluar.Setelah selesai, aku mulai merasa letih dan sangat lapar. Aku mencoba beristirahat sebentar, kutatap langit-langit yang ada di kamar itu. Kuatur nafasku perlahan dan kupeluk kembali Tante Anna, kuusap-usap toketnya lalu aku mencoba menghisap-hisap pelan hingga sampai kumain-mainkan dengan tanganku.“Bob, udah ah, nanti lagi”.Lalu aku lepaskan tanganku dan aku langsung bangun menuju kamar mandi. Pukul 07.15 aku sudah rapi, lalu aku minta izin untuk pulang. Setelah itu aku mulai dengan pekerjaanku di rumah. Di dalam rumah aku sempat berfikir tentang apa yang telah terjadi semalam dengan Tante Anna.Malam pun tiba, aku seperti biasa ada di rumah sambil menyaksikan tontonan TV. Tiba-tiba pintu samping ada yang mengetuk dan kubuka, ternyata Tante Anna membawa makanan buatku. Dengan senyumnya aku ditawari makan lalu aku diciumnya, namun tangan tante Anna kembali menggerayangi penisku. Aku terangsang tapi niatku untuk bersetubuh lagi dengannya tertunda karena aku ada janji dengan teman.*****Cerita ini aku sudahi dulu, namun so pasti, kejadian yang kualami ini selalu terulang setiap malam bahkan kadang di siang hari pada saat anaknya sudah berangkat sekolah. Terkadang di siang hari sambil memutar film BF kami bermain dengan mengikuti apa yang ada di adegan film tersebut. Lama kelamaan aku mulai terbiasa dan banyak yang aku pelajari dari permainan sexku dengan Tante Anna.Bagi tante-tante yang ingin berkenalan, silakan email saya. Saya tunggu kritik dan sarannya.
DEBORAH
Senin pagi itu, tak biasanya Deborah datang pagi-pagi sekali ke tokonya di jalan B, daerah selatan stasiun kereta api di
kota YK. Saat itu ia mengenakan blouse hijau tanpa lengan yang sangat ketat di tubuhnya yang putih montok. Rambut ikalnya yang panjang bercat kemerahan diikatkannya ke atas, memperlihatkan tengkuknya yang putih seksi. Rupanya pagi itu, ia memang orang pertama yang datang ke tokonya. Pegawai-pegawainya biasanya baru datang pukul 8 pagi. Setelah membuka pintu toko mainannya, ia langsung menuju meja kasir dan menghitung laba perolehan hari sebelumnya, sambil menunggu para pegawainya datang 1 jam lagi.
Deborah adalah seorang wanita keturunan tionghoa, yang sudah cukup berumur. Akan tetapi, walaupun usianya sudah kepala 4, tetapi perawakannya masih mengundang air liur lelaki yang memandangnya. Tubuhnya yang montok selalu mengundang lirikan lelaki dan memancing fantasi liar untuk dapat menindihnya. Belum lagi bila memandang buah dadanya yang putih montok itu, setiap lelaki pasti ingin meremas gemas dam memelintir lembut putingnya. Di usianya itupun, wajahnya masih menunjukkan garis-garis kecantikan, serta sorot matanya yang sayu tetapi tajam, menandakan kebinalannya di atas tempat tidur.
Sebagaimana umumnya orang tionghoa, naluri bisnisnya memang cukup tajam. Baru beberapa bulan saja toko mainannya ini ia kelola, ia sudah mendapatkan cukup banyak pelanggan. Mungkin karena harga mainan anak-anak di tokonya ini relatif murah dibandingkan harga ditoko lainnya.
Sambil menunggu pegawainya, Deborah duduk di belakang meja kasir, menghitung laba hari sebelumnya. Belum ada pelanggan yang datang, mungkin karena hari masih cukup pagi, dan di luar pun cuaca terlihat agak mendung.
“Wah, pagi-pagi begini sudah mendung, bisa susah rejeki nih!” pikirnya sambil melihat ke arah luar.”Mudah-mudahan aja, nggak hujan..”
Deborah kembali melanjut pekerjaannya, sampai tiba-tiba di luar gerimis pun turun.
“Lho, baru aja dibilangin, malah hujan beneran deh..” gerutunya.”Anak-anak bisa terlambat dateng nih!” ujarnya lagi sambil melirik arloji emas berbentuk kotak di lengan kanannya.
Gerimis itu lama-kelamaan menjadi hujan yang cukup deras, sehingga hawa pagi itu menjadi semakin dingin. Di luar pun, beberapa orang menghentikan sepeda motornya untuk mengenakan jas hujan, lalu kembali meneruskan perjalanannya. Kecuali beberapa pejalan kaki yang terus berjalan sambil berusaha menghindari hujan, ada juga dua orang pengendara motor yang memilih untuk berteduh sebentar di depan tokonya.
Salah seorang pengendara motor itu, kelihatannya seorang mahasiswa yang hendak pergi kuliah dan tidak membawa jas hujan. Pemuda itu memilih untuk berteduh di depan tokonya, sambil melihat-lihat dari luar ke dalam toko mainan Deborah. Tak lama kemudian, ia masuk ke toko itu, sambil terus melihat-lihat mainan yang ada. Melihat ada tamu yang masuk ke tokonya, Deborah langsung mempersilahkan pemuda itu dan menghentikan pekerjaannya menghitung laba.
“
Ada yang bisa saya bantu?” tanya Deborah.
“Oh, maaf kebetulan saya kehujanan dan berteduh di depan, saya baru ingat kalau saya memerlukan spare parts untuk mobil remote control saya dirumah” jawab pemuda itu.
“Wah, kalau spare parts remote control, kebetulan disini cukup lengkap, kalaupun di etalase kosong, mungkin bisa saya carikan di gudang”. Ujar Deborah.”Memangnya bagian apa yang diperlukan?”
“Saya butuh dinamo dan ban untuk mobil remote control saya dirumah,” jawab pemuda itu.
Sambil menerangkan jenis yang dicarinya ia terus mengamati Deborah yang sedang mengecek buku inventarisnya. Ia baru saja menyadari, bahwa lawan bicaranya itu ternyata sangat menggoda dan membangkitkan gairahnya. Terutama di pagi hari yang sangat dingin itu. Melihat keadaan toko yang sepi itu, ia ingin mencoba mencari kesempatan di dalam kesempitan. Ia pun berusaha berkenalan dengan Deborah.
“Oya, kenalkan nama saya Anto,” pancing pemuda itu.
“Oh, saya Deborah,” balas Deborah.
“Saya mesti panggil Mbak atau tante nih?” tanya Anto lagi.
“Terserah deh! Enaknya Dik Anto aja gimana,” jawab Deborah.”Wah, sepertinya dinamo yang untuk model itu disini sudah habis, saya memang nggak menyimpan stok banyak, karena kurang banyak peminatnya”.
“Yah, sayang sekali.. Apa di gudang juga sudah habis?” pancing Anto.
“Oh iya, saya hampir lupa, sebentar saya coba carikan,” lanjut Deborah sambil mengunci mesin kas-nya dan beranjak keluar meja kasir ke arah gudang di lantai dua toko itu.”Dik Anto tunggu sini sebentar ya?”.
Saat melihat Deborah berdiri dan berjalan, gairah Anto semakin meluap. Terlebih lagi ketika ia mengamati Deborah menaiki tangga kayu itu, matanya semakin nakal melirik ke arah bongkahan pantat Deborah yang terbungkus rok jeans mini. Entah keberapa kalinya ia menelan ludah, sejak ia pertama kali melihat tante itu. Dan entah desakan dari mana yang membimbing Anto mengikuti Deborah, naik ke lantai dua. Ia kemudian memegang pegangan tangga, untuk mengikuti tante itu, sambil mendongak ke atas melihat Deborah yang masih menaiki tangga itu. Terlihat jelas oleh matanya, Deborah saat itu mengenakan celana dalam hitam berenda dan samar-samar memperlihatkan gundukan putih menggiurkan yang ditumbuhi bulu-bulu halus. Pemandangan itu membuat nafasnya semakin naik turun.
Perlahan-lahan agar tak terdengar oleh tante itu ia mulai meniti anak tangga, hingga akhirnya ia sampai ke lantai dua yang merupakan gudang di toko itu. Ia menghampiri Deborah yang sedang berjongkok mengaduk-aduk sebuah kardus. Anto mengendap-endap ke belakang Deborah, kemudian berdiri tepat di belakang Deborah, menunggu tante itu berdiri.
Tak lama kemudian, kelihatannya Deborah sudah menemukan apa yang di carinya, setelah menaruh kembali kardus itu ke tempat semula, ia pun berdiri, dan langsung dikejutkan oleh kehadiran Anto di hadapannya.
“Lho..” Belum sempat Deborah menyelesaikan kalimatnya, Anto langsung memeluk Deborah, sambil membungkam mulut tante itu dengan tangannya. Otomatis Deborah meronta dan berusaha berteriak, sambil memukuli punggung Anto. Akan tetapi, hal itu sia-sia belaka, tangan Anto yang lebih kuat semakin mendekap tubuhnya dan membungkam mulut Deborah. Hingga akhirnya Deborah sadar bahwa usaha apapun yang dilakukannya akan sia-sia. Tubuh montoknya pun menjadi lemas.
Melihat Deborah sudah menjadi lemas, Anto mengendurkan dekapan dan bungkaman pada bibir Deborah. Ia langsung menciumi bibir tante itu, dilumatnya habis wajah Deborah. Diciumi dan dijilatinya wajah cantik itu sambil nafasnya tersengal-sengal penuh nafsu.
“Aa.. Apa yang kau lakukan?? Kurang ajar kamu!” bisik Deborah terpatah-patah karena ketakutan.
“Tenang Tante.. Jangan takut, Tante nurut aja.. Lagi pula teriakan Tante nggak akan terdengar karena derasnya hujan,” jawab Anto sambil terus menciumi bibir Deborah dan tangannya sudah mulai menjamah bagian buah dada tante itu.
“Jjja.. Ngann.. Please.. Kenapa kamu nggak nyari perempuan yang lebih muda aja?” Pinta Deborah sambil berusaha menepis tangan Anto yang sudah mulai meremas lembut puting kirinya yang masih terbungkus bra dan blouse dari luar.
“Kalau kamu mau uang, ambil aja di kassa.. Tapi jangan seperti ini.. Please..”
“Aku mau Tante aja.. Sudah deh, Tante nurut aja.. Ntar pasti Tante nikmatin juga. Percaya deh!” bisik Anto di telinga Deborah, sambil kemudian dijilatinya telinga yang putih kemerahan itu.
“Mmmhh.. Tante begitu harum.. Kulit Tante mulus dan wangi..” sambung Anto sambil terus menggerayangi buah dada dan lengan Deborah. Deborah enggan mengakui kalau ia merasa tersanjung oleh kata-kata pemuda yang sedang mencoba memperkosanya itu, tetapi hati kecilnya tergoda juga oleh kata-kata pemuda itu.
Sambil mendorong tubuh Deborah agar rebah ke lantai, tangan Anto kini mulai berpindah ke daerah perut Deborah, yang kelihatannya sudah semakin tak berkutik. Direnggutnya blouse tante itu ke atas, dan terpampanglah perut yang putih mulus, walaupun agak sedikit gemuk, tetapi tak mengurangi keseksian tante itu. Ciuman-ciuman Anto kini mulai turun ke leher, buah dada yang masih terbungkus pakaian, dan akhirnya mulai menggerayangi perut dan pusar Deborah.
Rupanya ciuman Anto di bagian perut dan permainan lidah di pusarnya itu lama kelamaan menimbulkan kegelian yang amat sangat. Tak munafik, Deborah menikmati hal itu. Teriakannya berangsur-angsur berubah menjadi desahan. Tangannya yang berusaha mendorong tubuh Anto, sekarang sesekali meremas rambut Anto dan menekan kepala Anto semakin dalam dan merapat dengan tubuhnya. Saat ini yang ada hanyalah erangan-erangan kecil dari mulut Deborah yang sedang di permainkan oleh lidah nakal Anto.
“Ssshhtt.. Jjjangann.. Llleppasskanhh.. Aaauuhhff..” bisik Deborah kegelian.
Deborah pun akhirnya dilanda kebimbangan karena di satu sisi ia merasa harus mempertahankan dirinya agar tidak diperkosa oleh pemuda itu, di lain sisi ia mulai menikmati permainan yang sedikit kasar itu. Sementara itu, tanpa disadarinya tangan Anto sudah berhasil menyingsingkan rok mininya ke atas, dan tangan pemuda itu sudah mulai menggerayangi daerah kemaluan Deborah.
“Nngghh..” tak sadar Deborah melenguh nikmat.
Tangan kekar itu tak henti-hentinya mengelus-elus bukit kenikmatannya dari luar celana dalamnya yang sudah mulai basah. Ciuman pemuda itu pun tak henti-hentinya menggerayangi bibir, leher dan buah dadanya yang montok dan masih terbungkus bra hitam berendanya itu.
“Ahh.. Sshh..” lenguh Deborah.
Deborah semakin menikmati kenakalan pemuda itu. Saat ini ia justru mengharapkan agar pemuda itu semakin berbuat kurang ajar padanya. Matanya mulai terpejam seiring dengan semakin membanjirnya lendir kenikmatan di vaginanya. Pikirnya, pemuda itu memang tahu caranya memanjakan wanita. Deborah pun sudah tak merasa bahwa dirinya akan diperkosa. Ia justru mendambakan sentuhan pemuda itu.
Jemari Anto bermain di pinggiran celana dalam Deborah. Diusap-usapnya jahitan pinggir celana dalam hitam berenda yang semakin basah itu. Sesekali jemari nakalnya menyelip masuk ke dalam celana dalam itu sambil mengusap lembut gundukan yang ada di dalamnya. Usapan jemari Anto pada jahitan renda pinggiran celana dalam Deborah menimbulkan suatu sensasi dan rangsangan yang sangat dinikmatinya. Jahitan dari motif renda yang tak rata itu menyebabkan jemari Anto yang bermain diatasnya seakan-akan menggaruk-garuk daerah sekitar vaginanya. Terlebih saat Anto memang sengaja menggaruk bagian itu dengan kukunya. Hal ini membuat Deborah semakin tak kuasa untuk menahan lendir kenikmatannya yang semakin membanjiri daerah itu.
“Aughh.. Nakal kamu ya!” jerit Deborah saat merasakan jari telunjuk pemuda itu menyelip masuk dan mengusap lembut labium mayoranya.
Sesaat telunjuk pemuda itu keluar dari dalam celana dalam Deborah, ia langsung menyodorkan jemari yang dibasahi oleh lumuran lendir kenikmatan Deborah itu ke bibir seksi tante itu. Dan langsung saja Deborah menyambut dan mengulum telunjuk yang penuh dilumuri oleh lendir kenikmatannya sendiri itu dengan penuh nafsu. Anto sendiri tak henti-hentinya menggerak-gerakkan telunjuknya yang sedang dikulum Deborah seakan-akan ingin mengorek-ngorek bagian dalam mulut wanita itru dengan lembut. Melihat tante itu menjilati telunjuknya dengan penuh nafsu, Anto langsung mendekati bibir wanita itu, berharap agar masih ada sisa lendir kenikmatan wanita itu dalam mulut seksinya. Deborah agaknya mengerti oleh apa yang diinginkan pemuda itu. Ia langsung mengumpulkan ludah dalam mulutnya yang memang masih bercampur dengan lendir kenikmatannya, kemudian disodorkannya ludahnya itu dengan bibir sedikit terbuka penuh gairah. Anto langsung melumat gemas bibir Deborah. Dikecap-kecapnya sebentar ludah tante itu dalam mulutnya, kemudian ditelannya penuh nafsu.
Melihat kelakuan pemuda itu, Deborah menjadi semakin terbakar oleh nafsu. Ia semakin lupa pada keadaan dirinya yang hendak diperkosa. Dan agaknya keadaan itu sekarang telah berubah menjadi keinginan untuk sama-sama saling memuaskan karena Deborah sudah mengabil posisi telentang dengan pahanya agak terbuka. Deborah langsung menarik kepala pemuda itu, diciuminya bibir pemuda itu dengan penuh gairah. Kemudian dijambaknya rambut Anto sambil didorongnya kepala pemuda itu agar mulutnya mengarah ke vaginanya. Anto yang memang sudah terbakar oleh nafsu sejak pertemuan di meja kasir tadi, langsung saja menuruti keinginan Tante itu. Tanpa membuka celana dalam Deborah, ia langsung menjilati vagina Deborah dengan hanya cukup menarik pinggiran berenda celana dalam Tante itu di sekitar vaginanya. Dijilati dan digigitnya dengan penuh nafsu vagina itu sambil kepalanya terus dipegang dan dijambaki oleh Deborah. Rupanya Deborah tak cukup hanya dipuaskan dengan jilatan-jilatan liar Anto, ia juga ingin mendusal-dusalkan wajah pemuda itu pada vaginanya. Hingga tak lama kemudian, Anto merasakan daerah sekitar selangkangan Tante itu bergetar, dan makin lama getaran itu makin hebat, hingga tak lama kemudian, saat ia sedang menggigit-gigit kecil klitoris Tante itu, diiringi teriakan liar Deborah.
“Ooghh iiyyaahh.. Terrusshh.. Mmmppffhh.. Ghhaahh..” Racau Deborah. Hingga tak lama kemudian, “Crroottss..”
Wajah Anto langsung tersembur oleh cairan yang hangat dan kental yang berasal dari dalam liang vagina Deborah. Rupanya Saat itu Deborah baru saja mengalami orgasme yang cukup banyak di awal permainan mereka. Dan langsung saja, tanpa diberi komando, dengan lahapnya Anto menjilati dan meraupi lelehan lendir kenikmatan yang tak henti-hentinya meleleh dari dalam vagina Tante itu. Hal ini tentunya membuat Deborah yang baru saja mencapai orgasme dilanda rasa geli yang amat sangat.
“Hhhaahh ssttoopp!! Sttoopp!! Ghiillaahh.. Ohh Sttoopp Sshh..” teriak Deborah sambil berusaha menjauhkan selangkangannya dari wajah pemuda itu.
Tetapi Anto justru tak mau memindahkan mulut dan jilatannya sedikit pun dari vagina yang sedang dibanjiri cairan nikmat itu. Ia terus mengumpulkan lendir Deborah di dalam mulutnya dan kemudian langsung menelannya dengan rakus. Mulut dan wajah pemuda itu belepotan oleh lendir Deborah. Setelah Anto merasa bahwa vagina Deborah telah bersih kembali, ia langsung beranjak ke arah bibir Deborah, dengan masih mengulum lendir dari vagina Tante itu ia menyuapkannya kebibir seksi di hadapannya. Deborah langsung mengerti apa yang akan dilakukan Anto. Ia langsung membuka bibir seksinya seraya berkata,
“Ludahkan! Ludahkan padaku Sayang!”.
Pintanya dengan tatapan sayu menggairahkan sambil meremas-remas lembut payudaranya sendiri.
“Ooohh.. Ssshh..”
“Cuhh..” Anto langsung meludahkannya ke dalam mulut Tante itu. Dan langsung disambut dengan desahan bergairah Deborah.
“Mmmhh.. Nikmatthh,” bisik Deborah setelah menelan lendir kenikmatannya sendiri dengan rakus.
Anto yang semakin terbakar gairahnya melihat adegan itu langsung melucuti pakaiannya sendiri. Sejak melihat tubuh molek Tante itu ia memang tak sabar untuk memasukkan penisnya ke dalam vagina sang Tante dan menggarapnya penuh nafsu. Setelah dirinya telanjang bulat, ia berdiri sejenak dihadapan sang Tante sambil mengacung-acungkan penisnya yang sejak tadi telah menegang penuh dihadapan Deborah.
“Woow..” kagum Deborah sambil mengarahkan tangannya untuk menggenggam penis itu.
“Aaahh.. Tanteehh..” bisik Anto saat jemari Tante itu menggenggam dan meremas lembut penisnya.
Deborah langsung mengocok penis digenggaman tangan kanannya itu dengan penuh kelembutan. Sementara itu tangan kirinya mengusap-usap vaginanya sendiri yang mulai basah kembali. Rupanya ia pun tak sabar ingin digarap oleh pemuda itu. Dipindahkannya tangan kirinya yang sudah dibasahi lendir kenikmatannya ke penis Anto, dan dibalurinya penis yang menegang keras itu dengan lendirnya.
“Aaahh.. Angett Tantee..” Bisik Anto sambil memejamkan matanya.
“Hhhmm?? Anget? Aku punya yang lebih panas Sayang!” Tantang Deborah sambil mengarahkan bibir seksinya ke penis pemuda itu. Dan langsung dikulumnya penis dihadapannya dengan penuh nafsu.
“Ngghh.. Mmmhh..” Desahnya.
“Ooohh.. Iyaahh terusshh Tanteehh.. Ssshh..” Anto pun semakin meracau tak karuan.
Deborah menemukan kenikmatan yang lebih memacunya untuk terus mengerjai penis pemuda itu karena ia mencium dan merasakan aroma dan basah dari lendir kenikmatan yang berasal dari vaginanya sendiri. Dan itu membuatnya semakin liar menjilati benda yang panjang dan panas itu.
“Mmmhh.. Ssshh..” Bisik Anto tak henti-hentinya sambil mengacak-acak rambut Tante itu, sehingga rambut merah ikal Deborah yang semula diikat ke atas menjadi acak-acakan dan terlihat sangat menggairahkan.
Deborah berhenti sejenak dari kegiatannya mengelomoti penis pemuda itu, sambil teros berjongkok dihadapan Anto, ia menengadah menatap wajah pemuda itu dengan tatapan sayu penuh gairah. Melihat wajah Tante-Tante yang sedang terbakar oleh gairah seperti itu membuat Anto semakin tak sabar untuk segera menggarap Tante itu. Diacak-acaknya rambut Deborah dengan gemas.
“Kau ingin lebih panas Sayang? Hhmm?” Tantang Deborah dengan tatapan penuh nafsu..
“Siksa aku Tante! Siksa aku dengan tubuhmu!” Pinta Anto sambil terus mengacak-acak rambut Deborah.
“As you wish honey!” jawab Deborah sambil melucuti kancing blousenya dan rok spannya sendiri.
Deborah yang saat ini tinggal mengenakan bra dan celana dalam hitam berendanya kembali mengerjai penis Anto. Dikulum-kulum dan dijilatinya batang kemaluan pemuda itu hingga penis itu basah dilumuri oleh ludahnya sendiri. Deborah semakin menggila dan liar. Sampai-sampai bola matanya nyaris berputar kebelakang saat ia mengelomoti batang yang menegang dan panas itu. Sesekali digigitinya urat-urat kemaluan Anto yang menonjol-menonjol akibat tegangnya penis itu hingga pemuda itu meringis kesakitan.
Anto yang semakin tak sabar dan terbakar oleh gairah langsung saja menarik tubuh Tante itu agar berdiri dihadapannya, dan langsung saja Deborah menyerang bibir pemuda itu dengan penuh nafsu. Digigitinya pula bibir dan lidah Anto. Ia memang benar-benar sudah terbakar oleh nafsu.
“Tante, aku sudah nggak tahan nih!” pinta Anto sambil membalas kecupan-kecupan liar Tante itu.
“Aku juga Sayang! Cepat kerjai vaginaku To!” balas Deborah dengan tatapan sayu memelas penuh nafsu.”Sebentar kubuka BH dan celana dalemku dulu ya Honey!? Sabar Sayang!”.
“Nggak usah Tante! Aku suka ngeliat Tante Cuma pake pakaian dalem gitu,” pinta Anto, “Tenang aja, tetep nikmat kok!” sambungnya menenangkan Deborah sambil meremas-remas lembut gumpalan daging putih yang masih terbungkus bra hitam renda itu.
Anto langsung mendorong tubuh montok Tante itu agar membelakangi tubuhnya, kemudian diaturnya agar tubuh Deborah menungging. Deborah langsung menyadari, rupanya pasangannya ini ingin mengerjainya dalam posisi doggie style terlebih dahulu. Ia langsung mengambil ancang-ancang doggie style, bongkahan pantatnya yang montok mulus itu menghadap Anto, siap untuk dikerjai. Dengan paha yang lebarkan Deborah terlihat sangat menggairahkan saat itu. Dan hal ini semakin membuat Anto terangsang dan tak sabar. Pemuda itu langsung mengarahkan penisnya yang sudah benar-benar panjang dan tegang tepat ke arah vagina Tante itu. Tetapi saat ia melihat bongkahan pantat putih mulus dan montok yang masih terbungkus celana dalam hitam itu timbul keinginannya untuk menjilati liang anus Tante itu. Dan langsung saja ia menunduk ke arah pantat Deborah yang sedang menungging dan tak mengetahui bahwa Anto akan mengerjai anusnya terlebih dahulu, kemudian ditariknya celana dalam Deborah yang menutupi bagian vagina dan anusnya ke sebelah kanan tanpa membuka celana dalam itu, hingga tiba-tiba..
“Aaahh..”
Deborah merasakan sesuatu yang hangat dan basah mengusap liang anusnya dan Tante itu langsung saja merasakan geli yang amat sangat.
“Kau apakan tadi To?”
Desah Deborah sambil menengok kebelakang, dan ia langsung mendapati pemuda itu sedang menjilati dan menciumi pantat dan anusnya dengan begitu rakus.
Deborah benar-benar semakin menikmati permainan liar ini. Digeleng-gelengkannya kepalanya kesana kemari sampai rambutnya semakin acak-acakan. Dan pemandangan itu benar-benar sangat merangsang. Entah untuk keberapa kalinya kedua bola matanya itu nyaris berputar ke belakang saat tubuhnya mendongak ke atas mengimbangi kenikmatan yang ia dapatkan dari Anto.
Sementara itu Anto semakin giat saja mengerjai anus Tante itu. Entah keberapa kalinya ia membuat Deborah berteriak dan meringis kesakitan saat ia menggigit gemas bongkahan pantat Tante itu. Lidah pemuda itu menyapu-nyapu dari atas ke bawah, dari anus Deborah turun ke liang vagina Tante itu. Hal ini tentu saja semakin membuat Deborah menggelinjang kenikmatan. Tangan Deborah yang kanan berpegangan ke rak mainan disampingnya sementara tangan kirinya sibuk meremasi sendiri buah dadanya yang masih terbungkus bra hitam itu. Dipuntir-puntirnya sendiri putingnya yang masih ada dalam bungkus renda itu. Gesekan yang ditimbulkan oleh renda dan jemari tangannya pada putingnya benar-benar menambah rangsangan pada dirinya. Deborah semakin menggila, ia ingin dijadikan budak seks oleh Anto.
“Ooocchh.. Yaahh.. Ssshhtt..” racau Deborah, “Terus ssaayyaang.. kkeerrjaaii akkuuhh.. oohh”
Tak henti-hentinya ia meremas payudara dan menjambaki rambutnya sendiri.
“Oh Tante.. Pantatmu begitu mulus.. Liang vaginamu begitu harum Tante..” racau Anto sambil terus menjilati anus dan vagina Deborah, mengeluar masukkan lidahnya ke dalam liang vagina dan anus Deborah bergantian.
Tiba-tiba Deborah merasa ada sesuatu yang akan meledak lagi dari dalam selangkangannya. Tubuhnya tergetar hebat. Anto pun merasakan vagina dan daerah selangkangan Tante itu mengejang dan bergetar hebat. Dan ia langsung menyadari bahwa Tante itu akan segera mendapatkan orgasme lagi, sehingga pemuda itu semakin mempercepat rangsangannya pada daerah selangkangan Tante itu, sampai tiba-tiba saat Anto menusukkan lidahnya pada vagina Deborah dalam-dalam, Tante itu tersentak sambil berteriak..
“Ooocchh.. Aaacchh.. Ggghhaahh.. Sshhiitt!!” racau Deborah dengan liarnya, dan.. crootss.. Untuk kedua kalinya wajah Anto tersembur oleh cairan kenikmatan yang muncrat dari dalam vagina Deborah.
“Ahh Ghiillaa..” teriak Deborah sambil tubuhnya mengejang dan kedua tangannya berpegangan pada rak dan lantai, kakinya direnggangkan penuh seakan-akan ia ingin memeras lebih banyak cairan yang keluar dari dalam rahimnya itu. Beberapa menit kemudian tubuh montoknya langsung terkulai lemas berpegangan rak mainan di gudang itu dan mungkin karena tak kuat menahan sisa-sisa orgasmenya ia langsung terjatuh ke lantai karena seluruh persendiannya seakan-akan lepas dan sangat lemas.
Anto pun menghentikan kegiatannya untuk memberikan kesempatan istirahat pada Deborah. Tetapi ia tak menghentikan ciuman-ciuman dan jilatan pada daerah sekitar selangkangan Tante itu karena ia ingin membersihkan dan mereguk lagi lendir kenikmatan yang terus menetes dari dalam vagina Deborah.
“Aaacchh.. shhtt.. gelii Sayang.. ohhff.. Hentikann!!” desah Deborah saat Anto menjilat-jilati sekitar vaginanya yang masih terasa sangat peka.
“Mmmffhh.. Ohh yaahh.. Banjir Sayang?” bisik Deborah sambi melirik pada Anto yang terus mengerjai vaginanya yang masih berdenyut-denyut itu.
“Hmm.. Tante mau? Wangi banget Sayang!” jawab Anto sambil nafasnya tersengal-sengal penus nafsu.
“Mmmhh sini Sayang!” pinta Deborah sambil menarik rambut Anto agar mendekati menaiki tubuhnya.
Rupanya ia ingin menikmati lendir kenikmatannya lagi dari mulut pemuda itu. Anto langsung menuruti permintaan Deborah, lagi pula ia semakin tak sabar ingin menaiki tubuh montok dihadapannya itu. Perlahan-lahan ia menindih tubuh Deborah yang masih mengenakan pakaian dalamnya. Gesekan yang ditimbulkan oleh pakaian dalam Deborah yang berenda dengan tubuh Anto menimbulkan suatu sensasi yang merangsang gairah Anto.
“Kemari Sayang, naiki tubuhku! Merapatlah padaku To! Hsshh..” pinta Deborah sambil menarik dan memeluk rapat tubuh Anto.
Mulut Anto yang masih mengulum cairan kenikmatan dari vagina Deborah langsung diarahkannya ke bibir Deborah yang sedang membuka seksi.
“Mmmhh..” desah Tante itu saat bibir Anto memagut bibirnya sambil meludahkan lendir kenikmatan dari vagina Deborah.
“Mmmhh Tante..” bisik Anto sambil mempererat dekapannya pada tubuh montok Deborah yang terasa makin panas dihari yang dingin itu, hal itu pun makin menimbulkan rangsangan pada tubuh Anto sehingga penisnya pun semakin menegang minta dipuaskan.
“Hmm..
Ada yang tegang tuh di bawah!” bisik Deborah seusai menelan habis cairan kenikmatan yang disodorkan Anto.
“Sudah siap Sayang?” tantang Anto sambil menciumi telinga dan leher Tante itu.
“Nnngghh.. Give me that Honey! Please..” pinta Deborah.
Langsung saja Anto bangun dari tubuh Deborah, kemudian dipelorotkannya celana dalam hitam Tante itu, lalu diaturnya posisi kaki Deborah agar mengangkang lebar. Terlihatlah dihadapannya vagina Deborah yang merekah. Walaupun sudah berumur, tetapi vagina Tante itu masih terlihat memerah segar, kontras dengan kulit Deborah yang putih. Bulu-bulu disekitar vagina Deborah terpotong rapi, menandakan bahwa Tante ini memang cukup memperhatikan organ kewanitaannya tersebut. Pemandangan itu semakin membuat Anto tak henti-hentinya menelan ludah. Dikocok-kocoknya penisnya sebentar, kemudian diarahkannya langsung ke vagina Deborah, digesek-gesekkannya di bagian labium mayora Deborah. Rupanya ia ingin menggoda Tante itu sebentar.
“Cepat To! Masukkan penismu! Aku nggak sabar Sayang! Please..” racau Deborah sambil meremasi buah dadanya yang masih terbungkus BH hitam berenda itu.
“Hmm.. Nggak sabar ya Tante? Tadi katanya nggak mau?” goda Anto sambil terus menggesekkan penisnya naik turun pada vagina Deborah.
“Ooohh Shit! Persetan dengan tadi! Pokoknya aku mau penismu didalam vaginaku sekarang! Ayo dong Sayang!?”
Rupanya Deborah sudah semakin tak sabar dan mempersetankan segalanya.
“Mmmhh.. Oohh.. “
Anto rupanya memang sengaja ingin mengalihkan perhatian Tante itu. Ia ingin mempermainkan Deborah, dan membuat Tante itu terlena dengan sumpah serapahnya, sampai tiba-tiba, saat Deborah tak menyadarinya..
Bless..
Melesaklah penis Anto yang besar, panjang dan panas berdenyut-denyut itu perlahan-lahan ke dalam vagina Deborah. Kejutan ini benar-benar mengagetkan Deborah. Kedua matanya melotot nyaris keluar. Entah karena kenikmatan yang dirasakannya atau karena rasa kagetnya, tetapi yang pasti ia sangat menikmatinya.
“Ooohh.. Gila kamu! Kenapa nggak bilang-bilang? Aaahh.. Ssshhtt.. Gillaahh.. Mmmhh..” racau Deborah.
Kali ini ia benar-benar merasakan kehebatan penis Anto. Denyutan penis Anto dalam vaginanya itu seakan-akan memompa lendir kenikmatannya semakin banyak keluar dari dalam vaginanya. Anto rupanya sengaja membiarkan pinggulnya tak bergoyang dahulu. Ia ingin menikmati saat-saat pertama kalinya penisnya itu berada dalam relung vagina Tante itu.
Penis itu terus berdenyut-denyut keras di dalam vagina Tante itu. Begitupun dengan vagina Deborah yang terus berkontraksi memijat-mijat benda asing yang sedang berada dalam relung kewanitaannya itu. Kedua mata mereka terpejam erat menikmati sensasi yang mereka rasakan. Sambil menikmati denyut demi denyut dari dalam vagina Deborah, Anto meremas-remas bongkahan pantat Tante itu penuh nafsu, tingkahnya mirip seorang anak kecil yang baru saja mendapatkan mainan. Kenakalan Anto itu tentunya semakin membuat Deborah menggelinjang tak karuan. Denyutan vaginanya pun makin menggila, sehingga otomatis penis Anto semakin merasakan kenikmatan. Keduanya saling berciuman. Berpagutan dengan liarnya tiada henti. Deborah menggigiti lidah dan bibir Anto sambil terus menekan dan membuat jepitan dalam vaginanya. Tante itu rupanya sudah berubah menjadi liar dan buas. Sesekali Deborah meludahkan air liurnya ke dalam mulut Anto yang sedang tergagap-gagap kenikmatan. Dikumur-kumurnya liur Tante itu oleh Anto sebelum ditelannya.
Perlahan-lahan Anto mencabut penisnya dari dalam vagina Deborah. Ia tak ingin melakukannya tergesa-gesa. Gesekan penisnya yang dilakukan perlahan namun pasti itu benar-benar menimbulkan sensasi yang menggilakan. Deborah semakin terpejam dan bibirnya yang dibalut lipstik merah menyala itu semakin terbuka seksi.
“Ooohh.. Mmmhh..” desah Tante itu mengiringi gesekan penis pemuda itu dalam vaginanya.
“Tann.. Tttee.. Aahh.. Ssshh.. Nikkmaatthh.. ” balas Anto.
“Iyyaahh.. Terushh Too.. ” bisik Deborah.
Dicabutnya perlahan penis itu oleh Anto hingga keluar dari dalam vagina Deborah. Hal ini menimbulkan kekecewaan yang besar dalam hati Deborah. Ia masih menginginkan penis itu berada dalam relung kewanitaannya, mengobok-obok vaginanya penuh nafsu, ia ingin menduduki penis itu hingga melesak jauh ke dalam vaginanya, ia ingin dijadikan budak nafsu pemuda yang baru saja dikenalnya itu, ia semakin mempersetankan semuanya. Sementara itu dengan senyum penuh menggoda, Anto hanya memandangi wajah kecewa Deborah sambil mengocok-ngocok penisnya yang basah dibaluri lendir kenikmatan dari dalam vagina Deborah.
“Please.. Too.. Kerjai aku lagi Sayang! Perkosa aku sekarang juga!” racau Deborah makin tak karuan.
Kali ini jemari lentiknya menggantikan penis Anto bermain di sekitar kemaluannya. Digosok-gosoknya vaginanya yang semakin terasa gatal itu. Deborah benar-benar menginginkan penis Anto. Sambil mengelus-elus dan mengeluar masukkan jari tangan kanannya ke dalam vaginanya, ia terus menggelinjang dan merintih. Sementara itu tangan kirinya tak henti-hentinya meremas-remas payudaranya sendiri.
“Please.. Too.. Garap akuuhh.. Perkosa akuuhh.. Hamili aku! Perlakukan aku sesukamu Sayang! ” racau Deborah makin menggila.
Anto terus menggoda Tante itu, sambil mengocokkan penisnya di hadapan Deborah. Hal ini tentunya makin membakar gairah Deborah. Dirinya semakin mendesis-desis dan menggeliat tak karuan.
Tak kuat melihat pemandangan menggiurkan di hadapannya, Anto langsung mendekati Deborah, memeluk tubuh montok Tante itu dan menindihnya penuh nafsu. Bibir seksi Deborah langsung menyambut pagutan panas pemuda itu. Dihisapnya lidah nakal Anto yang langsung menjilati seluruh permukaan bibirnya. Deborah begitu menikmati sensasi permainan ini. Ia semakin melupakan kejadian pemerkosaan tadi dan justru semakin dibuat menggila oleh pemuda itu. Tak terhitung lagi berapa kali lendir pelumas keluar dari dalam vaginanya yang semakin terasa panas bila bergesekan dengan paha atau penis Anto. Rupanya Anto pun menyadari hal ini. Ia telah berhasil membakar gairah Tante itu sepanas-panasnya. Dan ia pun semakin tak sabar untuk mendorong masuk lagi penisnya ke dalam vagina Tante itu.
“Aku nggak kuat lagi Sayang! Kumasukkan sekarang ya!?” pinta Anto sambil menciumi wajah Deborah, sementara tangan kanannya mengocok penisnya yang telah menegang penuh tepat diantara selangkangan Deborah yang mengangkang lebar.
“Gila kau Sayang! Kenapa nggak dari tadi? Aku juga sudah nggak kuat! Cepat masukkan Thoo! Ssshh..” racau Deborah sambil mengangkat pinggulnya mengarahkan vaginanya yang merah basah, kontras dengan kulit putih mulusnya mendekati penis Anto yang menegang dipenuhi urat-urat.
Dan tak lama kemudian.. Blesshh.. Melesaklah penis itu ke dalam vagina Deborah perlahan-lahan.
“Ssshh.. Ooohh.. Teruusshh Sayang.. Mmmhh” bisik Deborah sambil mulutnya menganga lebar dan matanya terbelalak, pertanda ia amat menikmati penetrasi itu.
“Tantee.. Nnngghh..” desah Anto menyertai gerakan pinggulnya mendorong masuk penisnya perlahan-lahan ke dalam vagina Deborah. Ia amat menikmati setiap inci rongga vagina Deborah yang dilewati penisnya. Vagina itu begitu kenyal, panas, basah dan terasa berkedut-kedut seakan-akan sedang memijat penisnya yang sedang berada di dalamnya.
Saat penisnya sudah berada penuh didalam vagina Tante itu, tanpa membuat gerakan apapun, keduanya menikmati sensasi demi sensasi yang mereka rasakan. Tanpa langsung mengocokkan penisnya, Anto menciumi seluruh bagian tubuh Deborah yang berada dalam jangkauannya bibir dan lidahnya. Dipilinnya puting Tante itu dengan menggunakan giginya. Diseruputnya berulang-ulang puting itu penuh nafsu. Sesekali ia menyupang buah dada Tante itu, sehingga disana-sini meninggalkan garis merah yang kontras dengan warna putih kulit payudara Deborah. Keduanya semakin terbakar gairah, hingga di satu saat, keduanya tak kuat lagi menahan nafsu yang tertahan, tanpa dikomando oleh salah satu dari mereka, baik Anto maupun Deborah membuat gerakan yang mengejutkan dengan sama-sama mengangkat pinggul mereka sejauh mungkin tetapi tanpa melepaskan ujung penis Anto, kemudian secara berbarengan keduannya saling menghujamkan pinggul dan selangkangan mereka.
“Aaahh yyhhaahh.. Ssshh..” teriak Deborah saat penis Anto melesak masuk dengan cepat ke dalam vaginanya dan mentok menabrak dinding rahimnya.
“Ggghhaahh.. Oooffhh.. Mmmhh..” racau Anto tak kuat menahan suaranya sendiri.
Kemudian keduanya langsung saling berlomba mengayunkan pinggul mereka. Anto yang sudah menahan nafsu sejak tadi langsung memompa vagina Deborah secepat mungkin. Begitupun dengan Deborah, ia mengangkangkan selebar mungkin pahanya yang putih mulus dan mengimbangi gerakan pinggul Anto dengan sedapat mungkin menyambut penis pemuda itu dengan vaginanya bila ia merasakan pinggul Anto bergerak ke arahnya.
Keduanya langsung saja saling berlomba untuk memberikan yang terbaik buat pasangannya dan saling mengejar meraih kenikmatan. Ruangan itu pun langsung dipenuhi suara erangan kenikmatan keduanya diiringi decak becek dari vagina Deborah dan sayup-sayup terdengar suara hujan yang makin lama makin deras sehingga semakin menimbulkan hawa dingin yang justru makin membuat keduanya terbakar nafsu.
Deborah begitu menikmati permainan pinggul Anto. Jujur saja dalam hatinya ia mengakui bahwa permainan pemuda itu begitu hebat sampai-sampai terkadang ia tak sempat mengambil nafas. Anto mengayunkan pinggul begitu cepatnya seakan-akan ia sedang diburu-buru oleh suatu hal sehingga ia ingin cepat-cepat mengakhiri permainan ini. Erangan Deborah yang terbata-bata akibat serangan goyangan pinggul Anto yang begitu cepatnya justru semakin membakar Nafsu Anto. Ia begitu menikmati saat memandangi wanita yang sedang disetubuhinya itu mengerang tak jelas dan kadang-kadang meneriakkan umpatan kasar dan jorok yang secara tak sadar keluar dari mulut seksi Deborah yang sedang diperbudak oleh gairah.
“Ooohh.. Masukkan penismu lebih dalam Sayang! Puaskan dirimu! Perkosa aku! Hamili Aku! Aaahh.. Aahh.. Yyyiiaahh.. Mmmhh.. Ooohh.. Ttterrusshh.. Yyyaahh.. Therusshh.. Nnngghh.. SSsshshh..” racau Deborah sambil kedua tangannya mempermainkan dan meremas payudaranya sendiri.
“Ooohh.. Tante.. Mmmhh.. Tannttee.. Nikmat banget Sayang! vaginamu nikmat banget Tante!!” racau Anto terbata-bata.
“Ttterruusshh.. Yyyiiaahh.. Mmmhh.. Perkosa aku! Aku pelacurmu Thoo.. Puaskan dirimu! Ayoohh..”
Deborah semakin menggelinjang tak karuan dan semakin menggila oleh nafsu.
“Ayoo Sayang.. Hamili aku! Perkosa aku! Aku budakmu Sayang! Teruss.. Ohh.. Ooohh.. Ghhaahh..”
Mereka bermain dengan posisi Deborah mengangkang lebar-lebar dengan kakinya bertumpu pada rak mainan di kanan kirinya sambil kedua tangannya terus bergerilya ditubuh Anto atau tubuhnya sendiri meremas-remas buah dadanya dan menjambaki rambutnya sendiri. Sedangkan Anto terus bertahan diatas tubuh Tante itu dengan lutut yang bertumpu ke lantai dan mulutnya yang terus mengecupi seluruh bagian tubuh Deborah yang bisa dijangkaunya. Pinggulnya terus memompa vagina Deborah dengan tempo cepat sehingga keduanya benar-benar bermandikan keringat. Sesekali Anto menjilati tubuh Tante itu yang basah oleh keringat. Dijilatinya dengan keringat yang bercampur dengan aroma parfum dari tubuh Tante itu. Mereka bertahan dengan posisi itu selama beberapa menit sampai akhirnya Anto merasa pegal di kedua lututnya karena terus menumpu bobot badannya. Tak lama kemudian Anto mengajak Deborah untuk berganti posisi yang langsung disetujui oleh Tante itu.
Kali ini Deborahlah yang menentukan posisi permainan mereka. Ia langsung mendorong tubuh Anto agar berbaring dilantai yang dingin itu, kemudian Tante itu langsung menggenggam erat penis Anto, dikocok-kocoknya sebentar, kemudian dijilatinya penis yang basal dilumuri oleh lendir dari vaginanya sendiri. Deborah begitu menikmatinya. Dijilatinya hingga tak ada lagi sisa lendir dari vaginanya yang menempel di penis Anto. Pemuda itu makin terangsang oleh permainan Deborah. Ia benar-benar menikmati pemandangan Deborah yang sedang menjilati lendir dari vaginanya sendiri tanpa rasa jijik. Sepertinya Tante itu benar-benar haus akan kenikmatan. Tak ada bagian dari batang kemaluan pemuda itu yang luput dari garapannya. Sampai-sampai terkadang pinggul Anto dibuatnya mengangkat bila lidahnya bermain menjilati bola kembar milik Anto dan menjilati lubang anus Anto. Setelah penis Anto bersih dari lendir kenikmatannya, Deborah langsung berdiri, memutar, mengambil posisi berlawanan dengan Anto, kemudian ia berjongkok dengan posisi pantat dan vaginanya tepat dihadapan wajah pemuda itu.
“Jilati Sayang! Puaskan rasa hausmu! Ssshh..” pinta Deborah penuh nafsu.
“Mmmhh.. Harum banget Tante! Sssllrrpp..” bisik Anto sambil memulai permainannya menjilati vagina dan anus Deborah yang berjonkok tepat diatas wajahnya.
“Aaahh.. Ssshh.. Nikmatt Tttoo!! Terrusshh.. Iyyaahh.. Mmmppffhh..” racau Deborah.
Jemari Anto ikut memainkan vagina Deborah, sehingga sesekali Deborah menjerit kecil bila ia merasakan 1, 2 atau 3 jari Anto masuk ke dalam vaginanya.
“Aawww.. Nakal kamu To!” Jerit Deborah saat ia merasakan Anto menggigit klotorisnya.
Dan.. Seerr.. Langsung saja vaginanya bergetar hebat dan Deborah pun mendapatkan orgasme entah keberapa kalinya, Tante itu pun semakin merem melek dibuai permainan Anto. Anto yang menyadari bahwa Deborah baru saja mendapatkan orgasmenya langsung mencaplok vagina dihadapannya, dijilati dan dihisapnya kuat-kuat berharap agar ia pun mendapat jatah lendir kenikmatan yang keluar membanjiri vagina Tante itu.
“Aaahh.. Ggghaahh.. Gellii Sayang! Ampun! Ooowww.. Mmmhh..” racau Deborah, karena ia merasakan kegelian dan kenikmatan yang amat sangat saat Anto menghisap-hisap dan menjilati vaginanya yang baru saja merasakan orgasme itu.
Vaginanya semakin berkedut-kedut tak karuan. Deborah memejamkan matanya erat-erat menikmati perasaan yang membuatnya melayang itu. Ditengah-tengah buaian orgasmenya, antara sadar dan tak sadar ia merasa ingin kencing dan tak kuat untuk menahannya. Perasaan kebelet kencing itu benar-benar mendadak dan tak tertahankan, sampai-sampai..
“Sebentar Sayang! Ahh Stopp!” pinta Deborah sambil mengengkat pinggulnya menjauhi wajah Anto yang sedang didudukinya itu.
“Kenapa Tante?” Tanya Anto keheranan.
“Aku..”
Belum sempat ia menyelesaikan kalimatnya, tiba-tiba.. Serr.. Keluarlah air kencing Deborah dari dalam vaginanya langsung menyembur wajah Anto hingga pemuda basah kuyup.
“Ahh.. Maaf!” ujar Deborah benar-benar merasa tak enak.
“Wow.. Mmmhh..”
Rupanya kejadian itu justru membuat Anto kegirangan dan langsung saja mencaplok vagina Deborah yang masih mengangkangi wajahnya dan sedikit-demi sedikit masih meneteskan air kencingnya. Diraup dan diteguknya cairan yang masih menetes itu langsung dari sumbernya.
“Hei! Itu jorok
kan!? Mmmhh.. Aaahh..” desis Deborah sambil menahan geli karena tak henti-hentinya mulut Anto menyedot-nyedot vaginanya.
“Jorok? Nikmat banget Sayang! Tante mau?” ujar Anto sambil berusaha bangun setelah mengecup kecil klitoris Deborah, langsng mendekati wajah tente keheranan Tante itu.
“Hmm.. Kayaknya nikmat juga deh! Sini Sayang!” pinta Deborah sambil menarik wajah Anto dan langsng menjilati seluruh bagian wajah itu. Bahkan ia sempat mencaplok dan menyedot sisa-sisa air kencingnya yang dikulumkan oleh Anto untuknya.
“Hhh.. Nikmat Sayang! Aku benar-benar dibuat gila olehmu Sayang!” racau Deborah sambil terus menjilati sisa-sisa air kencingnya sendiri yang membasahi dada dan leher Anto. Dalam hatinya ia mengakui kelihaian pemuda itu dalam membuai nafsunya. Belum pernah ia diperlakukan seperti ini oleh siapapun, terlebih suaminya yang seringkali tak pernah membuatnya puas seperti saat ini.
Setelah puas menjilati wajah, leher dan dada Anto yang berlepotan dengan air sisa-sisa air kencingnya sendiri itu, Deborah langsung bangkit berdiri, kemudian mengambil posisi mengangkangi penis Anto yang masih menegang dengan gagahnya. Anto yang terlentang di lantai memandangi tubuh montok Deborah yang membelakanginya dan saat ini tengah mengarahkan selangkangannya tepat diatas penisnya. Dipandunya pinggul Tante itu dengan memegangi bongkahan pinggul Deborah agar segera melesakkan vaginanya dihadapan penis Anto. Pemandangan dihadapan pemuda itu begitu menggiurkan. Bongkahan pantat yang putih mulus, selangkangan yang sedang mengangkang lebar dan perlahan-lahan turun mendekati penisnya, dan lubang anus yang kemmerahan, kontras dentgan kulit putih mulus Deborah. Tak henti-hentinya Anto menelan ludahnya sendiri. Ia benar-benar tak sabar untuk menyatukan raga bagian bawah mereka lagi. Dan tanpa diduga, ternyata Deborah memang sengaja mempermainkan Anto. Ia tak langsung membiarkan penis dibawahnya itu melesak masuk ke dalam relung vaginanya. Diputar-putarnya pinggul montoknya tepat di atas penis Anto, hingga terkadang vagina atau lubang anusnya bergesekan dengan kepala zakar milik Anto, yang semakin membuat Anto melenguh dan menggelinjang tak karuan.
“Ayo Tante! Jangan nakal gitu dong!” bisik Anto tak sabar.
“Biar tahu rasa kau! Ya gitu itu nggak enaknya kalau digodain To! Biar sekalian kamu tahu kalau aku juga bisa nakal Sayang! Kerling Deborah.
“Wah, Tante nakal banget sih! Sini kupukul pantat montoknya!” ujar Anto sambil kemudian menampar gemas bongkahan bokong Deborah. Plak’..
“Aawww.. Ssshh..” teriak Deborah kaget, “Ok deh kalau sudah nggak sabar gitu!”.
“Cepetan Tante! Aku sudah mulai gila nih!” rujuk Anto sambil mengelus-elus bongkahan kanan pantat putih yang sekarang memerah akibat tamparan gemasnya tadi.
“Hhh.. Biar tahu rasa kamu Sayang!” ujar Deborah sambil menggeraikan rambut ikalnya kekiri, kemudian dengan tangan kanannya masih berpegangan pada rak, tangan kirinya menggenggam penis Anto yang semakin menegang dan dipehuhi urat-urat itu kemudian membimbingnya melesak perlahan-lahan masuk ke dalam belahan vaginanya.
Blleesshh..
“Ooohh.. Ssshh..” desah Deborah penuh kenikmatan.
“Mmmhh.. Terush Tante.. Nikmat dan hangat!” bisik Anto sambil meregangkan kakinya lebar-lebar dan semakin menyorongkan pinggulnya mendekati selangkangan Deborah.
Deborah terus menekan selangkangannya menerima hujaman penis Anto dari bawah. Badannya membelakangi tubuh Anto. Kepalanya menunduk menahan rasa nikmat yang menggelora dibagian selangkangannya. Kali ini kedua tangannya berpegangan pada rak disampingnya. Tubuhnya berjongkok sambil sedikit memutar pinggulnya berharap agar setiap sisi relung vaginanya dapat tersentuh oleh denyut penis pemuda itu. Bola matanya nyaris berputar ke belakang dan tak henti-hentinya ia menggigit bibirnya sendiri sambil mengeluarkan suara desah kenikmatan.
Setelah Deborah merasakan kepala zakar Anto sudah membentur mentok dalam vaginanya, masih dalam posisi berjongkok ia terdiam, menikmati sensasi yang dirasakannya jauh dalam liang kewanitaannya itu. Denyut demi denyut yang dirasakannya dari penis Anto benar-benar membuat dirinya semakin terbuai akan kenikmatan itu sampai-sampai ia bisa saja nyaris tertidur dalam kenikmatan. Hingga tiba-tiba Anto menepuk bongkahan kanan pantat, dan meminta Deborah agar mengangkat pantatnya.
“Naikkan sedikit pantatnya Tante!” pinta pemuda itu sambil mendorong pantat Deborah.
Gerakan itu otomatis membuat penis Anto yang sedang tertancap jauh dalam vagina Deborah menjadi sedikit tercabut sampai bagian kepala penis Anto. Sehingga menimbulkan gesekan yang membuat keduanya melenguh kenikmatan.
“Mmmhh.. Nikmat Sayang!” bisik Deborah sambil merasa tak rela karena kenikmatannya terganggu. Tetapi ia langsung mengerti bahwa pemuda itu pasti hendak berbuat sesuatu yang lebih liar pada dirinya.
“Ssshh.. Sabar! Sebentar Sayang!” bisik Anto menenangkan Deborah.
Setelah Anto merasakan posisinya pas ia melepaskan pegangannya pada bokong Tante itu, kemudian kedua lengannya bertumpu pada lantai, dan dengan kaki yang sedikit dibuka ia mengayunkan pinggulnya ke atas.
Blesshh..
penisnya langsung menyeruak masuk ke dalam vagina Deborah yang terpampang tepat diatasnya. Tepat setelah penis yang menegang penuh dan dipenuhi urat menonjol itu menghentak mentok bagian dalam vaginanya, Anto langsung mencabutnya sedikit, kemudian mulai mengocoknya dengan tempo yang cepat dan konstan. Keduanya langsung merasakan kehangatan dibagian selangkangan mereka. Deborah mendesis seperti orang yang sedang kepedasan. Kepalanya membanting-banting liar menggeraikan rambut ikal kemerahannya. Ia terlihat semakin binal dan liar.
“Yiiaahh.. Ssshh.. Terush Sayang! Terus!” teriak Deborah saat menerima kocokan penis Anto dalam vaginanya. Sementara tubuhnya tergoncang-goncang naik turun dengan tangannya tetap berpegangan erat pada rak mainan.
“Ohh.. Nikmat Tante! vaginamu nikmat! Terus Tante! Puaskan dirimu! Ssshh..” desis Anto sambil terus mengocok vagina Deborah dan mengimbangi gerakan naik turun Tante itu.
“Terus To! Hamili aku! Perkosa aku! Jadikan aku pelacurmu Sayang! Yaahh.. Yiiaahh.. Nngghh.. Ohff..” teriakan Deborah makin tak beraturan. Ia semakin mempersetankan semuanya.
“Tante! Tante! Terus Tante! Nikmat banget Tante!” racau Anto.
Mereka terus bertahan dalam posisi itu sampai kira-kira 10 menit, kemudian Anto meminta Deborah menungging sambil tetap membelakangi dirinya. Deborah mengerti keinginan pasangannya itu. Ia pun amat menikmati bersenggama dengan posisi doggie style. Ia langsung menungging membelakangi Anto, dibukanya lebar-lebar kedua kakinya, kemudian ia menoleh ke belakang menatap Anto sambil menyibakkan rambutnya. Pemandangan itu terlihat seksi sekali bagi Anto.
Dihadapannya kali ini terpampang seorang Tante-Tante yang terbakar gairahnya, sedang membuka lebar-lebar pahanya, vaginanya yang baru saja dikocoknya itu terlihat merah merekah dan sedikit membengkak. Lubang anus Deborah terlihat juga ikut berkedut-kedut, mungkin akibat kocokan penisnya pada vagina Tante itu. vagina Deborah terlihat mengeluarkan lendir putih yang menggiurkan, pertanda Tante itu sudah benar-benar terangsang dan ingin segera dipuaskan. Mata Deborah yang sayu menandakan ia ingin segera digarap dan dipuaskan. Anto yang juga ikut bangkit dari posisinya semula, memegangi pinggul Tante itu dari belakang. Ia bahkan sempat menjilati vagina Deborah yang dilumuri lendir putih. Ditelannya cairan kenikmatan itu dengan panuh nafsu.
“Aawww..” teriak Deborah saat pemuda itu melumat vaginanya dan menyedotnya penuh nafsu.
Setelah Anto puas dan merasa vagina Deborah sudah bersih dari lendir pelumasnya, ia langsung bangkit dan mendekatkan penisnya pada pada vagina Deborah. Dibimbingnya penis yang menegang penuh itu agar sedikit melesak masuk dibelahan vagina Tante itu. Deborah semakin tak sabar untuk segera menerima kocokan penis Anto di dalam vaginanya yang terasa semakin berdenyut tak karuan itu. Ia mendorong-dorongkan pinggulnya kebelakang, berharap agar penis Anto segera menyeruak ke dalam vaginanya.
Anto yang juga sudah tak sabar untuk memasukkan penisnya lagi ke dalam vagina Deborah langsung mendorongkan pinggulnya ke depan, dan..
Blleesshh..
“Mmhh.. Nikk.. Mmatthh..” bisik Deborah lirih.
“Ohh Tante!” Anto pun tak mampu berkata apa-apa.
“Nngghh.. Nikmat banget Sayang! Aku suka!” bisik Deborah sambil menundukkan kepalanya hingga rambutnya jatuh terurai ke lantai.
Anto kembali mengayunkan pinggulnya perlahan. penisnya keluar masuk vagina Tante itu perlahan-lahan, dan menyebabkan vagina Deborah yang terasa masih seret itu sesekali ikut tersedot keluar, kemudian saat Anto mendorong penisnya masuk, vagina itu melesak masuk ke dalam. Benar-benar pemandangan yang menggiurkan.
Mereka bermain dalam tempo yang lambat. Deborah pun tak henti-hentinya meracau dan terkadang mulutnya yang seksi itu mengeluarkan sumpah serapah dan kata-kata kotor lainnya.
“Terus To! Hamili aku gigoloku! Oohh.. Nnngghh.. Gila penismu nikmat banget Sayang!” racau Deborah.
“Yiiaahh Tante! vaginamu benar-benar gila! penisku bisa-bisa nggak mau lepas nih! Ohh.. Ssshhtt” teriak Anto sambil sesekali menampari bokong Tante itu dengan gemasnya. Plak, plak..
“Puaskan dirimu To! Aku pelacurmu! Keluarkan spermamu dalam vaginaku Sayang! Ooohhff.. Nngghh..” Deborah semakin menggila.
Lama-kelamaan ayunan pinggul mereka semakin cepat, seakan-akan ada sesuatu yang dikejar. Teriakan dan desis keduanya berubah menjadi lenguhan. Keringat mereka bercucuran disana sini. Terkadang Anto pun menjilati punggung Deborah yang dibanjiri keringat itu. Pegangan Anto pun berpindah dari pinggul Deborah ke pundak Deborah. Tangan kanannya memegang erat pundak Tante itu, sementara tangan kirinya menjambak rambut ikal Deborah. Ia terlihat memperlakukan Tante itu dengan liarnya. Pinggulnya mengayun dengan cepat. Suara liar mereka berpadu dengan decak becek yang timbul dari kocokan penis Anto pada vagina Deborah. Bola mata Deborah nyaris berputar kebelakang saking nikmatnya. Rasanya belum pernah ia diperlakukan sebegini liarnya oleh siapapun. Ia pun benar-benar dilupakan akan statusnya sebagai ibu dari anak-anaknya dan istri dari suaminya. Ia bahkan mempersetankan suaminya. Ia ingin terus diperlakukan seperti ini oleh pemuda yang baru saja dikenalnya ini. Ia tak ingin kembali ke pelukan suaminya yang lebih sering membuat vaginanya terasa geli daripada nikmat. Deborah benar-benar semakin mempersetankan segalanya.
Tiba-tiba ia merasakan vaginanya berdenyut tak karuan, selangkangannya pun bergetar gila-gilaan. Ia sadar bahwa dirinya akan merasakan orgasme atau bahkan multi orgasme. Sesuatu yang teramat jarang dirasakannya bila sedang bersama suaminya. Sebenarnya ia tak ingin mendapatkan orgasmenya cepat-cepat, tetapi hati kecilnya menginginkan sesuatu yang teramat jarang didapatkannya itu. Teriakannya pun semakin liar. Goyangan pinggulnya semakin tak karuan. Dan ia pun menyadari bahwa ayunan pinggul Anto semakin menggila dan lebih cepat dari sebelumnya. Membuatnya tak sempat untuk meminta pemuda itu agar memperlambat ayunannya, bahkan untuk menarik nafas pun terasa sulit.
“Tan.. Tee aku mau keluar nih!” teriak Anto.
“Oh, yah.. Terus Sayang! Keluarkan didalam saja! Hamili aku! Beri aku anakmu Sayang! Teruusshh..!”
Deborah pun semakin tak dapat menahan orgasmenya sampai tiba-tiba.. vaginanya berdenyut hebat dan selangkangannya terasa bergetar gila-gilaan lagi, ia pun sadar bahwa ia tak akan mampu menahannya. Deborah pun pasrah menerima kocokan demi kocokan penis pemuda itu dalam vaginanya. Begitupun halnya dengan Anto yang juga sudah mendekati puncaknya, ia mempercepat ayunan pinggulnya mendorong keluar masuk penisnya dalam vagina Deborah, sampai tiba-tiba.. Pinggulnya menegang, seakan-akan memompa sesuatu yang akan meledak dari dalam selangkangannya. Ia bahkan sempat melihat Deborah menghempaskan rambutnya kesamping. Pemandangan itu benar-benar seksi. Dan..
Croott..
Meledaklah larva panas dari dalam saluran sperma Anto. Memuntahkan bermili-mili liter air mani yang panas ke dalam vagina Deborah.
“Nnngghh.. Oohhff.. Tann.. Tee.. Hhh..” lenguh Anto sambil menghujamkan penisnya dalam-dalam ke dalam vagina Deborah.
Deborah yang merasakan semburan lahar panas dalam vaginanya semakin tak dapat menahan orgasmenya. Selangkangannya yang sejak tadi bergetar hebat dan vaginanya yang berdenyut gila-gilaan mencapai suatu titik yang membuatnya tak dapat menahan suaranya sendiri.
“Aaahh.. Ggghhaahh..” teriak Tante itu sambil menekankan dalam-dalam vaginanya dengan penis Anto. Ia pun mungkin tak sadar bahwa teriakannya memenuhi ruangan gudang itu.
“Ohh terus Tante! Terus Sayang!” teriak Anto yang menyadari Deborah baru saja mencapai orgasmenya. Ia terus menekan dan menempelkan erat-erat penisnya agar semakin melesak masuk ke dalam vagina Deborah.
Keduanya merasakan denyut yang gila-gilaan pada raga bagian bawah mereka. Mereka benar-benar menikmati sensasi yang baru saja mereka rasakan. penis Anto terus berdenyut-denyut memompa sisa-sisa air maninya ke dalam vagina Deborah. Begitu pun vagina Deborah, terus bergetar dan berdenyut tak karuan. Mereka bertahan dalam posisi doggie style seperti itu sambil terus menikmati sisa-sisa orgasme yang seakan-akan tak akan hilang dari raga bagian bawah mereka.
Deborah merasa lemas pada bagian lututnya. Ia tak sadar bahwa ia telah bertumpu pada posisi seperti ini dalam waktu yang cukup lama. Selain itu, ia baru saja mendapat orgasme yang sanggup melemaskan seluruh persendiannya.
“Lepas dulu Sayang! Lututku pegel nih! Pelan-pelan tapi ya! Aku sebenernya nggak ingin lepas,” pinta Deborah pada Anto yang masih menancapkan kejantanannya pada lubang vagina Deborah.
“OK Tante!” bisik Anto sambil mencabut penisnya yang sudah mulai melemas tetapi tetap terlihat besar itu.
“Ssshhtt.. Ooohh..” desis Deborah saat Anto mencabut penis yang menancap dalam vaginanya.
Ada perasaan geli yang bercampur nikmat saat perlahan-lahan penis pemuda itu tercabut dari vaginanya.
Deborah berguling ke lantai, bersandar pada tumpukan kardus, dengan posisi mengangkang sambil tangan kanannya mengelus-elus vaginanya yang masih berdenyut-denyut dan tangan kirinya meremasi buah dadanya. Tangan kanannya merasa ada sesuatu yang keluar dari dalam vaginanya. Diraupnya lendir kenikmatannya sendiri yang bercampur dengan air mani Anto, kemudian dijilatinya dengan penuh nafsu. Matanya terbuka sayu dan rambutnya terurai acak-acakan. Pemandangan yang benar-benar membuat jantung Anto berdegub tak karuan.
Anto pun tak ingin ketinggalan bagian nikmat ini. Didekatinya vagina Deborah. Dijilatinya vagina yang masih basah itu dengan penuh nafsu. Dikulum dan disedotnya berkali-kali gundukan daging yang membengkak merah dan mengeluarkan lendir putih dihadapannya itu. Diperlakukan seperti ini Deborah pun menggelinjang tak karuan. Dijambakinya rambut pemuda itu. Ditekannya wajah Anto pada vaginanya. Perasaan campuran antara geli dan nikmat itu semakin menggila. Merasa perlakuannya mendapat sambutan, Anto pun semakin mempergencar lumatan demi lumatannya pada vagina Deborah..
“Gila kau Sayang! Masa masih kurang? Ooohh.. Terusshh! Mmmhh..” desah Deborah sambil menggelinjang tak karuan.
“Nggak mau nih Tante? Beneran?” Goda Anto disela-sela jilatannya pada vagina Deborah.
“Ooohhff.. Terush Sayang! Jangan berhenti! Nnngghh.. Nikk.. Mmaatthh..” desah Deborah.
Anto terus menjilati vagina Tante itu. Lidahnya yang kasar dikeluar masukkannya dalam vagina Deborah membuat Tante itu semakin diperbudak oleh rasa nikmat. Tempo permainan lidah Anto dalam relung kewanitaan Deborah berubah-ubah. Sesekali lidah kasar itu menyapu lembut vagina Deborah hanya pada bagian luarnya saja, dengan jemari Anto menguakkan labium mayora Deborah. Terkadang lidah itu menegang dan menyeruak masuk ke dalam vagina Deborah, membuat Tante itu melonjak kenikmatan.
Deborah merasa beruntung, belum pernah ia merasakan kenikmatan seperti ini. Terlebih berbuat liar seperti yang tengah ia lakukan dengan pemuda yang baru dikenalnya dan semula hendak memperkosa dirinya. Tante itu meremas-remas payudaranya sendiri dengan liar. Dipilin-pilinnya puting miliknya dengan penuh nafsu. Mulutnya pun tak henti-hentinya mengeluarkan erangan dan desahan penuh kenikmatan. Ia benar-benar diperbudak dan dipermainkan kenikmatan. Hingga suatu saat, ia merasa pinggul dan selangkangannya bergetar hebat lagi sedang vaginanya berdenyut-denyut lebih tak karuan dibanding orgasmenya tadi, ia langsung menjambak rambut Anto dan menekan kepala Anto semakin merapat dengan selangkangan dan vaginanya. Anto yang juga menyadari hal itu semakin buas dalam menjilati liang vagina dan menghisap-hisap labium mayora Tante itu.
Ia sadar bahwa Deborah akan mendapatkan orgasmenya lagi. Deborah sendiri merasa sangat keheranan saat ia merasakan sensasi itu lagi. Pikirnya mustahil ia mendapatkan orgasme yang hebat lagi, terlebih setelah orgasme trakhirnya yang langsung meloloskan seluruh persendiannya. Tetapi ia pun sangat menikmatinya. Digoyang-goyangkan pinggulnya mengimbangi irama permainan lidah dan mulut Anto. Semakin didekapnya kepala dan wajah pemuda diantara selangkangannya, sampai tiba saatnya ia tak dapat menahannya lagi, dan.. Crroottss.. Seerr..
“Ssstt.. Ssstt.. Aaahh.. Ggghhaahh..” teriak Deborah tak kuasa menahan suaranya yang memenuhi gudang itu.
Keduanya langsung terkejut karena ternyata dari dalam liang vagina Deborah yang sedang dijilat dan dihisap oleh Anto tersemburlah bermili liter lendir kenikmatan berwarna putih kental yang menyembur keluar berbarengan dengan air kencing. Rupanya Tante itu mendapat multi orgasme yang hebat sampai-sampai ia tak dapat menahan kencingnya sendiri yang langsung menyembur wajah Anto yang sedang berada tepat dihadapannya.
Anto yang menyadari hal itu langsung saja tak menyia-nyiakan kesempatan itu, dijilatinya sekitar selangkangan Deborah yang dibanjiri oleh lendir kenikmatan dan air kencing Tante itu. Ditelannya semua yang berhasil ia jilat dan kulum dalam mulutnya. Hal ini tentunya membuat Deborah yang sedang mengalami masa relaksasi meringis-meringis kegelian dan men desah- desah tak karuan menahan rasa geli yang melanda seluruh bagian selangkangannya. Tetapi tubuh montoknya benar-benar lemas hingga ia nyaris tak sanggup mendorong dan menyingkirkan kepala Anto yang berada siantara selangkangannya dan sedang sibuk menjilati vaginanya dengan rakus.
Anto pun bangun dan mendekati Deborah yang sedang terpejam menikmati sisa-sisa orgasmenya. Didekatkannya mulutnya yang sedang mengulum lendir kenikmatan dan air kencing Deborah ke mulut Tante itu, kemudian dikecupnya bibir Deborah yang sedang menganga seksi.
“Nngghh..” Lenguh Deborah.
Anto langsung menyodorkan kulumannya untuk dibagi dengan Tante itu, yang langsung saja disambut penuh nafsu oleh Deborah. Dilumatnya mulut Anto yang dipenuhi dengan lendir kenikmatan dan air kencingnya sendiri, kemudian ditelannya hingga tak bersisa. Deborah benar-benar puas dengan permainan mereka, begitu pun halnya dengan Anto. Ia langsung mendekap tubuh montok Tante itu, kemudian bibir mereka saling berpagutan penuh nafsu. Sesekali bibir Anto menjalar ke leher dan buah dada Tante itu.
“Aduuhh.. Masa sih masih kurang Sayang?” bisik Deborah keheranan saat melihat Anto yang menjilati putingnya dengan penuh nafsu.
“Kalau sama Tante, aku nggak akan pernah puas. Tapi untuk kali ini, kurasa cukup dulu. Asal kapan-kapan boleh begini lagi ya?” pinta Anto.
“Gila kamu Sayang! Masa sih aku bisa nolak diajak nikmat begini?” jawab Deborah sambil mengecup lembut bibir Anto. Dalam hatinya ia berbunga-bunga karena akan selalu mendapatkan kenikmatan seperti ini kapan pun ia mau.
TANTE VIDA
Nama saya Dodi. Sekarang saya masih kuliah di Universitas dan Fakultas paling favorit di Yogyakarta. Saya ingin menceritakan pengalaman saya pertama kali berkenalan dengan permainan seks yang mungkin membuat saya sekarang haus akan seks.
Waktu itu saya masih sekolah di salah satu SMP favorit di
Yogyakarta. Hari itu saya sakit sehingga saya tidak bisa berangkat sekolah, setelah
surat ijin saya titipkan ke teman terus saya pulang. Ketika sampai di rumah Papa dan Mama sudah pergi ke kantor dan Mama pesan supaya saya istirahat saja di rumah dan Mama sudah memanggil Tante Vida untuk menjaga saya. Tante Vida waktu itu masih sekolah di sekolah perawat. Sehabis minum obat, mata saya terasa mengantuk. Ketika mau terlelap Tante Vida mengetuk kamarku.
Dia bilang, “Dod, sudah tidur?”
Saya jawab dari dalam, “Belum, tante!”
Tante Vida bertanya, “Kalau belum boleh tante masuk.”
Terus saya bukakan pintu, waktu itu saya sempat kaget juga melihat Tante Vida. Dia baru saja pulang dari aerobik, masih dengan pakaian senam dia masuk ke kamar. Walau masih SMP kelas 2 lihat Tante Vida dengan pakaian gitu merasa keder juga. Payudaranya yang montok seperti tak kuasa pakaian senam itu menahannya. Kemudian dia duduk di samping. Dia bilang, “Dod, kamu mau saya ajari permainan nggak Dod?” Tanpa pikir panjang, saya jawab, “Mau tante, tapi permainan apa lha wong Dodi baru sakit gini kok!”
Tante Vida berkata, “Namanya permainan kenikmatan, tapi mainnya harus di kamar mandi. Yuk” Sambil Tante Vida menggandeng tanganku masuk ke kamar mandi saya. Saya sih mau-mau saja. Kemudian mulai dia melorotkan celana saya sambil berkata, “Wah, burungmu untuk anak SMP tergolong besar Dod.” Tante Vida terkagum-kagum. Waktu itu saya cuma cengengesan saja, lha wong hati saya deg-degan sekali waktu itu.
Terus dia mulai membasahi kemaluan saya dengan air, kemudian dia beri shampo, terus digosok. Lama-lama saya merasa kemaluan saya semakin lama semakin keras. Setelah terasa kemudian dia melucuti pakaiannya satu demi satu. Ya, tuhan ternyata tubuhnya sintal banget. Payudaranya yang montok, dengan pentil yang tegang, pantat yang berisi dan sintal kemudian vaginanya yang merah muda dengan rambut kemaluan yang lebat. Kemudian dia berjongkok, setelah itu dia mengulum penis saya, dadanya yang montok ikut bergoyang. Dada dan nafasku semakin memburu. Saya cuma bisa memejamkan mata, aduh nikmatnya yang namanya permainan seks. Kemudian, saya nggak tahu tiba-tiba saja naluri saya bergerak. Tangan saya mulai meremas-remas dadanya, sementara tangan saya yang satu turun mencari liang vaginanya. Kemudian saya masukkan jari saya, dia meritih, “Akhh, Dodi!” Saya semakin panas, saya kulum bibirnya yang ranum, saya nggak peduli lagi. Setelah bibir, kemudian turun saya ciumi leher dan akhir saya kulum punting susunya. Dia semakin merintih, “Aakhh, Dodi terus Dod!” Saya nggak tahu berapa lama kami di kamar mandi, terus tahu-tahu dia sudah di atas saya. “Dodi sekarang tante kasih akhir permaianan yang manis, ya?” Dia meraih kemaluan saya yang sudah tegang sekali waktu itu. Kemudian dimasukkan ke dalam vaginanya. Kami berdua sama-sama merintih, “Akhh! Lagi tante.. lagi tantee.” Terus dia mulai naik turun, sampai saya merasa ada yang meletus dari penis saya dan kami sama-sama lemas. Setelah itu kami mandi bersama-sama. Waktu mandi pun kami sempat mengulangi beberapa kali.
Setelah itu kami berdua sama-sama ketagihan. Kami bermain mulai dari kamar saya, pernah di sebuah hotel di kaliurang malah pernah cuma di dalam mobil. Rata-rata dalam satu minggu kami bisa 2-3 kali bermain dan pasti berakhir dengan kepuasan karena Tante Vida pintar membuat variasi permainan sehingga kami tidak bosan. Setelah Tante Vida menikah saya jadi kesepian. Kadang kalau baru kepingin saya cuma bisa dengan pacar saya, Nanda. Untung kami sama-sama tegangan tinggi, tapi dari segi kepuasan saya kurang puas mungkin karena saya sudah jadi “Hiperseks” atau mungkin Tante Vida yang begitu mahirnya sehingga bisa mengimbangi apa yang saya mau. Nah, buat cewek-cewek atau tante-tante bermukim di Yogya yang sama-sama tegangan tinggi, kapan-kapan kita bisa saling berkenalan dan berhubungan. Mungkin kita bisa bermain seperti Tante Vida.
SONYA
BONUS BELI MOBIL
Setelah membaca kisah-kisah di forum ini, akupun ingin mengungkapkan kisah nyataku. Namaku Wawan. Umurku 23 tahun, dan sekarang sedang kuliah di tingkat terakhir di sebuah PTS di Jakarta. Asalku dari Sukabumi, dimana aku menghabiskan masa anak-anak dan remajaku, sampai kemudian aku pindah ke
Jakarta empat tahun yang lalu. Ekonomi keluargaku termasuk pas-pasan. Ayahku hanyalah seorang pensiunan pegawai bank pemerintah di Sukabumi. Sedangkan ibuku bekerja sebagai guru sebuah SMA negeri di
sana. Aku tinggal di tempat kos di daerah Jakarta Barat. Karena uang kiriman orang tuaku kadang-kadang terlambat dan terkadang bahkan tidak ada kiriman sama sekali, untuk bertahan hidup, akupun menjadi guru privat anak-anak SMA. Memang aku beruntung dikaruniai otak yang lumayan encer.Akupun hidup prihatin di ibukota ini, terkadang seharian aku hanya makan supermie saja untuk mengganjal perutku. Aku pikir tidak mengapa, asal aku bisa hemat untuk bisa membeli buku kuliah dan lain sebagainya, sehingga aku bisa lulus dan membanggakan kedua orang tuaku. Terkadang aku iri melihat teman-teman kuliahku. Mereka sering dugem, berpakaian bagus, bermobil, mempunyai HP terbaru, dll.Salah satu dari teman kuliahku bernama Monika. Dia seorang gadis cantik dan kaya. Ia anak seorang direktur sebuah perusahaan besar di
Jakarta. Percaya atau tidak, dia adalah pacarku. Kadang aku heran, kok dia bisa tertarik padaku. Padahal banyak teman laki-laki yang bonafid, mengejarnya. Ketika kutanyakan hal ini, ini bukan ge-er, dia bilang kalau menurutnya aku orang yang baik, sopan dan pintar. Disamping itu, dia suka dengan wajahku yang katanya “cute”, dan perawakanku yang kekar. Nggak percuma juga aku sering latihan karate waktu di Sukabumi dulu.Monika dan aku telah berpacaran semenjak dua tahun belakangan ini. Walaupun kami berbeda status sosial, dia tidak tampak malu berpacaran denganku. Akupun sedikit minder bila menjemputnya menggunakan motor bututku, di rumahnya yang berlokasi di Pondok Indah. Sering orang tuanya, mereka juga baik padaku, menawarkan untuk menggunakan mobil mereka jika kami akan pergi bersama. Tetapi aku memang mempunyai harga diri atau gengsi yang tinggi (menurut Monika pacarku, gengsiku ketinggian), sehingga aku selalu menolak. Kemana-mana aku selalu menggunakan motor bersama Monika.Monikapun tidak berkeberatan bahkan mengagumi prinsip hidupku. Saat makan atau nonton, aku selalu menolak bila dia akan mentraktirku. Aku bilang padanya sebagai laki-laki aku yang harus bayarin dia. Meskipun tentu saja kami akhirnya hanya makan di rumah makan sederhana dan nonton di bioskop yang murah. Itupun aku lakukan kalau sedang punya uang. Kalau tidak ya kami sekedar ngobrol saja di rumahnya atau di tempat kostku.Monika adalah gadis baik-baik. Aku sangat mencintainya. Sehingga dalam berpacaran kami tidak pernah bertindak terlalu jauh. Kami hanya berciuman dan paling jauh saling meraba. Memang benar kata orang, bila kita benar-benar mencintai seseorang, kita akan menghormati orang tersebut. Monika pernah bilang padaku, kalau ia ingin mempertahankan keperawanannya sampai ia menikah nanti. Terlebih akupun waktu itu masih perjaka. Mungkin hal ini sukar dipercaya oleh pembaca, mengingat trend pergaulan anak muda
Jakarta sekarang.Keadaanku mulai berubah semenjak beberapa bulan yang lalu. Saat itu aku ditawari sebuah peluang untuk berwiraswasta oleh seorang temanku. Aku tertarik mendengar cerita suksesnya. Terlebih modal yang dibutuhkanpun sangat kecil, sehingga aku berpikir tidak ada salahnya untuk mencoba.Hasilnya ternyata luar biasa. Mungkin memang karena bidang ini masih banyak peluang, disamping strategi pemasaran yang disediakan oleh program ini sangat jitu. Penghasilankupun per bulan sekarang mencapai jutaan rupiah. Mungkin setingkat dengan level manajer perusahaan kelas menengah. Bekerjanyapun dapat part-time sambil disambi kuliah. Memang beruntung aku menemukan program ini.Semenjak itu, penampilanku berubah.
Gaya hidup yang sudah lama aku impikan sekarang telah dapat kunikmati. HP terbaru, pakaian bagus, sudah dapat aku beli. Semakin sering aku mengajak Monika untuk makan di restoran mahal serta nonton film terbaru di bioskop 21. Monika sempat kaget dengan kemajuanku. Sempat disangkanya aku berusaha yang ilegal, seperti menjual narkoba. Tetapi setelah aku jelaskan apa bisnisku, dia pun lega dan ikut senang. Disuruhnya aku bersyukur pada Tuhan karena telah memberikan jalan kepadaku.Hanya satu saja yang masih kurang. Aku belum punya mobil. Setelah menabung dari hasil usahaku selama berbulan-bulan, akhirnya terkumpul juga uang untuk membeli mobil bekas. Kulihat di suratkabar dan tertera iklan tentang mobil
Timor tahun 1997 warna gold metalik. Aku tertarik dan langsung kutelpon si penjualnya.“Ya betul… mobil saya memang dijual”. Suara seorang wanita menjawab di ujung telepon. “Harganya berapa Bu?”“Empat puluh delapan juta” “Kok mahal sih Bu?”“Kondisinya bagus lho.. Semuanya full orisinil”Dengan cepat kukalkulasi danaku. Wah.. Untung masih cukup, walaupun aku harus menjual motorku dulu. Tetapi akupun berpikir, siapa tahu harganya masih bisa ditawar. Kuputuskan untuk melihat mobilnya terlebih dahulu.“Alamatnya dimana Bu?”Diapun kemudian memberikan alamatnya, dan aku berjanji untuk datang ke
sana sore ini sehabis kuliah.*****Setelah mencari beberapa lama, sampai juga aku di alamat yang dimaksud.“Selamat sore” sapaku ketika seorang wanita cantik membuka pintu.“Oh sore..” jawabnya.Aku tertegun melihat kecantikan si ibu. Usianya mungkin sekitar 35 tahunan, dengan kulit yang putih bersih, dan badan yang seksi. Payudaranya yang tampak penuh di balik baju “you can see” menambah kecantikannya. Agar pembaca dapat membayangkan kecantikannya, aku bisa bilang kalau si ibu ini 80% mirip dengan Sally Margaretha, bintang film itu.“Saya Wawan yang tadi siang telepon ingin melihat mobil ibu”“Oh.. Ya silakan masuk.”Akupun masuk ke dalam rumahnya.“Tunggu sebentar ya Wan. Mobilnya masih dipakai sebentar menjemput anakku les. Mau minum apa?”“Ah.. Nggak usah ngerepotin.. Apa saja deh Bu”Akupun kemudian duduk di ruang tamu. Tak lama si ibu datang dengan membawa segelas air sirup.“Kamu masih kuliah ya,” tanyanya setelah duduk bersamaku di ruang tamu“Iya Bu.. Hampir selesai sih ““Ayo diminum.. Beruntung ya kamu.. Dibelikan mobil oleh orang tuamu” si ibu berkata lagi.Kuteguk sirup pemberian si ibu. Enak dan segar sekali rasanya menghilangkan dahagaku.“Oh.. Ini saya beli dari usaha saya sendiri, Bu. Mangkanya jangan mahal-mahal dong” jawabku.“Wah.. Hebat kamu kalau gitu. Memang usaha apa kok masih kuliah sudah bisa beli mobil”“Yah usaha kecil-kecilan lah” jawabku seadanya.“Ngomong-ngomong mobilnya kenapa dijual Bu?”“Aduh kamu ini ba Bu ba Bu dari tadi. Saya
kan belum terlalu tua. Panggil saja mbak Sonya.” jawabnya sambil sedikit tertawa genit.“Mobilnya akan saya jual karena mau beli yang tahunnya lebih baru”“Oh begitu..” jawabku.Kemudian mbak Sonya tampak melihatku dengan pandangan yang agak lain. Agak rikuh aku dibuatnya. Terlebih mbak Sonya duduk sambil menumpangkan kakinya, sehingga rok mininya agak sedikit terangkat memperlihatkan pahanya yang putih mulus.“Anaknya berapa mbak. Terus suami mbak kerja dimana?” tanyaku untuk menghilangkan kerikuhanku.“Anakku satu. Masih SD. Suamiku sudah nggak ada. Dia meninggal dua tahun yang lalu” jawabnya.“Waduh.. Maaf ya mbak”“Nggak apa kok Wan.. Kamu sendiri sudah punya pacar?”“Sudah, mbak”“Cantik ya?”“Cantik dong mbak..” jawabku lagi.Duh, aku makin rikuh dibuatnya. Kok pembicaraannya jadi ngelantur begini. Mbak Sonya kemudian beranjak duduk di sebelahku.“Cantik mana sama mbak..” katanya sambil tangannya meremas tanganku.“Anu.. Aduh.. Sama-sama, mbak juga cantik” jawabku sedikit tergagap.“Kamu sudah pernah begituan dengan pacarmu?”. Sambil berkata, tangan mbak Sonya mulai berpindah dari tanganku ke pahaku.“Belum.. Mbak.. Saya masih perjaka.. Saya nggak mau begituan dulu” jawabku sambil menepis tangan mbak Sonya yang sedang meremas-remas pahaku.Jujur saja, sebenarnya akupun sudah mulai terangsang, akan tetapi saat itu aku masih dapat berpikir sehat untuk tidak mengkhianati Monika pacarku. Mendengar kalau aku masih perjaka, tampak mbak Sonya tersenyum.“Mau mbak ajarin caranya bikin senang wanita?” tanyanya sambil tangannya kembali merabai pahaku, dan kemudian secara perlahan mengusap-usap penisku dari balik celana.“Aduh.. Mbak.. Saya sudah punya pacar.. Nggak usah deh..”“Mobilnya kapan datang sih?” lanjutku lagi.“Sebentar lagi.. Mungkin macet di jalan. Mau minum lagi? “Tanpa menunggu jawabanku, mbak Sonya pergi ke belakang sambil membawa gelasku yang telah kosong. Lega juga rasanya terlepas dari bujuk rayu mbak Sonya. Beberapa menit kemudian, mbak Sonya kembali membawa minumanku.“Ayo diminum lagi” kata mbak Sonya sambil memberikan gelas berisi sirup padaku.Kuteguk sirup itu, dan terasa agak lain dari yang tadi. Mbak Sonya kemudian kembali duduk di sebelahku.“Ya sudah.. Kamu memang setia nih ceritanya.. Kita ngobrol aja deh sambil menunggu mobilnya datang, OK?”“Iya mbak..” jawabku lega.“Kamu ngambil jurusan apa?”“Ekonomi, mbak”“Kenal pacarmu di
sana juga?”Waduh.. Aku berpikir kok si mbak kembali nanyanya yang kayak begituan.“Iya dia teman kuliah”“Ceritain dong gimana ketemuannya”Yah daripada diminta yang nggak-nggak, aku setuju saya menceritakan padanya tentang kisahku dengan Monika. Kuceritakan bagaimana saat kami berkenalan, ciri-cirinya, acara favorit kami saat pacaran, tempat-tempat yang sering kami kunjungi.Setelah beberapa lama bercerita, entah mengapa nafsu birahiku terangsang hebat. Akupun merasakan sedikit keringat dingin mengucur di dahiku.“Kenapa Wan.. Kamu sakit ya” tanya mbak Sonya tersenyum sambil kembali meremas tanganku. Tangannya kemudian beralih ke pahaku dan kembali diusap dan diremasnya perlahan.“Anu mbak rasanya kok agak aneh ya?” jawabku.
“Tapi enak
kan?”Mbak Sonyapun kemudian mendekatkan wajahnya ke wajahku, dan kemudian bibir kamipun telah saling berpagut. Tak kuasa lagi aku menolak mbak Sonya. Nafsuku telah sampai di ubun-ubun.“Saya tadi dikasih apa mbak” tanyaku lirih.“Ah.. Cuma sedikit obat kok. Supaya kamu bisa lebih rileks” jawabnya sambil tangannya mulai membuka retsleting celanaku.“Ayo, mbak ingin merasakan penismu yang masih perjaka itu” lanjutnya sambil kembali menciumi wajahku.Mbak Sonyapun kemudian membuka celanaku beserta celana dalamnya sekaligus.“Hmm.. Besar juga ya punyamu. Mbak suka kontol besar anak muda begini”.Tangannya mulai mengocok penisku perlahan. Kemudian mbak Sonya merebahkan kepalanya dipangkuanku. Diciumnya kepala penisku, dan lantas dengan bernafsu dikulumnya penisku yang sudah tegak menahan gairah berahi.“Ah.. Mbak..” desahku menahan nikmat, ketika mulut mbak Sonya mulai menghisap dan menjilati penisku.Tangan mbak Sonyapun tak tinggal diam. Dikocoknya batang penisku, dan diusap-usapnya buah zakarku. Setelah sekian lama penisku dipermainkannya, kembali mbak Sonya bangkit dan menciumiku.“Kita lanjutin pelajarannya di kamar yuk sayang..” bisiknya.Akupun sudah tak kuasa menolak. Nafsu berahi telah menguasai diriku. Kamipun beranjak menuju kamar tidur mbak Sonya di bagian belakang rumah. Sesampainya aku di kamar, mbak Sonya kembali menciumiku. Kemudian tangankupun diraihnya dan diletakkan di payudaranya yang membusung.“Ayo sayang.. Kamu remas ya”Kuikuti instruksi mbak Sonya dan kuremas payudara miliknya. Mbak Sonyapun terdengar mengerang nikmat.“Sayang… tolong bukain baju mbak ya”.Mbak Sonya membalikkan badan dan akupun membuka retsleting baju “you can see”nya. Setelah terbuka, mbak Sonya kembali berbalik menghadapku.“BHnya sekalian donk sayang..” ujarnya.Kuciumi kembali wajahnya yang ayu itu, sambil tanganku mencari-cari pengait BH di punggungnya.“Aduh.. Kamu lugu amat ya.. Mbak suka..” katanya disela-sela ciuman kami.“Pengaitnya di depan, sayang..”Kuhentikan ciumanku, dan kutatap kembali BHnya yang membungkus payudara mbak Sonya yang besar itu. Kubuka pengaitnya sehingga payudara kenyal itupun seolah meloncat keluar.“Bagus khan sayang.. Ayo kamu hisap ya..”Tangan mbak Sonya merengkuh kepalaku dan didorong ke arah dadanya. Tangannya yang satunya lagi meremas payudaranya sendiri dan menyorongkannya ke arah wajahku.“Ah.. Enak.. Anak pintar.. Sshh” desah mbak Sonya ketika aku mulai menghisap payudaranya.“Jilati putingnya yang..” instruksi mbak Sonya lebih lanjut. Dengan menurut, akupun menjilati puting payudara mbak Sonya yang telah mengeras.Kemudian aku kembali menghisap sepasang payudaranya bergantian. Setelah puas aku hisapi payudaranya, mbak Sonya kemudian mengangkat kepalaku dan kembali menciumiku.“Sekarang kamu buka rok mbak ya”Mbak Sonya merengkuh tanganku dan diletakkannya di pantatnya yang padat. Kuremas pantatnya, lalu kubuka retsleting rok mininya. Aku terbelalak melihat Mbak Sonya ternyata menggunakan celana dalam yang sangat mini. Seksi sekali pemandangan saat itu. Tubuh mbak Sonya yang padat dengan payudara yang membusung indah, ditambah dengan sepatu hak tinggi yang masih dikenakannya.Kembali mbak Sonya mencium bibirku. Lantas ditekannya bahuku, membuatku berlutut di depannya. Tangan mbak Sonya lalu menyibakkan celana dalamnya sehingga vaginanya yang berbulu halus dan tercukur rapi nampak jelas di depanku.“Cium di sini yuk sayang..” perintahnya sambil mendorong kepalaku perlahan.“Oh..my god.. Sshh” erang mbak Sonya ketika mulutku mulai menciumi vaginanya.Kujilati juga vagina yang berbau harum itu, dan kugigit-gigit perlahan bibir vaginanya.“Ahh.. Kamu pintar ya.. Ahh” desahnya.Mbak Sonya lantas melepaskan celana dalamnya, sehingga akupun lebih bebas memberikan kenikmatan padanya.“Jilat di sini sayang..” instruksi mbak Sonya sambil tangannya mengusap klitorisnya.Kujilati klitoris mbak Sonya. Desahan mbak Sonya semakin menjadi-jadi dan tubuhnya meliuk-liuk sambil tangannya mendekap erat kepalaku. Beberapa saat kemudian, tubuh mbak Sonyapun mengejang.“Yes.. Ah.. Yes..” jeritnya.Liang vaginanya tampak semakin basah oleh cairan kewanitaannya. Kusedot habis cairan vaginanya sambil sesekali kuciumi paha mulus mbak Sonya. Tak percuma ilmu yang kudapat selama ini dari pengalamanku menonton video porno.“Kita terusin di ranjang yuk..” ajaknya setelah mengambil nafas panjang.Akupun kemudian melucuti semua pakaianku. Mbak Sonya lalu membuka sepatu hak tingginya, sehingga sambil telanjang bulat, kami merebahkan diri di ranjang.“Ciumi susu mbak lagi dong yang..”Aku dengan gemas mengabulkan permintaannya. Payudara mbak Sonya yang membusung kenyal, tentu saja membuat semua lelaki normal, termasuk aku, menjadi gemas. Sementara mulutku sibuk menghisap dan menjilati puting payudara mbak Sonya, tangannya menuntun tanganku ke vaginanya. Akupun mengerti apa yang ia mau. Tanganku mulai mengusap-usap vagina dan klitorisnya.Mbak Sonya kembali mengerang ketika nafsu berahinya bangkit kembali. Ditariknya wajahku dari payudaranya dan kembali diciuminya bibirku dengan ganas. Selanjutnya, mbak Sonya menindih tubuhku. Dijilatinya puting dadaku dan kemudian perutkupun diciuminya.Sesampainya di penisku, dengan gemas dijilatinya lagi batangnya. Tak lama kemudian, kepala mbak Sonyapun sudah naik turun ketika mulutnya menghisapi penisku.“Sekarang mbak pengin ambil perjakamu ya..”Sambil berkata begitu, mbak Sonya menaiki tubuhku. Diarahkannya penisku ke dalam vaginanya. Rasa nikmat luar biasa menghinggapiku, ketika batang penisku mulai menerobos liang vagina mbak Sonya.“Uh.. Nikmat sekali.. Mbak suka kontolmu.. Enak..” desah mbak Sonya sambil menggoyangkan tubuhnya naik turun di atas tubuhku.“Heh.. Heh.. Heh..” begitu suara yang terdengar dari mulut mbak Sonya. Seirama dengan ayunan tubuhnya di atas penisku.“Mbak suka.. Ahh.. Ngentotin anak muda.. Ahh.. Seperti kamu.. Yes.. Yes..”Mbak Sonya terus meracau sambil menikmati tubuhku. Tangannya kemudian menarik tanganku dan meletakkannya di payudaranya yang bergoyang-goyang berirama. Akupun meremas-remas payudara kenyal itu. Suara desahan mbak Sonya semakin menjadi-jadi.“Enak.. Ahh.. Ayo terus.. Entotin mbak.. Ah.. Anak pintar.. Ahh..”Tak lama tubuh mbak Sonyapun kembali mengejang. Dengan lenguhan yang panjang, mbak Sonya mengalami orgasme yang kedua kalinya. Tubuh mbak Sonya kemudian rubuh di atasku. Karena aku belum orgasme, nafsukupun masih tinggi menunggu penyaluran. Kubalikkan tubuh mbak Sonya, dan kugenjot penisku dalam liang kewanitaannya. Rasa nikmat menjalari seluruh tubuhku. Kali ini eranganku yang menggema dalam kamar tidur itu.“Oh.. Enak mbak.. Yes.. Yes..” erangku ditengah suara ranjang yang berderit keras menahan guncangan.“Wawan mau keluar mbak..” kataku ketika aku merasakan air mani sudah sampai ke ujung penisku.“Keluarin di mulut mbak, sayang..”Akupun mencabut keluar penisku dan mengarahkannya ke wajah mbak Sonya. Tangan mbak Sonya langsung meraih penisku, untuk kemudian dimasukkan ke dalam mulutnya.“Ahh.. Mbak..” jeritku ketika aku menyemburkan air maniku dalam mulut mbak Sonya.Mbak Sonya lantas mengeluarkan penisku dan mengusap-usapkannya pada seluruh permukaan wajahnya yang cantik.*****Setelah membersihkan diri, kamipun kembali duduk di ruang tamu.“Enak Wan?” tanyanya sambil tersenyum genit.“Enak mbak… memang mbak sering ya beginian”“Nggak kok.. Kalau pas ada anak muda yang mbak suka saja..”“Oh.. Mbak sukanya anak muda ya..”“Iya Wan.. Disamping staminanya masih kuat.. Mbak juga merasa jadi lebih awet muda.” jawab mbak Sonya genit.Tak lama mobil yang dinantipun datang. Akhirnya aku jadi membeli mobil mbak Sonya itu. Disamping kondisinya masih bagus, mbak Sonya memberikan korting delapan juta rupiah.“Asal kamu janji sering-sering main ke sini ya” katanya sambil tersenyum saat memberikan potongan harga itu.Kejadian ini berlangsung sebulan yang lalu. Sampai saat ini, aku masih berselingkuh dengan mbak Sonya. Sebenarnya aku diliputi perasaan berdosa kepada Monika pacarku. Tetapi apa daya, setelah kejadian itu, aku jadi ketagihan bermain seks. Aku tetap sangat mencintai pacarku, dan tetap menjaga batas-batas dalam berpacaran. Tetapi untuk menyalurkan hasratku, aku terus berhubungan dengan mbak Sonya.Bisniskupun makin lancar. Keuanganku semakin membaik, sehingga aku sanggup memberikan hadiah-hadiah mahal pada Monika untuk menutupi rasa bersalahku.
LINDA
September 26th, 2006
Namaku Ade, umurku waktu itu sekitar 19 tahun, aku kini kuliah di OSU, Amerika. Kebetulan aku kost di salah satu kenalan Oom aku di
sana yang bernama Tante Linda. Wuih, dia itu orangnya baik benar kepadaku. Kebetulan dia seorang istri simpanan bule yang kaya raya tapi sudah tua. Jadilah aku kost di rumahnya yang memang agak sepi, maklumlah di
sana jarang memakai pembantu sih. Tante Linda ini orangnya menurutku sih seksi sekali. Buah dadanya besar bulat seperti semangka dengan ukuran 36C. Sedangkan tingginya sekitar 175 cm dengan kaki langsing seperti peragawati. Sedangkan perutnya rata soalnya dia belum punya anak, yah maklumlah suaminya sudah tua, jadi mungkin sudah loyo. Umurnya sekitar 33 tahun tapi kulitnya masih mulus dan putih bersih. Hal ini yang membuatku betah berlama-lama di rumah kalau lagi nggak ada urusan penting, aku malas keluar rumah. Lagian aku juga bingung mau keluar rumah tapi nggak tahu jalan.
Dan sehari-harinya aku cuma mengobrol dengan Tante Linda yang seksi ini. Ternyata dia itu orangnnya supel benar nggak canggung cerita-cerita denganku yang jauh lebih muda. Dari cerita Tante Linda bisa aku tebak dia itu orangnya kesepian banget soalnya suaminya jarang pulang, maklum orang sibuk. Makanya aku berupaya menjadi teman dekatnya untuk sementara suaminya lagi pergi. Hari demi hari keinginanku untuk bisa mendapatkan Tante Linda semakin kuat saja, lagi pula si Tante juga memberi lampu hijau kepadaku. Terbukti dia sering memancing-mancing gairahku dengan tubuhnya yang seksi itu. Kadang-kadang kupergok Tante Linda lagi pas sudah mandi, dia hanya memakai lilitan handuk saja, wah melihat yang begitu jantungku deg-degan rasanya, kepingin segera membuka handuknya dan melahap habis tubuh seksinya itu. Kadang- kadang juga dia sering memanggilku ke kamarnya untuk mengancingkan bajunya dari belakang. Malah waktu itu aku sempat mengintip dia lagi mandi sambil masturbasi. Wah pokoknya dia tahu benar cara mancing gairahku.
Sampai pada hari itu tepatnya hari Jumat malam, waktu itu turun hujan gerimis, jadi aku malas keluar rumah, aku di kamar lagi main internet, melihat gambar-gambar porno dari situs internet, terus tanpa sadar kukeluarkan kemaluanku yang sudah tegang sambil melihat gambar perempuan bugil. Kemudian kuelus-elus batang kemaluanku sampai tegang sekali sekitar 15 cm, habis aku sudah terangsang banget sih. Tanpa kusadari tahu-tahu Tante Linda masuk menyelonong saja tanpa mengetuk pintu, saking kagetnya aku nggak sempat menutup batang kemaluanku yang sedang tegang itu. Tante Linda sempat terbelalak melihat batang kemaluanku yang sedang tegang, langsung saja dia bertanya sambil tersenyum manis.
“Hayyoo lagi ngapain kamu De?”
“Aah, nggak Tante lagi main komputer”, jawabku sekenanya.
Tapi Tante Linda sepertinya sadar kalau aku saat itu sedang mengelus-elus batang kemaluanku.
“
Ada apa sih Tante?” tanyaku.
“Aah nggak, Tante cuma pengen ajak kamu temenin Tante nonton di ruang depan.”
“Ohh ya sudah, nanti saya nyusul yah Tan”, jawabku.
“Tapi jangan lama-lama yah”, kata Tante Linda lagi.
Setelah itu aku berupaya meredam ketegangan batang kemaluanku, lalu aku beranjak keluar kamar tidur dan menemani Tante Linda nonton film semi porno yang banyak mengumbar adegan-adegan syuurr.
Melihat film itu langsung saja aku jadi salah tingkah, soalnya batang kemaluanku langsung saja bangkit lagi nggak karuan. Malah malam itu Tante Linda memakai baju yang seksi sekali, dia memakai baju yang ketat dan gilanya dia nggak pakai bra, soalnya aku bisa lihat puting susunya yang agak muncung ke depan. Karuan saja, gairahku memuncak melihat pemandangan seperti itu, tapi yah apa boleh buat aku nggak bisa apa-apa. Sedangkan batang kemaluanku semakin tegang saja sehingga aku mencoba bergerak-gerak sedikit guna membetulkan letaknya yang miring. Melihat gerakan-gerakan itu Tante Linda langsung menyadari sambil tersenyum ke arahku.
“Lagi ngapain sih kamu De?”
“Ah nggak Tante..”
Sementara itu Tante Linda mendekatiku sehingga jarak kami semakin dekat dalam sofa panjang itu.
“Kamu terangsang yah De, lihat film ini?”
“Ah nggak Tante biasa aja”, jawabku mencoba mengendalikan diri. Bisa kulihat payudaranya yang besar menantang di sisiku, ingin rasanya kuhisap-hisap sambil kugigit putingnya yang keras. Tapi rupanya hal ini tidak dirasakan olehku saja, Tante Linda pun rupanya juga sudah agak terangsang sehingga dia mencoba mengambil serangan terlebih dahulu.
“Menurut kamu Tante seksi nggak De?” tanyanya.
“Wah seksi sekali Tante”, kataku.
“Seksi mana sama yang di film itu?” tanyanya lagi sambil membusungkan buah dadanya sehingga terlihat semakin membesar.
“Wah seksi Tante dong, abis Tante bodynya bagus sih.” kataku.
“Ah masa sih?” tanyanya.
“Iya bener Tante, sumpah..” kataku.
Jarak duduk kita semakin rapat karena Tante Linda terus mendekatkan dirinya padaku, lalu dia bertanya lagi kepadaku,
“Kamu mau nggak kalo diajak begituan sama Tante?”
“Mmaauu Tante..” Ah seperti dapat durian runtuh kesempatan ini tidak aku sia-siakan, langsung saja aku memberanikan diri untuk mencoba mendekatkan diri pada Tante Linda.
“Wahh barang kamu gede juga ya De..” katanya.
“Ah Tante bisa aja deh.. Tante kok kelihatannya makin lama makin seksi aja sih.. sampe saya gemes deh ngeliatnya..” kataku.
“Ah nakal kamu yah De”, jawab Tante Linda sambil meletakkan tangannya di atas kemaluanku, lalu aku mencoba untuk tenang sambil memegang tangannya.
“Waah jangan dipegangin terus Tante, nanti bisa tambah gede loh”, kataku.
“Ah yang bener nih?” tanyanya.
“Iya Tante.. ehh, eehh saya boleh pegang itu Tante nggak?” kataku.
“Pegang apa?” tanyanya.
“Pegang itu tuh..” kataku sambil menunujukkan ke arah buah dada Tante yang besar itu.
“Ah boleh aja kalo kamu mau.”
Wah kesempatan besar nih, tapi aku agak sedikit takut pegang buah dadanya, takut dia marah tapi tangan si Tante sekarang malah sudah mengelus-elus kemaluanku sehingga aku memberanikan diri untuk mengelus buah dadanya.
“Ahh.. arghh enak De.. kamu nakal yah”, kata Tante sembari tersenyum manis ke arahku, spontan saja kulepas tanganku.
“Loh kok dilepas sih De?”
“Ah, takut Tante marah”, kataku.
“Ooohh nggak sayang.. kemari deh.”
Tanganku digenggam Tante Linda, kemudian diletakkan kembali di buah dadanya sehingga aku pun semakin berani meremas-remas buah dadanya. “Aaarrhh.. sshh”, rintihan Tante semakin membuatku penasaran, lalu aku pun mencoba mencium Tante Linda, sungguh diluar dugaanku, Tante Linda menyambut ciumanku dengan beringas, kami pun lalu berciuman dengan mesra sekali sambil tanganku bergerilya di buah dadanya yang sekal sekali itu. “Ahh kamu memang hebat De.. terusin sayang.. malam ini kamu mesti memberikan kepuasan sama Tante yah.. ahh.. arhh.”
“Tante, saya boleh buka baju Tante nggak?” tanyaku.
“Oohh silakan sayang”, lalu dengan cepat kubuka bajunya sehingga buah dadanya yang besar dengan puting yang kecoklatan sudah berada di depan mataku, langsung saja aku menjilat-jilat buah dadanya yang memang aku kagumi itu. “Aahh.. arghh..” lagi-lagi Tante mengerang-erang keenakan. “Teruss.. teruss sayang.. ahh enak sekali..” lama aku menjilati buah dada Tante Linda, hal ini berlangsung sekitar 10 menitan sehingga tanpa kusadari batang kemaluanku juga sudah mulai mengeluarkan cairan bening pelumas di atas kepalanya.
Lalu sekilas kulihat tangan Tante Linda sedang mengelus-elus bagian klitorisnya sehingga tanganku pun kuarahkan ke arah bagian celananya untuk kupelororti. “Aahh buka saja sayang.. jangan malu-malu.. ahh..” nafas Tante Linda terengah-engah menahan nafsu, seperti kesetanan aku langsung membuka celananya dan kuciumi CD-nya. Waah, dia lagsung saja menggelinjang keenakan, lalu kupelorotkan celana dalamnya sehingga sekarang Tante Linda sudah bugil total. Kulihat liang kemaluannya yang penuh dengan bulu yang ditata rapi sehingga kelihatan seperti lembah yang penuh dengan rambut. Lalu dengan pelan-pelan kumasukan jari tengahku untuk menerobos lubang kemaluannya yang sudah basah itu. “Aahrrh.. sshh.. enak De.. enak sekali”, jeritnya. Lalu kudekatkan mukaku ke liang kemaluannya untuk menjilati bibir kemaluannya yang licin mengkilap itu, lalu dengan nafsu kujilati liang kemaluan Tante dengan lidahku turun naik sepeti mengecat saja. Tante Linda semakin kelabakan, dia menggoyangkan kepalanya ke kanan dan ke kiri sambil memeras buah dadanya sendiri. “Aahh.. sshh come on baby.. give me more, give me more.. ohh”, dengan semakin cepat kujilati klitorisnya dan dengan jari tanganku kucoblos lubang kemaluannya yang semakin lama semakin basah.
Beberapa saat kemudian tubuhnya bergerak dengan liar sepertinya dia mau orgasme. Lalu kupercepat tusukan-tusukan jariku sehingga dia merasa keenakan sekali lalu seketika dia menjerit, “Oohh aahh.. Tante sudah keluar sayang.. ahh”, sambil menjerit kecil pantatnya digoyang-goyangkan untuk mencari lidahku yang masih terus menjilati bagian bibir kemaluannya sehingga cairan orgasmenya kujilati sampai habis. Kemudian tubuhnya tenang seperti lemas sekali, lalu dia menarik tubuhku ke atas sofa. “Wah ternyata kamu memang hebat sekali, Tante sudah lama tidak sepuas ini loh..” sambil mencium bibirku sehingga cairan liang kemaluannya berlepotan ke bibir Tante Linda. Sementara itu batang kemaluanku yang masih tegang di elus-elus oleh Tante Linda dan aku pun masih memilin-milin puting Tante yang sudah semakin keras itu. “Aahh..” desahnya sambil terus mencumbu bibirku. “Sekarang giliran Tante sayang.. Tante akan buat kamu merasakan nikmatnya tubuh Tante ini.
Tangan Tante Linda segera menggerayangi batang kemaluanku lalu digenggamnya batang kemaluanku dengan erat sehingga agak terasa sakit, tapi kudiamkan saja habis enak juga diremas-remas oleh tangan Tante Linda. Lalu aku juga nggak mau kalah, tanganku juga terus meremas-remas payudaranya yang indah itu. Terus terang aku paling suka dengan buah dada Tante Linda karena bentuknya yang indah sekali, juga besar berisi alias montok. “Aahh.. shh,”, rupanya Tante Linda mulai terangsang kembali ketika tanganku mulai meremas-remas buah dadanya dengan sesekali kujilati dengan lidah pentilnya yang sudah tegang itu, seakan-akan seperti orang kelaparan kuemut-emut terus puting susunya sehingga Tante Linda menjadi semakin blingsatan.
“Ahh kamu suka sekali sama dada Tante yah De?”
“Iya Tante, abis tetek Tante bentuknya sangat merangsang sih, terus besar tapi masih tetep kencang..”
“Aahh kamu emang pandai muji orang De..”
Sementara itu tangannya masih terus membelai batang kemaluanku yang kepalanya sudah berwarna kemerahan tetapi tidak dikocok hanya dielus-elus. Lalu Tante Linda mulai menciumi dadaku terus turun ke arah selangkanganku sehingga aku pun mulai merasakan kenikmatan yang luar biasa sampai pada akhirnya Tante Linda jongkok di bawah sofa dengan kepala mendekati batang kemaluanku. “Wahh batang kemaluanmu besar sekali De.. nggak disangka kamu nggak kalah besarnya sama punya orang bule”, Tante Linda memuji-muji batang kemaluanku.
Sedetik kemudian dia mulai mengecup kepala batang kemaluanku yang mengeluarkan cairan bening pelumas dan merata tersebut ke seluruh kepala batang kemaluanku dengan lidahnya. Uaah, tak kuasa aku menahan erangan merasakan nikmatnya service yang diberikan Tante Linda malam itu. Lalu dia mulai membuka mulutnya lalu memasukkan batang kemaluanku ke dalam mulutnya sambil menghisap-hisap dan menjilati seluruh bagian batang kemaluanku sehingga basah oleh ludahnya. Aku pun nggak mau kalah, sambil mengelus-elus rambutnya sesekali kuremas dengan kencang buah dadanya yang montok sehingga Tante Linda bergelinjang menahan kenikmatan. Selang beberapa menit setelah Tante melakukan hisapannya, aku mulai merasakan desiran-desiran kenikmatan menjalar di seluruh batang kemaluanku lalu kuangkat Tante Linda kemudian kudorong perlahan sehingga dia telentang di atas karpet. Dengan penuh nafsu kuangkat kakinya sehingga dia mengangkang tepat di depanku.
“Ahh De ayolah masukin batang kemaluan kamu ke Tante yah.. Tante udah nggak sabar mau ngerasain memek Tante disodok-sodok sama batangan kamu yang besar itu.”
“Iiiya Tante”, kataku.
Lalu aku mulai membimbing batang kemaluanku ke arah lubang kemaluan Tante Linda tapi aku nggak langsung memasukkannya tapi aku gesek-gesekan ke bibir kemaluan Tante Linda sehingga Tante Linda lagi-lagi menjerit keenakan, “Aahh.. yes.. yes.. oh good.. ayolah sayang jangan tanggung-tanggung masukinnya..” lalu aku mendorong masuk batang kemaluanku. Uh, agak sempit rupanya lubang kemaluan Tante Linda ini sehingga agak susah memasukkan batang kemaluanku yang sudah besar sekali itu. “Aahh.. shh.. aoh.. oohh pelan-pelan sayang.. terus-terus.. ahh”, aku mulai mendorong kepala batang kemaluanku ke dalam lubang kemaluan Tante Linda sehingga Tante Linda merasakan kenikmatan yang luar biasa ketika batang kemaluanku sudah masuk semuanya.
Kemudian batang kemaluanku mulai kupompakan dengan perlahan tapi dengan gerakan memutar sehingga pantat Tante Linda juga ikut-ikutan bergoyang-goyang. “Aahh argghh.. rasanya nikmat sekali karena goyangan pantat Tante Linda menjadikan batang kemaluanku seperti dipilin-pilin oleh dinding liang kemaluannya yang seret itu dan rasanya seperti empotan ayam. “Uuaahh..” sementara itu aku terus menjilati puting susu Tante Linda dan menjilati lehernya yang dibasahi keringatnya. Sementara itu tangan Tante Linda mendekap pantatku keras-keras sehingga kocokan yang kuberikan semakin cepat lagi. “Ooohh shh sayang.. enak sekali oohh yess.. oohh good.. ooh yes..” mendenganr rintihannya aku semakin bernafsu untuk segera menyelesaikan permainan ini, “Aahh.. cepat sayang Tante mau keluar ahh”, tubuh Tante Linda kembali bergerak liar sehingga pantatnya ikut-ikutan naik rupayanya dia kembali orgasme, bisa kurasakan cairan hangat menyiram kepala batang kemaluanku yang lagi merojok-rojok lubang kemaluan Tante Linda. “Aahh.. shhss.. yess”, lalu tubuhnya kembali agak tenang menikmati sisa-sisa orgasmenya.
“Wahh kamu memang bener-bener hebat De.. Tante sampe keok dua kali sedangkan kamu masih tegar.”
“Iiya Tante.. bentar lagi juga Ade keluar nih..” sambil terus aku menyodok-sodok lubang kemaluan Tante Linda yang sempit dan berdenyut-denyut itu.
“Ahh enak sekali Tante.. ahh..”
“Terusin sayang.. terus.. ahh.. shh”, erangan Tante Linda membuatku semakin kuat merojok-rojok batang kemaluanku ke dalam liang kenikmatannya.
“Aauwh pelan-pelan sayang ahh.. yes.. ahh good.”
“Aduh Tante, bentar lagi keluar nih..” kataku.
“Aahh Ade sayang.. keluarin di dalam aja yah sayang.. ahh.. Tante mau ngerasin.. ahh.. shh mau rasain siraman hangat peju kamu sayang..”
“Iiiyyaa.. Tante..” lalu aku mengangkat kaki kanan Tante sehingga posisi liang kemaluannya lebih menjepit batang kemaluanku yang sedang keluar masuk lobang kemaluannya.
“Aahh.. ohh ahh.. sshh.. Tante Ade mau keluar nih.. ahh”, lalu aku memeluk Tante Linda sambil meremas-meremas buah dadanya. Sementara itu, Tante Linda memelukku kuat-kuat sambil mengoyang-goyangkan pantatnya. “Ah Tante juga mau keluar lagi ahh.. shh..” lalu dengan sekuat tenaga kurojok liang kemaluannya sehingga kumpulan air maniku yang sudah tertahan menyembur dengan dahsyat. “Seerr.. serr.. crot.. crot..” “Aahh enak sekali Tante.. ahh harder.. harder.. ahh Tante..” Selama dua menitan aku masih menggumuli tubuh Tante Linda untuk menuntaskan semprotan maniku itu. Lalu Tante Linda membelai-belai rambutku. “Ah kamu ternyata seorang jagoan De..” Setelah itu ia mencabut batang kemaluanku yang masih agak tegang dari lubang kemaluannya kemudian dimasukkan ke dalam mulutnya untuk dijilati oleh lidahnya. Ah, ngilu rasanya batang kemaluanku dihisap Tante Linda.
Setelah kejadian ini kami sering melakukan hubungan seks yang kadang-kadang meniru gaya-gaya dari film porno yang banyak beredar di
sana. Sekian, semoga ceritaku ini bisa jadi bahan bagi anda yang suka bersenggama dengan tante-tante.
Seni Bercinta Bersama Tiwi !
Pengalaman saya terjadi pada waktu saya sedang cuti, dimana hari-hari saya diisi dengan mengutak-ngatik computer dan mejelajah internet (maklum orang IT). 3 hari sudah saya lewati begitu saja dan kemudian jenuh pun mulai saya rasakan, akhirnya saya mencoba masuk ke dalam sebuah fasilitas chatting, yaitu : IRC.DAL.NET. Saya lihat-lihat dan saya menggunakan nickname Budi (edited), di sebuah channel kecil. Saya dimessages seseorang yang kemudian saya tahu dia adalah seorang dengan kode asl f 22 Jkt. Kami mengobrol kiri kanan, sampai akhirnya aku tahu dia sudah menikah, akhirnya obrolan kami tertuju tentang masalah-masalah kehidupan rumah tangga dan seks perkawinan mereka. Kita sebut saja nama wanita itu Tiwi (nama samaran). Di dalam obrolan itu, Tiwi bercerita bahwa dia menikah dengan seorang laki-laki yang usianya lebih dari separuh abad, karena paksaan orang tuanya. Dia berkeluh kesah akan masalah kenikmatan berhubungan intim dengan suaminya, yang menurut dia egois sekali tanpa foreplay (buka, cium, tusuk, keluar) begitu katanya.
“Mending kalau lama, cuma 2 menit keluar deh..!” kata Tiwi dalam pembicaraannya.Aku menimpali,
“Wah, nggak asik kalo gitu Wi..!”
“Iyah nih, Den, abis gimana lagi..?” di dalam pembicaraan itu akhirnya aku bisa menangkap kalau Tiwi membutuhkan “sex is warm art not sex is sex”.Pembicaraan kami akhirnya disudahi dengan akan bertemunya kami di suatu café di Jakarta selatan.Setelah kami ngobrol cukup lama, kami kemudian saling bertukar nomer handphone dan akan bertemu esok hari di tempat yang telah kami sepakati. Keesokan harinya aku bangun dengan segar dan burungku berdiri kencang (butuh sentuhan), dan langsung menuju kamar mandi.
“Brrr.., segar…” aku membasahi seluruh tubuhku dengan shower.Selesai mandi aku mencukur dan merapihkan bulu-bulu di sekitar dagu dan pipiku. Kupilih kemeja yang kusukai dan celana jeans, lalu aku semprotkan parfum Hugo kegemaranku. Wah.., aku ingin kelihatan rapih di depan Tiwi nanti. Setelah acara dandan selesai, aku hidupkan mobil VW kesayanganku dan meluncur ke arah sebuah cafe di selatan pusat perbelanjaan di Jakarta selatan.
Kulihat jam, “Hmm.., masih jam 10 lewat, masih lama.” pikirku.Lalu aku melihat-lihat counter pakaian dan membeli kemeja dan dasi untuk keperluan kantorku sambil menunggu Tiwi. 45 menit kemudian HP-ku berbunyi dan terdengar suara Tiwi disana, “Halo, ini Deni..?” katanya.
“Iyah Wi.., Kamu dimana?”“ Aku di lantai satu nih.., Kamu dimana?” katanya.
“Hmm.., Aku masih belanja dulu nih Wi. Sabar yah..!” kataku menenangkan. “Bentar lagi Aku kesana kok..!” lanjutku.“Iyah deh, Aku tunggu di Cafe *** (edited) yah..? Aku laper nih..!” katanya manja. “Kamu pake baju apa..?” katanya.“Hmm.., Aku pake hem biru dan jeans coklat muda.” kataku sekenannya, “Kalo Kamu..?”“Hmm.., Aku pake kemeja biru dan rok hitam. Rambutku kuikat ke atas.” katanya.“Oke..,” kataku, “Sabar yah Wi… bayar dulu nih..!”“Oke..,” kata Tiwi, “Aku tunggu yah..?”Lalu HP-ku kututup dan aku ke kasir untuk membayar. Setelah proses transaksi selesai, aku turun ke bawah sambil membawa beberapa belanjaanku dan menuju cafe itu. Langkah kakiku semakin dekat. Kupandangi isi dalam cafe tersebut. Hmm.., ada beberapa orang saja. Lalu di pojok aku melihat seorang wanita sendiri dan duduk membelakangiku.“Hmm.., ini dia si Tiwi..!” kataku sambil mendekat.“Pagi..!” kataku, dan Tiwi akhirnya menoleh.“Pagi.” katanya.Lalu aku menyodorkan tanganku dan menjabat tangan Tiwi, “Deni..,” aku memperkenalkan diri, dan dia berdiri sambil membalas, “Tiwi…”Hmm… tinggi juga nih Tiwi pikirku dengan bentuk tubuh proposional, aku menebak kira-kira 170 cm tingginya, dengan kulit putih dan mata yang kecil jelas sekali kalau dia adalah keturunan Chinese.“Silakan duduk Den..!”“
Makasih Wi,”“Belanja apa Den..?”“Hmm.., ini cuma buat keperluan ke kantor aja, Kamu tinggi yah..,” kataku menimpali.“Ah kamu tuh… bisa jinjit Aku kalo pelukan.” katanya sambil tersenyum.“Emang tinggi Kamu berapa Tiwi..?” kataku.“Hmm.., 171 Den, emang kenapa..?”“Ah nggak.., cuma Kamu tuh pantesnya jadi model.” kataku.“Kamu kali.. yang pantes.” katanya, “Terus kalo Kamu berapa Den..?”“Aku 186-an deh kalo nggak salah.” kataku seenaknya sambil membaca-baca menu.“Aku pesen Hot Cappucino. Kamu mau pesen apa lagi Wi..?” aku menawari.“Hmm Aku nambah Chess Croissant ajah deh..,” katanya kepada pelayan cafe.“Kamu abis cukuran yah..?” Tiwi membuka pembicaraan.“Iyah.., kok tau sih..?” kataku sambil menatapnya.“Iyah dong, ketauan lagi bau aftershape Kamu.” katanya.Aku hanya tersenyum sambil membakar sebatang rokok, lalu kutawari sebatang kepadanya.“
Rokok Wi..? dan dia mengambil satu, lalu aku menyulutkan rokokku dan memberinya zippo-ku.“Huffff..” Tiwi menghembuskan asap rokoknya seolah ingin melepaskan semua beban ceritanya kepadaku.“Hmm.., Aku bosen dengan perkawinanku Den..,” katanya, “Mungkin Aku kelihatan bahagia, yah..?” katanya.“Yah.., tampaknya sih begitu Wi, memangnya kenapa..? Apalagi yang Kamu rasakan kurang..?” kataku sambil menatap wajah Tiwi lekat-lekat.“Yah.., Aku kehilangan masa dimana Aku bisa merasakan suatu hubungan yang “balance”, bukan hubungan hanya sekedar jadi objek seks suami…” katanya.“Hmm..,” aku manggut-manggut, “Lalu apa kamu udah diskusi dengan suami Kamu..? Sebaiknya Kamu diskusikan saja Wi, bagiku sih lebih baik begitu…”“Sudah.. Den.. cuma yah nggak berhasil, malah Dia nyangka Aku yang hyper.” katanya dengan tertunduk. Jelas sekali Tiwi menahan suatu kesedihan dan kekecewaan.“Hmm.., sabar ajah Wi. Itu butuh waktu kok..!” aku menenangkannya.Tanganku membelai jemarinya dan dia tersentak, tapi Tiwi membiarkanku menggengam tangannya.“Terus apa Aku salah..?” katanya dan kulihat matanya mulai berkaca kaca.“Loh..? Kok Kamu jadi sedih gitu sih Wi..?”“Aku udah nggak kuat Den, kalo cuma dijadikan objek seks ajah.” Katanya meninggi dan tampak dia begitu emosional.“Sssttt…” aku menempelkan telunjukku di kedua bibirnya, “Tiwi, coba sabar dan cerita yah..!” kataku menenangkannya.“Hmm.., diusia 20 Aku menikah Den, Dengan lelaki yang seharusnya jadi ayahku. Dan 2 tahun Aku mencoba menjadi istri yang baik buat Dia, tapi kenapa Dia nggak pernah memperhatikan keinginanku untuk tidak menjadikanku hanya sebagai objek seks Dia dan teman di tempat tidur saja. Aku butuh lebih dari itu
kan.., Den..? Yah
kan..?”“Iyah, Kamu betul, cuma apa Kamu nggak ingin mencoba buat berdialog lagi..?” kataku.“Percuma Den.., Aku jenuh… Aku ingin seperti cerita teman-temanku Den. Yang juga ingin merasakan kesempurnaan dalam bercinta, tapi Aku belom pernah mendapatkannya.” Tiwi berkata dan tetesan air matanya mulai berlinang bergulir ke arah pipinya yang putih bersih.“Oh.., gosh.. kasian sekali wanita ini.” pikirku.Aku membelai tetes air mata Tiwi dengan sapu tanganku, “Sttt.., sudahlah Wi, jelek loh kalo Kamu nangis gitu..!” kataku menggoda untuk mencoba mencairkan suasana hatinya.“Igh.., Kamu yang jelek..!” katanya tersenyum dan mencubit tanganku. Akhirnya kami tersenyum lagi.“Eh.. Den, Kamu orang mana..? Kok Kamu kaya blasteran gitu sih..?” katanya menyelidik.“Iyah.., Aku emang blasteran kok,” kataku tersenyum.“Oh yah..?” katanya, “Hmm.., mana sama mana Den..?”“Blasteran Jawa sama sunda…”“Hahahhahha…” Tiwi tertawa memamerkan deretan gigi putihnya, “Bisa ajah Kamu, Den..!”“Tapi yang jelas Aku
Indonesia dan Non Rasial.” kataku.Tiwi memandangku sambil ikut menggenggam jemariku. “Egh.. hmm agh..,” aku gugup di saat Tiwi mulai mendekatkan diri dan duduk di sampingku.Hmm.., bau parfum Tiwi benar-benar matching dan kelihatan sekali kalau dia berasal dari kalangan atas.“Den..!” katanya agak gugup juga, “Hmmm.., keberatan nggak Kamu kalo Aku minta sesuatu sama Kamu..?” katanya.“Apa tuh Wi..?” jawabku enteng, padahal Satelit bawahku sudah salah orbit.“Gini Den.., Aku boleh nggak hari ini merasakan apa yang Aku inginkan..?”“Hah..? Gila.., terus terang amat nih cewek..?” pikirku, tapi aku berusaha untuk bersikap wajar.“Dalam batas gimana Aku bisa bantu Wi..?”“Yah.., Aku ingin merasakan apa yang selama ini Aku pendam…” katanya.“Hmm..,” aku berfikir, “Kamu serius dengan kata-kata Kamu itu Wi..?”“Iyah Den, Aku sadar dan ikhlas dengan keinginanku..!” kata Tiwi.“Hmm.., oke-lah kalo Kamu mau, cuma Aku hanya memberikan apa yang Aku bisa berikan untuk membantu Kamu yah Wi..!”“Makasih Den..!” Tiwi tersenyum padaku.“Wow..! Mimpi apa nih semalam..?” pikirku. Akhirnya kami meninggalkan cafe dan menuju sebuah apartemen dengan menggunakan Jeep Mercy milik Tiwi. VW bututku kutinggal atas permintaan Tiwi. Singkat cerita, aku meluncur ke arah apartemen Tiwi yang ternyata milik Tiwi pribadi dan jarang ditempati, dia bilang apartemen itu merupakan pemberian suaminya.“Gila.., ini sih 25 tahun gajiku baru bisa buat beli apartemen kaya begini.” kataku pada Tiwi.“Ah.., ini
kan punya suamiku. Aku sih nggak mampu.” katanya merendah. Akhirnya kami tiba di sebuah ruangan yang indah, kecil dan tertata rapih.Lengkap sekali, berbeda dengan rumah kontrakanku. Lalu Tiwi menawarkanku coke dingin. Aku menerima sambil melihat-lihat lukisan dan photo yang terpampang di dinding.Lalu Tiwi mendekatiku, “Itu suamiku Den.., gimana menurut Kamu..?”“Hm.., tua sekali yah..?” kataku jujur dan Tiwi hanya tersenyum kecut mendengar ucapanku.Lalu dia berusaha menyandarkan tubuhnya di dadaku. Aku meresponnya sambil memeluk perutnya. Kubiarkan dia bersandar, lalu sambil mencium rambutnya, kubelai lembut perutnya.“Hmm.., hmm..,” Tiwi mendesah pelan dan membiarkan badannya dalam dekapan tubuhku.Lalu dia membalikkan tubuhnya dan menatapku. Tangannya membelai pipi, hidung, dan daguku.“Tiwi… hmm..,” aku menempelkan ujung hidungku yang lancip ke leher Tiwi.“Ahh.., sstt…” Tiwi memejamkan matanya dan menikmati hangatnya nafas serta dekapanku.Sekali-kali kutempelkan bibirku ke lehernya dan kugesekkan pipiku dan daguku, lalu kuciumi bagian telinga Tiwi.“Ahh.., hmm, Den.., hmm.., Kamu hangat sekali…” katanya.Aku menatap Tiwi. Terlihat sekali dia menginginkan suatu kehangatan. Lalu aku mengangkat tubuh Tiwi, kugendong dan kumelangkah ke arah ranjang Tiwi. Kuturunkan perlahan dan tubuhnya kuraih hingga merapatnya dada Tiwi di ulu hatiku. Kulumat perlahan bibir Tiwi dengan lembut dan kutekuni setiap jenjang lekuk bibirnya. Bibir kami saling berpagutan, tangan Tiwi merangkul pundakku dan nafasnya mulai tidak beraturan.“Oh Den.., oh… hmm..,” desah Tiwi yang mulai menghangat. Perlahan tangan Tiwi menerobos kancing kemejaku dan membelai dada serta menyentuh putingku. Aku tersentak dan mendidih lah gejolak libidoku.“Ohh Tiwi.., uhh..,” aku melenguh pelan.Tanganku menyentuh kenyalnya buah dada Tiwi. Kuremas pelan dan kubuka kancing bajunya perlahan. Ujung jariku menyentuh puting Tiwi dan jilatan-jilatan lidahku sudah berpindah menelusuri leher, tengkuk dan belahan dada Tiwi.“Oghh.. Deni..!” Tiwi merinding, tampak bulu-bulu halusnya berdiri menahan serangan lidahku.“Ohh.., hmm..,” Tiwi mendesah.Kusapu belahan dadanya dari leher hingga ke ulu hatinya.“Sss.., ssttt..,” Tiwi mendesis menikmati lembutnya sapuan lidahku.Kecupan-kecupan ciuman terus merajalela di bagian pinggul dan perut Tiwi. Kuklitiki lubang pusar Tiwi dan kugesekkan hidungku di permukaan kulit tubuhnya.“Aahh.. Deni.., ouggh.. sstt..”“Tiwi.., Aku emut yah nenen Kamu..?”“Oh please Den.., Do it for Me..!” katanya sambil membantuku membuka BH-nya yang berukuran 36B.“Hufff.. yess…” kedua dada Tiwi terlihat jelas dengan 2 puting kecil berwarna coklat muda.Tiwi memegang kepalaku dan sedikit meremas rambutku, lalu dia menekankan kepalaku mendekati dadanya.“Slurppp… sluurppp..,” mulutku meraup dan menghisap dada Tiwi.“Oeghh Den.., aahhh..”Ujung lidahku menekan ujung puting Tiwi, “Sstt.. shmm… oh..” Tiwi menggelinjang karena kuemut putingnya, lalu ujung lidahku menglitiki dada dia. Turun naik remasan-remasanku dan pilinan kedua jariku, menambah indahnya foreplay yang kuberikan kepadanya. Lalu aku membalikkan tubuhnya. Dengan tubuh tengkurap, kubuka roknya dan tinggalah sebuah CD. Lidahku mengerayangi pungDen Tiwi. Usapan kombinasi antara sapuan ujung lidah dan belaian jemariku membuat Tiwi semakin merasakan hangatnya tehnik bercinta yang kuciptakan.“Ohh… hhmm ahhh…” kepala Tiwi bergoyang dan menengadah menahan geli.Aku mengekspresikan gerakan cintaku agar Tiwi mengerti arti sebuah sentuhan. Lidahku turun menelusuri bongkahan pantatnya. Kugigit karet CD-nya dan kuturunkan dengan menggunakan mulutku.“Arghh.. Deni.., Kamu.. ahh.. It’s so warm.. and erotic…”Kupeloroti CD-nya hingga sampai ke betis. Lalu kedua kaki Tiwi membantu melepaskannya. Tinggal lah tubuh Tiwi yang putih polos layaknya tubuh seorang wanita Chiness. Kuciumi betis Tiwi, kutelusuri dengan sentuhan lidahku hingga ke bagian pantatnya.“Uhh..,” lalu kuemut bongkahan pantatnya hingga timbul tanda cupangan dari bibirku kujilat-jilat belahan pantatnya.Tiwi mengangkat pantatnya dan mendesah, “Ooh… hhh..” kutelesuri kembali belahan pantatnya dan akhirnya lidahku bermuara pertengahan antara vagina dan lubang anusnya, “Slurp…” lidahku menjulur-julur ke arah lubang itu bergantian dan merasakan lembab dan harumnya vagina Tiwi.“Aogh.. hh..” Tiwi menggelinjang menggerakkan pantatnya naik turun.“Den.., buka baju Kamu Say..” katanya.Lalu dia membalikkan badannya dan bangun, lalu berdiri melucuti pakaianku satu persatu. “Ahnm…” aku menikmati gerakan jemari Tiwi, membuka pakaianku sambil kupandangi dan kubelai punggung dan bongkahan pantatnya dan ingin sekali kulumat bibir dan putingnya.Lalu Tiwi berlutut dan membuka CD-ku lalu dia terbelalak, “Oh sstt.. besar sekali Den..?Huff..!”Tiwi mengelus dan mengurut-urut lembut kejantananku dengan pandangan nanar bernafsu untuk menghisap.“Buat Kamu Wi..! Ini buat Kamu.. Sayang..” kataku memanjakannya, “You are so beautiful Tiwi..!” kataku sambil mengangkat Tiwi dan merebahkannya di atas ranjang.“Oh Man, She’s so preety…” kataku dalam hati.Aku menjatuhkan serangan di dada, dan mulai menghisap puting kirinya.“Ooughh…” mendesir sekujur tubuh Tiwi sampai ke kemaluannya.Tangan Tiwi melemas tidak berdaya, apalagi jemari kiriku yang kokoh memilin-milin puting kanan, tangan kananku meremas-remas pantat Tiwi. Mulutku kemudian berpindah dari puting kiri ke kanan dan sebaliknya.“Tetemu indah sekali Wi, Aku suka..” kataku memujinya.Tidak tahan Tiwi menerima permainanku, sangat lain, beda, pintar sekali, berbeda dengan suaminya.“Oghh Sayang.. uh.. enak Sayang berikan apa yang belum pernah kurasakan…” erangnya.Payudara Tiwi langsung mengeras. Kedua putingnya kontan meruncing, tegak. Kukombinasi gerakan antara lembut dan terkadang agak liar, aku menghisap dan membuat Tiwi merasa nikmat. Birahi Tiwi yang mulai membesar, tidak terasa tahu-tahu dia telah meninggalkan beberapa cap merah di sekeliling dadaku yang bidang. Jemari tanganku mulai merasuk ke belahan kemaluan Tiwi. Tanganku satunya meremas-remas pantatnya.“Ogh..!” Tiwi menggelinjang disaat aku menggesek-gesek liang kemaluannya dengan jemariku.“Ooouuww..,” serangan bersamaan di lubang kemaluan dan hisapan putting menyebabkan Tiwi pra-orgasme.Tanpa sadar mulut Tiwi terbuka menahan nikmat dan matanya terpejam sambil melenguh panjang.“Ahh… ssshhh…” lalu mulutku menyumpal mulut Tiwi, dan lidahku berkesempatan menari-nari mencari lidah dalam rongga mulutnya. Tiwi kembali mengeluh dan menggelinjang, “Oouuh, enak sekali.. Deni…”Tanpa sadar Tiwi membalas jilatan-jilatanku, dan mebuat kemaluannya membanjir dengan CD yang telah terlepas. Jari tengahku mulai menusuk-nusuk perlahan ke dalam lubang kemaluan Tiwi.“Ouuugh,” semakin dalam, dalam sekali, Tiwi teersentak-sentak akibat ditusuk sedalam ini, “Oouuugh nikmatnya…” erangnya.Jariku menekan-nekan di dalam liang vagina Tiwi, masuk lalu kuputar dan kubengkokkan. Kutarik keluar.“Deni, cukup… Sayang Aku nggak kuat… oh..,” katanya.Aku tidak mempedulikan erangannya, “Oohh yeah…”Aku sungguh menikmati foreplay ini dan kuyakin Tiwi pun sangat menyukainya.Mulutku kembali menghisap putingnya terus ke pusar, dan serta merta aku menjilati lubang kemaluan Tiwi dengan irama “SALSA”, yaitu gerakan lidah yang erotis di relung vagiannya. Wooww, nikmat. Seolah Tiwi tahu dan menemukan permainan cinta baru. Dia hanya bisa mendesah, mendesis, melenguh.“Uuueeehhhgg… Oh! Oh! Oh! Oouughh…” desahnya.Selagi asyik begitu, aku langsung berhenti dan mendekap Tiwi, seraya berbisik di telinga, “Enak tidak Sayang..?” Tiwi mengangguk sambil menatapku sayu.“Mau lagi?” kataku.Tiwi mengangguk, “Ooh.. Sayang.. teruskan..!” katanya.“Cukup nggak foreplay-nya..?” kataku sambil membelai rambut dan pipinya.Tiwi hanya tersenyum dan melingkarkan kakinya di pinggangku. Pelan, hangat dan penuh arti foreplay yang kuberikan kepada Tiwi.Aku kembali melakukan serangan dengan menjilati kemaluan Tiwi, kemudian menghisap putingnya.“Ouuuggh,” desahnya sambil tanganku merenggangkan selangkangannya.Lidah kami saling mencari, saling membutuhkan, dan kemaluanku yang keras, besar, panjang menempel di atas paha Tiwi.“Deni, Aku sudah tidak tahan…” desah Tiwi, “Oh… Deni, please “fuck Me Dear..!” pinta Tiwi.Ah, aku berlutut di hadapan Tiwi yang sudah telentang dan memperhatikan batang kejantananku.“Woow, besar sekali dan panjang. Coklat, kokoh, Glek..glek..” Tiwi tercekat melihat pemandangan itu.Aku mengarahkan tangannya untuk memegangnya, saking besarnya tidak cukup satu genggaman.“Gede mana sama punya suamimu..?” tanyaku, “Ayo dikulum dulu..! Sayang..” pintaku.Tiwi tak menjawab dan langsung mengocok kemaluanku dan membuka lebar-lebar pahanya. Aku tidak ingin egois, lalu kuputarkan dan naikkan badannya hingga posisi “69″ agar kebersamaan bercinta kami tetap terjaga. Kusapu perlahan liang vaginanya.Kutusukkan ujung hidungku, kutekan dan kuhirup aroma semerbak vagina wanita keturunan ini, “Arrrgghh… hhmm… hh… Den… aa…”Tiwi menekan pinggulnya, bibir vagina Tiwi kupagut, serasa aku memangut bibir atasnya.Oh.., aku paling suka seperti ini, membuat wanita menjadi dihargai dengan memanjakan vaginanya oleh sentuhan-sentuhan. Kupagut bergantian kedua bibir vaginanya. Kulumat, hisap dan mengemut-emut lembut. Lalu ujung lidahku menerobos masuk ke dalam liang senggamanya. Kugoyang-goyangkan ujung lidahku serasa menari-nari di lantai dansa. Lekukan-lekukan lidahku dikombinasikan dengan tusukan-tusukan di vagina Tiwi, membuat Tiwi mengejan dan orgasme. “Aahh.. hh… ah uhhhhhh.. hh.. Deni..” desahnya.Aku menampung keluarnya cairan vagina Tiwi dengan lidahku, dan kutelan. Lalu kuresapi rasanya. Oh nikmat sekali.Kini klitoris Tiwi menjadi sasaranku. Kuguncang-guncang dengan ujung lidahku,“Ohh oh.. yes.. uhh..”Tanganku menari dan menjepit di sekitar putingnya, membuat serangan belaianku menjadi terkombinasi dengan baik. Kontraksi otot vagina Tiwi terlihat dengan jelas disaat kuberi serangan “3 penjuru”, yaitu pilinan di puting, mengguncangkan klitoris dengan jemari dan jilatan serta tusukan di vaginanya menggunakan lidah.“Arggg.. hhh… ahh… hh.” nafas Tiwi semakin tidak beraturan dan orgasme foreplay kedua siap dinikmatinya.“Oh Sayang.. ough.. Deni.. Kamu.. oh..” Tiwi meracau, menahan nikmat.“Ughhh..” aku merasakan nikmat kuluman dan hisapan Tiwi di batang penisku.Aku tak menghiraukannya karena aku berkonsentrasi dengan memanjakan vagina Tiwi.“Oghh.. Deni… Ayo Sayang..! Ughh.., masukkan.. Sayang.. ugh…” Tiwi meracau sambil menjilati batang dan menghisap buah zakarku.Aku bangkit dan menelentangkan tubuh Tiwi dengan bertumpu pada kedua lututku. Kulebarkan paha Tiwi, satu kakinya kusangkutkan di pundakku.“Ayo Deni.., beri nikmatnya bercinta Kamu..!” katanya.“Cepat.. Deni.. please… masukkan..!” desahnya lagi tak beraturan.Kepala burungku yang besar dan berurat, kokoh, kekar sudah menempel pelan dibibir kemaluan Tiwi.“Rasakan penisku Sayang.. rasakan denyutnya, Tiwi.” kataku sambil membelai perut dan pahanya.“Ya, masukkan sedalam-dalamnya, Aku tak tahan lagi Deni, please..! Setubuhi aku..!” katanya.“Sabar Sayang.. pelan-pelan yah..!” kataku mesra dan tak ingin terburu-buru. “Come on Dear… please..!” kata Tiwi yang sudah melayang tidak tahan. Dan, “Bleessh..!” kepala batang kejantananku susah payah dan akhirnya masuk kedalam liang senggamanya.“Wooww arggh.., saaakk… Deni… nikmaat…” erang Tiwi.“Sabar Sayang pelan-pelan ya..?” kataku terus menggenjot pelan.“Ooougghh yesss… yesss… Dear… ahhh..!” Tiwi, benar-benar merasa nikmat.“Enak Sayang..?” tanyaku.Tiwi terdiam merasakan nikmat, hanya bola mata sayu dan gigitan bibir yang terekspresi yang terlihat. Aku mendorong perlahan sampai kira-kira 1/3 batangpenisku. Maju mundur, oh mulai agak nikmat rasanya.“Deni, Aku suka penismu.. Oh berdenyut Sayang nikmat Deni.” katanya.“Iya… Ooouuww hufff… aku full menekan…”“Ahh… Deni.. Oh…” desahnya.Kuterus memperdalam sodokan dengan cara menarik sekitar 3-5 cm dan memasukkan kembali 7-9 cm, sampai kira-kira mencapai 50 persen panjangnya, itulah metode “234″-ku.Sekarang aku mulai mengocok agak keras dan cepat, sehingga, “Oougghh, Oh..Oh.. Oh. Oh..”Penisku mengisi liang senggama Tiwi yang tidak tersentuh dengan metode seperti ini. Sangat terasa sekali batang kokoh, kuat, bertenaga, serta jantan itu. Hampir semua batang penisku yang panjang itu tertelan dalam vaginanya. Dan disini lah aku menunjukkan keahlianku dalam bercinta.Peluh memulai menitik dan membasahi perut Tiwi. Sudah hampir 2 jam aku bercinta dengan Tiwi dan aku benar-benar menikmatinya. Demikian pula Tiwi sebaliknya. Tiwi mendapatkan kenikmatan yang amat sangat, Tiwi mencoba menyambut setiap hantaman penisku dengan cara mengangkat pinggul dan pantat setinggi mungkin. Pada saat aku menekan, menusuk, Tiwi menyambut dengan mengangkat pinggul, dan sekali-kali menjambak rambutku, sehingga hantamanku yang keras semakin keras cepat, dan nikmat. Tubuh Tiwi terguncang-guncang naik turun seirama hentakan pinggulku dan tampak pancaran wajah Tiwi penuh birahi. Sambil menikmati kocokanku, aku merasakan banjirnya vagina Tiwi.“Ayo Den..! lebih kuat.., Oh!” desahnya.Aku mempercepat kocokanku, goyang-goyang sodok, goyang-goyang sodok, itulah metode yang kugunakan.“Deni aa… Ouugghh… Haaa..!” aku menahan untuk kemudian menghentak dengan satu dorongan kuat.“Deni… ouww…” aku menusuk dengan perlahan sampai masuk semuanya.“Deni… Hoh… Hohh… Aw..! Nikmatth… enakh.., terussh Sayang… teruszhh… oouugghh mmhh…”“Tiwi, Aku mau keluar, di dalam nggak apa-apa..?” tanyaku.“Arghh… uhh.., jangan dicabut, keluarin di dalam saja Sayang..!”“Enak ini.. hhh… Deni.. uhh..” Tiwi mengejang dan menjepitkan belahan pahanya di pinggulku.“Ooouughh.., Seerrr…” semprotan cairan vagina Tiwi kencang sekali, diikuti dengan semburan cairan vagina Tiwi.Kenikmatan yang diberi olehku membuatnya terhempas di dunia kenikmatan. Aku masih terus mengocok pelan-pelan dan kuat, setelah agak lama baru kusodok dan terdengar bunyi, “Plok.. cplok.. clep..!” saat kejantananku berguncang dan menari di dalam vagina Tiwi.“Oh.., Sayang… uhh keluarkan sperma Kamu Sayang.. oh..!” desahnya lagi.Pijitan-pijitan di ujung batang kejantananku menandakan aku akan menyusul Tiwi mengalami orgasme.“Aagh… uhh…” kuterus mengocok kemaluanku dan Tiwi hanya memejamkan mata, menahan nikmat dengan menggigit bibirnya.“Deni.. a… ahhh.. ooh…”Tidak lama setelah itu, “Crutt… crutt.. ser… crettt..” penisku mengejang diikuti semburan spermaku yang memenuhi liang senggama Tiwi.“Argggh…” aku mengejan dan mengerang, “Oeghh Tiwi.., Uhh.., Sayang… ahh..!”Tiwi menjepit serasa menerima utuh spermaku. Oh, sekitar 5 kali semprotan kulakukan. Benar-benar menghempas kenikmatan bersama Tiwi.“Oh yesss Deni.. trus Sayang.. keluarin Sayang.. uhh hangat.. Den ahh.. uh..”Kupendamkan seluruh batang penisku agar Tiwi mendapatkan betul-betul hangatnya sperma dan denyut penisku secara utuh.“Oh..” desahku.Tiwi tersenyum dan aku mengecup pipi serta keningnya tanpa melepaskan batang penisku yang akhirnya keluar dengan sendirinya.“Oh Tiwi… hmm Aku suka…” kataku.“Deni.. Aku belum pernah seperti ini.. terima kasih..!” katanya sAmbil melumat dan mengecup keningku dan kami menyelesaikannya dengan saling mendekap dan bibir kami berpagutan.Serasa indah sekali jika bercinta penuh dengan kebersamaan.
Renna, boss rekanan kantorku
Awal aku mengenalnya pada saat dia mengundang perusahaan tempatku bekerja untuk memberikan penjelasan lengkap mengenai produk yang akan dipesannya.Sebagai marketing, perusahaan mengutusku untuk menemuinya. Pada awal pertemuan siang itu, aku sama sekali tidak menduga bahwa Ibu Renna yang kutemui ternyata pemilik langsung perusahaan. Wajahnya cantik, kulitnya putih laksana pualam, tubuhnya tinggi langsing (Sekitar 170 cm) dengan dada yang menonjol indah. Dan pinggulnya yang dibalut span ketat membuat bentuk pinggangnya yang ramping kian mempesona, juga pantatnya wah.. sungguh sangat montok, bulat dan masih kencang. Sepanjang pembicaraan dengannya, konsentrasiku tidak 100%, melihat
gaya bicaranya yang intelek, gerakan bibirnya yang sensual saat sedang bicara, apalagi kalau sedang menunduk belahan buah dadanya nampak jelas, putih dan besar.Di sofa yang berada di ruangannya yang mewah dan lux, kami akhirnya sepakat mengikat kontrak kerja. Sambil menunggu sekretaris Ibu Renna membuat kontrak kerja, kami mengobrol kesana-kemari bahkan sampai ke hal yang agak pribadi. Aku berani bicara kearah
sana karena Ibu Renna sendiri yang memulai. Dari pembicaraan itu, baru kuketahui bahwa usianya baru 28 tahun, dia memegang jabatan direktur sekaligus pemilik perusahaan menggantikan almarhum suaminya yang meninggal karena kecelakaan pesawat.“Pak Aldi sendiri umur berapa”, bisiknya dengan nada mesra.
“Saya umur 26 tahun, Bu!” balasku.
“Sudah berkeluarga?”, pertanyaannya semakin menjurus, aku sampai GR sendiri.
“Belum, Bu!”
Tanpa kutanya, Ibu Renna menerangkan bahwa sejak kematian suaminya setahun lalu, dia belum mendapatkan penggantinya.
“Ibu cantik, masih muda, saya rasa seribu lelaki akan berlomba mendapatkan Ibu Renna”, aku sedikit memujinya.
“Memang, ada benarnya juga yang Bapak Aldi ucapkan, tapi mereka rata-rata juga mengincar kekayaan saya”, nadanya sedikit merendah.Tiba-tiba terdengar suara ketukan di pintu, Ibu Renna bangkit berdiri membukakan pintu, ternyata sekretarisnya telah selesai membuat kontrak kerjanya.
“Kalau begitu, saya permisi pulang, Bu!, semoga kerjasama ini dapat bertahan dan saling menguntungkan”, aku segera pamit dan mengulurkan tangan.
“Semoga saja”, tangannya menyambut uluran tanganku.
“Terima kasih atas kunjungannya, Pak Aldi.”
Cukup lama kami bersalaman, aku merasakan kelembutan tangannya yang bagaikan sutera, namun sebentar kemudian aku segera menarik tanganku, takut dikira kurang ajar. Namun naluri laki-lakiku bekerja, dengan halus aku mulai merancang strategi mendekatinya.
“Oh ya, Bu Renna, sebelum saya lupa, sebagai perkenalan dan mengawali kerjasama kita, bagaimana kalau Ibu Renna saya undang untuk makan malam bersama”, aku mulai memasang jerat.
“Terima kasih”, jawabnya singkat.
“Mungkin lain waktu, saya hubungi Pak Aldi, untuk tawaran ini.”
“Saya tunggu, Bu.. permisi”
Aku tak mau mendesaknya lebih lanjut. Aku segera meninggalkan kantor Ibu Renna dengan sejuta pikiran menggelayuti benakku. Sepanjang perjalanan, aku selalu terbayang kecantikan wajahnya, postur tubuhnya yang ideal. Ah.. kayaknya semua kriteria cewek idaman ada padanya.Tak terasa satu bulan sejak pertemuan itu, meskipun aku sering mampir ke tempat Ibu Renna dalam kurun waktu tersebut, tapi tidak kutemui tanda-tanda aku bisa mengajaknya sekedar dinner. Meskipun hubunganku dengannya menjadi semakin akrab.Menginjak bulan ke-2, akhirnya aku bisa mengajaknya keluar sekedar makan malam. Aku ingat sekali waktu itu malam Minggu, kami bagai sepasang kekasih, meskipun pada awalnya dia ngotot ingin menggunakan mobilnya yang mewah, akhirnya dia bersedia juga menggunakan mobil Katanaku yang bisa bikin perut mules.
Beberapa kali malam Minggu kami keluar, sungguh aku jadi bingung sendiri, aku hanya berani menggenggam jarinya saja, itupun aku gemetaran, degup-degup di jantungku terasa berdetak kencang padahal hubungan kami sudah sangat dekat, bahkan aku dan dia sama-sama saling memanggil nama saja, tanpa embel-embel Pak atau Bu.Sampai pada malam Minggu yang kesekian kalinya, kuberanikan diri untuk memulainya, waktu itu kami di dalam bioskop. Dalam keremangan, aku menggenggam jarinya, kuelus dengan mesra, kelembutan jarinya mengantarkan desiran-desiran aneh di tubuhku, kucoba mencium tangannya pelan, tidak ada respon, kulepas jemari tangannya dengan lembut. Kurapatkan tubuhku dengan tubuhnya, kupandangi wajahnya yang sedang serius menatap layar bioskop.
Dengan keberanian yang kupaksakan, kukecup pipinya. Dia terkejut, sebentar memandangku. Aku berpikir pasti dia akan marah, tapi respon yang kuterima sungguh membuatku kaget. Dengan tiba-tiba dia memelukku, mulutnya yang mungil langsung menyambar mulutku dan melumatnya. Sekian detik aku terpana, tapi segera aku sadar dan balas melumat bibirnya, ciumannya makin ganas, lidah kami saling membelit mencoba menelusuri rongga mulut lawan. Sementara tangannya semakin kuat mencengkram bahuku. Aku mulai beraksi, tanganku bergerak merambat ke punggungnya, kuusap lembut punggungnya, bibirku yang terlepas menjalar ke lehernya yang jenjang dan putih, aku menggelitik belakang telinganya dengan lidahku.
“Renna, aku sayang kamu”, kubisikkan kalimat mesra di telinganya.
“Al, akupun sayang kamu”, suaranya sedikit mendesah menahan birahinya yang mulai bangkit.
Dan saat tanganku menyusup ke dalam blousnya, erangannya semakin jelas terdengar. Aku merasakan kelembutan buah dadanya, kenyal. Kupilin halus putingnnya, sementara tanganku yang satunya menelusuri pinggangnya dan meremas-remas pinggulnya yang sangat bahenol.
Segera kubuka kancing blous bagian depannya, suasana bioskop yang gelap sangat kontras sekali dengan buah dadanya yang putih. Perlahan kukeluarkan buah dadanya dari branya, kini di depanku terpampang buah dadanya yang sangat indah, kucium dan kujilat belahannya, hidungku bersembunyi diantara belahan dadanya, lidahku yang basah dan hangat terus menciumi sekelilingnya perlahan naik hingga ke bagian putingnya. Kuhisap pelan putingnya yang masih mungil, kugigit lembut, kudorong dengan lidahku.
Renna semakin meracau. Tanganya menekan kuat kepalaku saat putingnya kuhisap agak kuat. Sementara aku merasakan gerakan di celanaku semakin kuat, senjataku sudah menegang maksimal.Tanganku yang satunya sudah bergerak ke pahanya, spannya kutarik ke atas hingga batang pahanya tampak mulus, putih. Kubelai, kupilin pahanya sementara mulutku mengisap terus puting buah dadanya kiri dan kanan. Dan saat jariku sampai di pangkal pahanya, aku menemukan celana dalamnya. Perlahan jari-jariku masuk lewat celah celana dalamnya, kugeser ke kiri, akhirnya jari-jariku menemukan rambut kemaluannya yang sangat lebat.
Dengan tak sabar, kugosokkan jariku di klitorisnya sementara mulutku masih asyik menjilati puting buah dadanya yang semakin mencuat ke atas pertanda gairahnya sudah memuncak, meskipun jari-jariku sedikit terhalang celana dalamnya tapi aku masih dapat menggesek klitorisnya, bahkan dengan cepat kumasukkan jariku ke dalam celahnya yang lembat, terasa agak basah. Jariku berputar-putar di dalamnya, sampai kutemukan tonjolan lembut bergerigi di dalam kemaluannya, kutekan dengan lembut G-spotnya itu, kekiri dan kekanan perlahan.
“Achh.. Aldi.. aku sudah nggak tahan.. Terus Al.. oh..” Suaranya makin keras, birahinya sudah dipuncak.
Tangannya menekan kepalaku ke buah dadanya hingga aku sulit bernafas, sementara tangan yang satunya menekan tanganku yang di kemaluannya semakin dalam. Akhirnya kurasakan seluruh tubuhnya bergetar, kuhisap kuat puting susunya, kumasukkan jariku semakin dalam.
“Ahh.. oh.. Al.. aku ke..lu..ar..” Kurasakan jariku hangat dan basah. “Makasih Al, sudah lama aku tak merasakan kenikmatan ini.” Aku hanya bisa diam, menahan tegangnya senjataku yang belum terlampiaskan tapi rupanya Renna sangat pengertian. Dengan lincahnya dibukanya reitsleting celanaku, jari-jarinya mencari senjataku. Aku membantunya dengan menggerakan sedikit tubuhku. Saat tangannya mendapatkan apa yang dicarinya, sungguh reaksinya sangat hebat.
“Oh.. besar sekali Al.. aku suka.. aku suka barang yang besar..” Renna seperti anak kecil yang mendapatkan permen.
Senjataku yang sudah kaku perlahan dikocoknya, aku merasakan nikmat atas perlakuannya, sementara tangannya asyik mengocok batang senjataku, tangan satunya membuka kancing bajuku, mulutnya yang basah menciumi dadaku dan menjilati putingku, sesekali Renna menghisap putingku. Aliran darahku semakin panas, gairahku makin terbakar. Aku merasakan spermaku sudah mengumpul di ujung, sementara kepala senjataku semakin basah oleh pelumas yang keluar.
“Renna, aku sudah nggak tahan..”
“Tahan sebentar, Al..”Renna melepaskan jilatan lidahnya di dadaku dan langsung memasukkan senjataku ke dalam mulutnya, aku merasakan kuluman mulutnya yang hangat dan sempit. Kulihat mulutnya yang mungil sampai sesak oleh kemaluanku. Renna semakin kuat mengocok batang senjataku ke dalam mulutnya. Akhirnya kakiku sedikit mengejang untuk melepaskan spermaku.
“Awas Renn, aku mau keluar..” kutarik rambutnya agar menjauh dari batang senjataku, tapi Renna malah memasukkan senjataku ke dalam mulutnya lebih dalam, aku tak tahan lagi, kulepaskan tembakanku, 7 kali denyutan cukup memenuhi mulutnya yang mungil dengan spermaku.
Renna dengan lahap langsung menelannya dan membersihkan cairan yang tertinggal di kepala senjataku dengan lidahnya. Aku menarik nafas panjang mengatur degup jantungku yang tadi sangat cepat.Setelah lampu menyala kembali pertanda pertunjukan telah usai, kami sudah rapi kembali. Kulihat jam di pergelangan tanganku menunjukan pukul 10.00 malam.
Aku langsung mengantarnya pulang, dalam perjalanan kami tak banyak bicara, kami saling memikirkan kejadian yang baru saja kami alami bersama.Sampai di rumahnya yang mewah di bilangan Pluit, aku langsung ditariknya menuju kamar pribadinya yang sangat luas.
“Al, aku belum puas…, kita teruskan permainan yang tadi..” Tangannya langsung membuka kancing bajuku dan mulai membangkitkan gairahku, sementara pikiranku semakin bingung, kenapa Renna yang tadinya kalem bisa berubah ganas begini? Tapi pikiranku kalah dengan gairah yang mulai berkobar di dadaku, terlebih saat tangannya dengan lihai mengusap dadaku.
Bagai musafir seluruh tubuhku dicium dan dijilatinya dengan penuh nafsu. Aku pun tak mau kalah sigap, di ranjangnya yang empuk kami bergulat saling memilin, melumat, dan saling menghisap.Saat pakaian kami mulai tertanggal dari tempatnya. Kami saling melihat, aku melihat kesempurnaan tubuhnya, apalagi di daerah selangkangannya yang putih bersih, sangat kontras dengan bulu kemaluannya yang sangat hitam dan lebat.
Dan Renna memandangi senjataku yang mengacung menunjuk langit-langit kamar. Hanya sebentar kami berpandangan, aku langsung meraih tubuhnya dan memapahnya ke ranjang. Kuletakkan hati-hati tubuhnya yang gempal dan lembut, aku mulai menciumi seluruh tubuhnya, lidahku menari-nari dari leher sampai ke jari-jari kakinya. Kuhisap puting buah dadanya yang kemerahan, kujilat dan sesekali kugigit mesra. Ssementara tanganku yang lain meremas-remas pinggul dan pantatnya yang sangat kenyal.
Pergulatan kami semakin seru, kini posisi kami berbalikan seperti angka 69, kami saling menghisap puting dada. Saat aku memainkan puting dadanya yang sudah mencuat, lidahnya menjilati putingku. Aku turun menjilati perutnya, kurasakan juga perutku dijilati dan akhirnya lidah kami saling menghisap kemaluan.Aku merasakan hangat di kepala senjataku saat lidahku menari-nari menelusuri celah kemaluannya, lidahku semakin dalam masuk ke dalam celah kewanitaannya yang telah basah, kuhisap klitorisnya kuat-kuat, kurasakan tubuhnya bergetar hebat.
Lima belas menit sudah kami saling menghisap, nafsuku yang sudah di ubun-ubun menuntut penyelesaian. Segera aku membalikkan tubuhku. Kini kami kembali saling melumat bibir, sementara senjataku yang sudah basah oleh liurnya kuarahkan ke celah pahanya, sekuat tenaga aku mendorongnya namun sulit sekali. Tubuh kami sudah bersimbah peluh. Akhirnya tak sabar tangan Renna memandu senjataku, setelah sampai di pintu kemaluannya, kutekan kuat, Renna membuka pahanya lebar-lebar dan senjataku melesak ke dalam kemaluannya. Kepala senjataku sudah berada di dalam celahnya, hangat dan menggigit.
Kutahan pantatku, aku menikmati remasan kemaluannya di batanganku. Perlahan kutekan pantatku, senjataku amblas sedalam-dalamnya. Gigi Renna yang runcing tertancap di lenganku saat aku mulai menaik turunkan pantatku dengan gerakan teratur.Remasan dan gigitan liang kewanitaannya di seluruh batang senjataku terasa sangat nikmat. Kubalikan tubuhnya, kini tubuh Renna menghadap ke samping. Senjataku menghujam semakin dalam, kuangkat sebelah kakinya ke pundakku. Batang senjataku amblas sampai mentok di mulut rahimnya.
Puas dari samping, tanpa mencabut senjataku, kuangkat tubuhnya, dengan gerakan elastis kini aku menghajarnya dari belakang. Tanganku meremas bongkahan pantatnya dengan kuat, sementara senjataku keluar masuk semakin cepat. Erangan dan rintihan yang tak jelas terdengar lirih, membuat semangatku semakin bertambah. Ketika kurasakan ada yang mau keluar dari kemaluanku, segera kucabut senjataku. “Pllop..” terdengar suara saat senjataku kucabut, mungkin karena ketatnya lubang kemaluan Renna mencengkram senjataku.
“Achh, kenapa Al.. aku sedikit lagi”, protes Renna. Dia langsung mendorong tubuhku, kini aku telentang di bawah, dengan sigap Renna meraih senjataku dan memasukkannya ke dalam lubang sorganya sambil berjongkok.
Kini Renna dengan buasnya menaikturunkan pantatnya, sementara aku di bawah sudah tak sanggup rasanya menahan nikmat yang kuterima dari gerakan Renna, apalagi saat pinggulnya sambil naik-turun digoyangkan juga diputar-putar, aku bertahan sekuat mungkin.Satu jam sudah berlalu, kulihat Renna semakin cepat bergerak, cepat hingga akhirnya aku merasakan semburan hangat di senjataku saat tubuhnya bergetar dan mulutnya meracau panjang.
“Oh.. aku puas Al, sangat puas..” tubuhnya tengkurap di atas tubuhku, namun senjataku yang sudah berdenyut-denyut belum tercabut dari kemaluannya. Kurasakan buah dadanya yang montok menekan tubuhku seirama dengan tarikan nafasnya.Setelah beberapa saat, aku sudah merasakan air maniku tidak jadi keluar, segera kubalikkan tubuhnya kembali.
Kini dengan gaya konvensional aku mencoba meraih puncak kenikmatan, kemaluannya yang agak basah tidak mengurangi kenikmatan. Aku terus menggerakkan tubuhku. Perlahan gairahnya kembali bangkit, terlebih saat batang senjataku mengorek-ngorek lubang kemaluannya kadang sedikit kuangkat pantatku agar G-spotnya tersentuh. Kini pinggul Renna yang seksi mulai bergoyang seirama dengan gerakan pantatku.
Jari-jarinya yang lentik mengusap dadaku, putingku dipilin-pilinnya, hingga sensasi yang kurasakan tambah gila.Setengah jam sudah aku bertahan dengan gaya konvensional. Perlahan aku mulai merasakan cairanku sudah kembali ke ujung kepala senjataku. Saat gerakanku sudah tak beraturan lagi, berbarengan dengan hisapan Renna pada putingku dan pitingan kakinya di pinggangku, kusemprotkan air maniku ke dalam kemaluannya, kami berbarengan orgasme.
Sejak kejadian itu, kami sering melakukannya. Aku baru tahu bahwa gairahnya sangat tinggi, selama ini dia bersikap alim, karena tidak mau sembarangan main dengan cowok. Dia mau denganku karena aku sabar, baik dan tidak mengejar kekayaannya. Apalagi begitu dia tahu bahwa senjataku dua kali lipat mantan suaminya, tambah lengket saja. Memang yang kukejar hanyalah kenikmatan dunia yang didasari Cinta. Kalau harta sih, ada sukur, nggak ada ya.. cari dong.
Massage Girl named YuYun (Part 1)
PART 1
Namanya Yuyun (nama lengkapnya dirahasiakan untuk menjaga privacynya ).Dia bekerja di panti pijat yang terkenal dengan body massage plusnya. Aku sudah sering membookingnya saat aku berkunjung ke panti pijat tempatnya bekerja. Ia termasuk yang paling laris di booking orang, disamping bodynya yang montok dengan ukuran dada yang super, ia sangat ganas dalam menservis setiap tamunya.
Suatu sore aku mampir di tempat kostnya tak jauh dari tempatnya bekerja, kebetulan Mbak Yuyun, begitu aku memanggilnya tidak masuk kerja. Setelah masuk ke kamarnya dan berbincang sejenak, Mbak Yuyun keluar kamar lalu balik lagi sambil membawa dua coca cola dingin.
“Silakan Mas. Aku mandi dulu. Udara hari ini panas banget..”. Dia lalu masuk kamar mandi yang ada di kamarnya juga. Aku duduk di kursi dekat tempat tidurnya. Kupandangi kamarnya. Tidak terlalu luas. Paling ukuran 4 x 5 meter.
Ada dua kursi, lalu tempat tidur dan meja yang menyatu dengan lemari pakaian.Seperangkat tape deck dan televisi ada di atas meja di depan tempat tidurnya. Lalu kamar mandi ada di pojok kamar. Dia atas pintu ada AC windows untuk mendinginkan kamar. Semua tertata rapi. Maklum cewek. Lama juga dia mandi, dan sambil menunggunya aku melepas sepatuku, lalu rebahan di tempat tidur sambil lihat TV.
Mataku terasa mengantuk. Berkali-kali aku berusaha keras menahan mataku agar tidak tertidur.Kudengar pintu kamar mandi terbuka, Mbak Yuyun keluar memakai celana pendek dan kaos tanktop. Kulihat sepintas dia tidak lagi memakai bra sehingga puting buah dadanya terbayang di kaos tanktopnya yang ketat itu. Rambutnya basah habis kramas. Aku segera berusaha duduk sambil menahan kantuk.
“Santai saja Mas.rebahan saja kalau ngantuk”, katanya sambil tersenyum.
Aku rebahan lagi. Kupandangi dia yang duduk di kursi samping tempat tidur sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk. Ternyata Mbak Yuyun terlihat cantik meski tanpa make up. Kakinya panjang, tangan dan lengannya putih mulus sekali.
“Mas tampaknya capek sekali. Tengkurap Mas biar saya pijitin”, katanya sambil tersenyum dan meletakkan handuknya di kursi, lalu ia naik ke tempat tidur. Akupun lalu tengkurap di atas kasur sedang dia berada di sisiku. Lalu tangan yang lembut mulai menyentuh pundakku.
“Buka saja bajunya Mas agar nggak kusut”.Aku ikut saja. Aku lalu duduk dan kubuka bajuku.
“Sekalian kaosnya”, katanya pelan.
Aku memandanginya. Dia hanya tersenyum manis. Aku buka kaos dalamku dan tengkurap lagi. Mbak Yuyun mulai memijiti pundakku kembali. Tangan lembutnya menyusuri pundak dan punggungku. Nikmat sekali. Mataku terpejam nikmat.Tapi kantukku mulai hilang. Leher belakangku juga dipijitinya. Dia lalu duduk di pantatku. Dengan lincah ditekannya kedua telapak tangannya. Nikmat sekali.
Capek yang kurasakan sejak sore berangsur pulih. Mbak Yuyun lalu turun dari pantatku dan menyuruhku telentang. Dia lalu bergeser di sisi kepalaku. Aku merem saja. Kurasa dia sedang memandangi dada dan perutku yang penuh bulu. Sambil jongkok dan mulai dipijiti kedua lengan dan tanganku bersamaan. Aku merasakan tangan halusnya menyusuri lengan, tangan dan jariku. Aku picingkan mataku sedikit.Kulihat tangan panjang dan mulusnya. Wow. Keteknya juga kelihatan. Mulus tanpa rambut selembarpun dan tidak berbau. Mbak Yuyun lalu memijiti dadaku sambil tetap jongkok di sisi kepalaku. Dia mengurut dari dada ke perut. Nikmat sekali rasanya. Aku merem saja.
Setiap kedua tangannya mengurut dada keperut badannya candong ke arahku. Payudaranya yang super montok dan hanya terbalut kaos tanktopnya menyentuh wajahku. Berulangkali dia mengusap dada perutku dan berulangkali pula benda lembut itu menyentuh mukaku dan akupun mulai terangsang. Dia lalu duduk bersila di sisi kepalaku.
Jari-jarinya kemudian mempermainkan puting buah dadaku. Ah..aku kegelian nikmat…Aku membuka mata dan kulihat dia tersenyum kemudian mencondongkan mukanya dan mencium bibirku.Aku menyambutnya dengan penuh gairah. Kupegang dan kubelai rambutnya. Sementara jari Mbak Yuyun terus mempermainkan puting susuku. Kita terus berpagutan, lidah Mbak Yuyun begitu gansa berputar-putar dalam rongga mulutku sambil memainkan lidahku, dan akupun membalas kulumannya ..lalu perlahan bibirnya turun menjilati leherku.
Ahhh… dia mulai mencium puting susuku. Aku mendesah nikmat sekali.. Tanganku meremas buah dadanya yang masih terbungkus kaos tanktopnya , bukit gempal yang ada di atas mukaku terus kuremas-remas, terasa dia mendesah. Mbak Yuyun makin bergairah menghisap putingku. Akupun makin bergairah lalu tanganku mencari ujung kaosnya lalu kutarik dan kelepas dari tubuhnya, sehingga kedua payudaranya yang montok itu bergelantung begitu indahnya. Kaosnya kulempar kesamping tempat tidur.
Kemudian dengan lahap aku menciumi buah dadanya, kukulumi dan kujilati puting buah dadanya. Kurasakan nafas Mbak Yuyun terus mendesah…ia makin menggila, tangannya kemudian turun ke bawah dan membuka sabukku. Resletingku dibukanya. Dan aku membantunya memelorotkan celana panjangku dari kakiku sedang diapun segera memelorotkan celana dalamku hingga aku telanjang bulat.
Penisku yang sudah setengah ereksi disentuh jemarinya yang masih terus menciumi dada dan perutku kemudian saat ia akan bergerak mengangkangi mukaku. Aku memegang celana pendeknya dan melepasnya dari kedua kakinya, dan ternyata dia tidak memakai celana dalam.
Kulihat bulu jembutnya cukup lebat menutupi lubang vaginanya, pemandangan itu makin membuatku terangsang. Saat Mbak Yuyun mengangkangi mukaku dengan kedua pahanya yang mulus, akupun segera memainkan jariku di lubang vaginanya. Telunjukku menyusup ke liang vaginanya, menekan perlahan daging lembut dan basah.Lalu memaju mundurkan dengan pelan, dia menggelinjang dan melenguh…terasa tangannya memegangi penisku yang telah ereksi dan keras, perlahan ia mulai menciumi pahaku dan terus merayap mendekati buah zakarku.
Malam ini ternyata aku mendapatkan kenikmatan yang tak terduga dalam kamar kost Mbak Yuyun. Terasa dia mulai menjilati penisku. Tangan kirinya memegangi batang penisku dan tangan kanannya mengelus-elus pahaku. Ah.. Tak lama penisku amblas dalam mulutnya. Selangit rasanya..Penisku dihisap kuat-kuat dan di kulum-kulum seperti permen. Berulang-ulang penisku keluar masuk mulutnya.
Sementara itu aku menjilati seputar pangkal pahamya.Perlahan ujung lidahku merayap ke bulu-bulu jembutnya yang rindang, terasa bau sabun mandi masih melekat di bulu-bulu jembut Mbak Yuyun, akupun mulai menjilatinya. Sampai ujung lidahku menyentuh-nyentuh bibir vaginanya. Vagina Mbak Yuyun terasa basah tapi tidak berbau. Mbak Yuyun mendesah keenakkan sambil terus mengenyot-ngenyot batang penisku yang sudah begitu ereksi..
Selagi ujung lidahku menjilati jembutnya, jari telunjukku memainkan vaginanya yang sudah basah dan mengeras… Mbak Yuyun kegelian dan menggelinjang kuat sambil menghisap penisku.. Terasa Mbak Yuyun melepas batang penisku dari kulumannya, perlahan bibirnya merayap ke buah zakarku . ia menjilatinya dengan rakus lalu mengemotnya perlahan-lahan seakan ia akan menelan semua buah zakarku . Aku mendesah kenikmatan. Mbak Yuyun memang super ganas bila sudah bergairah … ia terus mengemoti buah zakarku sedang kedua tangan Mbak Yuyun dengan jemarinya yang lentik terasa memegang sisi belahan pantatku dan perlahan menguaknya lebar-lebar hingga lubang anusku menganga. Ujung lidahnya terasa merayap dengan jilatannya yang ganas dari buah zakarku bergeser ke bawah .. Mendekati lubang anusku ..
Dia mendesah penuh nafsu saat ujung lidahnya telah menjilat bibir lubang pantatku. ujung lidahnya begitu rakus menjilat dan menekan-nekan berusaha untuk menerobos lubang anusku. sedang jemari tangannya makin kuat menguak seputar celah pantaku hingga lubang anusku menganga dan ia begitu leluasa mendorong ujung lidahnya masuk ke lubang anusku . Luar biasa nikmatnya.Cukup lama kami dalam posisi ini sampai akhirnya Mbak Yuyun menarik mulutnya dari lubang pantatku dan mengangkat pantatnya dari atas wajahku, bergeser dan menghadap aku.
Dia tersenyum. Aku tersenyum. Tubuhnya mengkilap oleh keringat walau kamar yang ber AC itu cukup dingin. Sekarang dia duduk di atasku, sesaat ia condongkan mukanya untuk menciumku. Perlahan dia pegang batang penisku lalu dibimbingnya masuki lubang vaginanya ….. blesssssss …. ahhhhhhh…
Mbak Yuyun memejamkan matanya. Rambutnya yang masih basah tergerai di bahunya. Kepalanya diangkat mendongak ke belakang merasakan nikmat saat lubang vaginanya terbenam batang penisku. Ia angkatnya pantatnya pelan-pelan lalu diturunkan lagi…Aku membantunya dengan menekan batang penisku pelan-pelan sampai amblas di lubang vaginanya ..Ah…….
Makin lama gerakannya makin cepat. Penisku menusuk-nusuk vaginanya dengan ganasnya.. Bagai kuda liar tubuhnya naik turun, aku juga makin keras menusukkan batang penisku.. tanganku menyusuri tubuhnya dari leher turun ke buah dadanya yang berguncang-guncang secara berulang-ulang.Tubuhnya basah dengan keringat sehingga terpegang oleh jemariku begitu licin. Kupegang buah dadanya yang berukuran 36D ddan kuremas-remas dengan jemariku lalu kumainkan putingnya sambil terus kuremas-remas payudaranya, sedangkan dia terus menggelinjang tubuhnya, tangannya menyusuri tubuhnya sendiri dari atas kebawah, lalu mengusap dadaku… dan memegangi rambutnya yang tergerai, matanya terpejam menikmati gairah birahi ini, sambil terus melakukan gerakannya yang begitu ganas, dia menikmati saat-saat yang amat menyenangkan ini.
“OOuuuggghhh… masssss hhhhh nikmattthhhh…, teruusss masssshhhh” erangnya tertahan Mbak Yuyun makin menggila nampaknya ia sudah enggak tahan lagi.. aku cengkeram pahanya kuat-kuat sambil terus menekan batang penisku dalam liang vaginanya, gerakanku makin cepat, sehingga Mbak Yuyun tak kuasa menahan puncak birahinya..
“Mas..saya mauu keluarrr masss …”, desahnya terengah-enga sambil mempercepat gerakannya …. dan akkkhhhhhhhhhh… dia mengerang hebat dan saat yang sama Aku angkat tinggi tinggi pinggulku agar batang penisku amblas dalam lubangnya, dan kulihat dia kembali mengejang dan kemudian ia mengerang cukup keras
“….akkhhhhh.. ooouuhggghhhh… hheeeggghhh masssss…” ia telah melepas puncak kenikmatannya. ia begitu menikmati saat-saat seperti itu, sesaat tubuhnya melemas nafasnya memburu, matanya terpejam penuh nikmat perlahan aku bangkit memeluknya sambil terus menekan batang penisku. Tubuhku dan Mbak Yuyun basah dengan keringat ..benar benar basah seperti mandi. Mbak Yuyun perlahan membuka matanya. Tersenyum.
“Enak banget Mas..”, desahnya dengan nafas yang masih memburu.
“Kamu makin hot..”, bisikku sambil terus memeluknya. Penisku yang masih ereksi tetap dalam lubang vaginanya, terasa dalam vagina Mbak Yuyun membanjir oleh cairan yang muncrat saat ia klimaks. sementara aku tetap memeluknya sambil mengusap-usap punggungnya yang basah kuyup dengan keringat.
” Mass .. dilap dulu yaa .. “, ucapnya lirih ditelingaku sambil mengecup daun telingaku, aku mengangguk sambil mengecup putting buah dadanya yang basah keringat dan perlahan ia bangkit dari tubuhku sampai batang penisku yang masih ereksi an keras itu terlepas dari lubang vaginanya. TO BE CONTIUED…. (sabarrr… setengah jam lagi di upload Part 2….)
Massage Girl named YuYun (Part 2)
PART 2
Mbak Yuyun tersenyum sambil membungkuk, mulutnya nyosor ke batang penisku yang basah oleh cairan vaginanya, ia mengemotnya seakan mengemot es joli, amat mesra .. aku menggeliat keenakan saat aku memandangnya, Mbak Yuyun pun memandangku sambil terus mengenyot batang penisku, bibirnya mengulum kepala penisku rasanya nikmat sekali Perlahan ia turun dari tempat tidur dan mengambil tisu di meja, lalu ia memgeringkan alat vitalnya itu dengan tisu sambil tersenyum ke arahku.
” Mass makin kuat aja .. “, ujarnya sambil naik lagi ke tempat tidur dan berbaring di sisiku sambil jemari tangannya memegang batang penisku yang masih mengeras.
Tubuhnya yang putih mulus itu masih berkeringat, dan makin membuatku bernafsu, akupun segera mencium bibirnya yang mungil itu, ia membalas ciumanku.Beberapa saat aku dan Mbak Yuyun saling bercumbu dan berciuman mesra, gairah Diapun perlahan bangkit lagi .. tubuhnya kutindih dan kupeluk erat. Jemari kedua tanganku segera mencari sasaran .. yang kanan meremasi buah dadanya sedang yang kiri menyusup ke liang vaginanya dan mengusap-usap vaginanya.
Dia mendesah keenakkan sesaat setelah melepaskan bibirnya dari bibirku, .. Kedua tangannya memelukku dan mengusap-usap pungung, pinggang dan ke pantatku sambil menggeliat menahan geli di tetek dan vaginanya.Mbak Yuyun menggeliat saat aku mulai menciumi dan menjilati leher, tengkuk, terus ke bahu dan kelengannya.
Ia melepas pelukan di tubuhku, kedua tangannya mrentang ke atas sehingga kedua keteknya terbuka lebar … akupun terus mencumbunya, ujung lidahku bagai meteor yang melesat kesana kesini menjilat-jilat amat rakus di sekujur tubuh Mbak Yuyun yang bermandikan keringat itu, ia menggelinjang saat ujung lidahku meliuk-liuk di seputar putting payudaranya, lalu putting yangkembali mengeras itu kukenyot-kenyot dan kukulum penuh nafsu, sedang putting buah dadanya yang lain dalam remasan jemariku.Mbak Yuyun menggeliat sambil menggeser tubuhnya, ia berposisi miring setengah tengkurap, sebelah payudaranya menekan ke kasur sedang sebelah payudaranya yang lain masih dalam kulumanku.
Tubuhkupun segera merapat ke tubuhnya, batang penisku terasa menekan di anatara kedua paha Mbak Yuyun, sedang buah zakarku terasa dalam usapan jemarinya.Aku melepas mulutku dari puting buah dada Mbak Yuyun, lalu mendorong tubuhnya untuk berposisi tengkurap dengan bertumpu pada kedua dengkulnya, aku bergerak ke sisi belakang sambil memciumi pantatnya yang putih mulus dan bulat besar padat berisi, kujilati belahan pantatnya hingga mendekati lubang anusnya, dan saat aku telah tepat di belakang Mbak Yuyun, kupegang kedua pahanya, kurenggangkan hingga belahan pantatnya merekah dan menampakkan lubang anusnya yang menggiurkanku.
Sesaat dia menggeser tubuhnya hingga berposisi menungging , buah dadanya menggelantung begitu menggairahkan, dan sambil menciumi kedua buah gumpalan pantatnya, kedua tanganku meremasi payudaranya, ia mendesah keenakkan. tubuhnya menggelinjang saat ujung lidahku menjilati lubang anusnya. perlahan kedua tanganku bergeser ke belahan pantat Mbak Yuyun, jemariku menguak lebar-lebar belahan itu hingga lubang anusya menguak dan segera kujilati bibir anusnya yang merekah penuh nafsu.
Begitu nafsuku hingga aku ingin memasukkan batang penisku ke lubang anusnya, perlahan aku rapatkan tubuhku di sisi belakang Mbak Yuyun dan jemariku segera memegang batang penisku yang tegak ereksi itu dan segera kuarahkan ke lubang anusnya, diapun mendesah saat kepala penisku berusaha masuk ke lubang anusnya yang sempit dan akupun merasakan kepala penisku sulit masuk, lalu aku meludah di telapak tanganku dan kubasahi kepala penisku dan kuludahi juga lubang anusnya hingga basah, perlahan kebenamkan lagi kepala penisku ke dalam anusnya, dan blasss… kepala penisku amblas tertelan lubang anus Mbak Yuyun, kulihat bibir dari lubang anusnya merekah.
Mbak Yuyun menggelinjang saat batang penisku secara perlahan menancap di liang duburnya, akupun terus mendesakkan batang penisku hingga amblas dan buah pantat Mbak Yuyun menyentuh bulu-bulu jembutku. Perlahan kutarik keluar sampai setengah batang penisku keluar … aku meludahi batang penisku hingga basah lalu kebenamkan lagi ke lubang anusnya, dan diapun mendesah. Beberapa saat aku mengeluar masukan batang penisku di lubang anusnya, lalu perlahan kucabut keluar.Saat kepala penisku tercabut dari lubang anus Mbak Yuyun kulihat lubang anusnya sesaat merekah membentuk lubang yang lebarnya sebesar diameter batang penisku dan kemudian menyempit kembali.
Akupun meludahi kembali lubang anus yang menyempit kembali itu dan segera kutancap lagi dengan batang penisku dan terasa lebih mudah masuk. Batang penisku melesat masuk menguak kembali lubang duburnya dan amblas menghilang dalam liang anus yang hangat itu.Aku benar-benar merasakan permainan seks lewat lubang anus ini dengan amat bergairah, karena inilah pengalaman pertamaku menyetubuhi wanita di lubang anusnya.
Beberapa saat aku memutar batang penisku dalam liang anusnya, dan diapun menyerigai keenakkan, buah pantatnya menggelinjang menahan nikmat dan perih di bibir anusnya hingga perlahan kucabut lagi batang penisku dari lubang anusnya.
Akupun bergeser menjauh dari tubuhnya dan terbaring telentang sedang Mbak Yuyun memutar tubuhnya dan segera berposisi di depanku . Ia langsung memegang batang penisku dengan jemarinya dan lidahnya menjilati buah pelirku, ia begitu rakus menjilat-jilat buah pelirku saat jemari tangannya mengocok batang penisku.Jemari tanganku memegang jemari tangan Mbak Yuyun yang tengah mengocok batang penisku, perlahan giliran jemariku yang memegang batang penisku dan mengocoknya, sedang Mbak Yuyun makin merapat, saat penisku terus kurangsang ia menjilat-jilat kepala penisku, ujung lidahnya terasa menekan lubang penisku rasanya nikmat banget dan kocokanku makin mengila hingga kepala penisku seperti mematuk dibibir, lidah bahkan hidung dan pipinya, sampai aku merasakan desakan air maniku menuju ke ujung penisku …
“Aachhhhhh … Mbak Yuyun aku mau keluar achkkk ..” desahku, dan saat aku menegang maka saat itu pula jemari tangan Mbak Yuyun menyambar batang penisku, merebut dari genggamanku dan ia segera pula membuka mulutnya dan menelan separo dari batang penisku ..
Bibirnya mengatup begitu erat seperti meremas dan saat itu pula aku mengelepar hebat dan mencapai puncak kenikmatanku …. akhkkkkkkhkhhhhhh …bersamaan dengan hentakan batang penisku memuncratkan sperma hangat crostsssssssss … crostsssssss .. crossststssss.Saat spermaku muncrat, seluruh batang penisku amblas tertelan mulutnya dan terasa spermaku nyemprot hingga ke kerongkongannya, dengan mata terpejam penuh nikmat dia terus mengenyoti batang penisku yang masih menggelepar memuntahkan sperma hangat ..
Begitu banyak spermaku hingga rongga mulutnya tak kuasa menampungnya, sebagian tertelan dan sebagian lagi mengalir di sela bibir dan batang penisku. Aku terkulai lemas saat penisku melemah, sedang Mbak Yuyun masih terus mengenyot-ngenyot batang penisku, ia seperti tak ingin sperma masih tersisa didalam penisku. Saat kulihat wajahnya, iapun menatapku dan perlahan ia melepas penisku sambil menahan agar spermaku yang memenuhi rongga mulutnya jangan sampai tumpah, ia bergeser ketepi tempat tidur dan mengambil tisu dan segera memuntahkan spermaku dalam tisu, lalu ia kembali mengambil tisu dan membersihkan bibirnya dari lelehan spermaku yang masih tersisa.
Diapun kembali bergeser ke sisiku dan memelukku mesra. Tubuh Mbak Yuyun basah kuyup dengan keringat, begitu pula dengan tubuhku .. Ia mengecup pipiku sambil berbisik
” Mas .. saya tadi kaget mas masukkin di belakang ” aku hanya tersenyum.
” sakit engak mbak. ???” ucapku sambil membelai lengannya ..
“Perih mass .soalnya baru kali ini main disitu “ katanya sambil tersenyum terus dia melanjutkan ” tapi enak juga yaa mass .. Ehh mass sering main di belakang ?” tanyanya
“Baru ini mbak merawanin Mbak Yuyun “ ucapku sambil tertawa dan membelai bahunya yang mulus
” sama dong gue perjakaiin mass ..” Jawabnya genit sambil mencium pipiku lagi .
Sekitar lima belas menit kemudian, aku dan Mbak Yuyun telah kembali berpakaian, aku duduk di tepi tempat tidur sambil melihat acara TV dan makan buah anggur, sedang Mbak Yuyun masih berias, setelah mandi tadi ia belum sempat merias diri karena keburu bergulat denganku. Selesai berias ia duduk di sisiku, sambil mengambil buah anggur.
“Masih sakit mbak ?” tanyaku sambil memeluknya.
” Sedikit . nggg mau main lagi mass ? ” tanyanya dengan nada menggodaku sambil tertawa renyah, kedua payudaranya bergunjang, akupun memeluknya da mencium telinganya, ia sedikit mendesah
“Mmass ..bisa terangsang lagi .” ucapnya seraya mengusap selangkanganku dengan jemari tangannya.
Jemari tanganku membelai payudara Mbak Yuyun yang hanya terbungkus kaos tanktop yang ketat, telunjukku mengusap-usap puting buah dadanya yang menonjol, diapun mempererat pelukannya sambil makan anggur .Beberapa menit kemudian, jemari tanganku mulai menyusup di balik kaos tanktopnya dan meremasi buah dadanya yang super montok itu, kedua bukit kenyal itu bergantian dalam remasan jemariku.
Mbak Yuyunpun kembali bergairah, iapun menyusupkan jemari tangannya di balik celanaku dan memegang penisku yang mulai menegang. Acara Tv tidak lagi kuperhatikan dan yang ada dibenakku hanyalah menggumuli wanita montok di sisiku ini. Dia bergeser di depanku, ia segera membuka resleting celanaku lalu memelorotkan celana panjangku dan sekaligus celana dalamku . hingga terlepas dari kedua kakiku. Iapun segera membelai batang penisku yang mulai ereksi dan menggenggamnya lalu mengocoknya perlahan ia memandangku sambil tersenyum manis.
Wajahnya kulihat penuh nafsu. kemudian akupun menarik kaos tanktop Mbak Yuyun dan iapun segera melepasnya, kedua payudaranya yang gempal berguncang saat kaos tanktop yang membungkusnya terlepas dari tubuhnya.Mbak Yuyun meludah beberapa kali ke payudaranya hingga bukit gempal itu basah kuyup dengan air ludahnya, kemudian iapun berlutut di depanku dan merapatkan kedua buah dadanya dan mengepit batang penisku, jemari kedua tangannya memegang dan menekan dari sisi kedua buah dadanya, hingga batang penisku terjepit erat dan kepala penisku tersembul diantara kedua buah dadanya yang montok itu.
Dia menekan dan menggosok batang penisku yang terkepit dengan kedua buah dadanya yang licin dan basah air ludahnya dan setiap menekan ke bawah saat batang penisku tersembul, dia segera menjulurkan lidahnya untuk menjilati kepala penisku .. aku merasa nikmat dan geli saat ujung lidah Mbak Yuyun menjilat lubang penisku.Beberapa saat lamanya, batang penisku dipijat oleh buah dadanya yang montok dan sangat kenyal itu, aku merasakan nikmat yang luar biasa. Batang penisku terasa tegang sekali.
Terasa Mbak Yuyun menghentikan gerakannya. namun batang penisku segera dilahap oleh mulutnya .. Dikemot dan dikulum begitu rakus dan ganas. kulihat dia amat bernafsu, sambil memejamkan matanya ia terus mengisap batang penisku sedang jemarinya terasa mengusapi buah zakarku dan sesekali menekan di lubang anusku. ohhhhh nikmat sekali … Mbak Yuyun mendesah sambil terus mengemoti batang penisku, perlahan ia melepasnya sambil memandangku dengan senyum
” Enak masss?? “. ucapnya lirih sambil menjilati kepala penisku dan lalu mengkulum dengan bibirnya .
Ohhhh.. aku benar-benar dibuat kelojotan, kulihat ia mengocok batang penisku dengan jempol dan telunjuknya sambil terus mengkulum kepala penisku dengan bibirnya lalu ia makin mempercepat kocokannya sedang separo batang penisku sudah tertelan dalam mulutnya, matanya terpejam merasakan nikmat sedang mulutnya terus mengemot-ngemot amat ganas ..
Aku tak kuasa menahan nikmat terlalu lama, tubuhku menggeliat, menegang menahan nikmat yang amat sangat sedang Mbak Yuyun terus memompa spermaku untuk keluar dengan makin mempercepat kenyotannya dan kocokannya pada batang peniskku
“ohhhhhh… mbak.. aku mau keeluarrrsss …” Rintihku sambil menggeliat dan sesaat kemudian aku menegang, kedua kakiku menjejak di atas kasur dan akupun melepas puncak kenimatanku sambil mengerang
” achkhhhhhhhhhhh …ooouugghghhhh mbbbaaakkk… gak tahan nneeehh ”Spermaku yang hangat muncrat untuk kedua kalinya di dalam rongga mulutnya. croststssssss…. croststssssss… croststssssssssss….. ia terus mengemot kuat-kuat batang penisku yang masih menggelepar memuncratkan air mani yang terus mengisi rongga mulutnya, sebagian telah mengalir tertelan ke kerongkongannya sedang sebagian lagi membajir di rongga mulutnya. membasahi lidah dan giginya sampai batang penisku melemah.
Ia baru mengendurkan kenyotannya, dia memandangiku yang tergolek lemas, perlahan ia melepas penisku dari mulutnya. Aku lihat ia menelan habis spermaku yang membanjiri rongga mulutnya. Mbak Yuyun tersenyum puas, ia turun dari tempat tidur dan mengambil tisu di meja dan membersihkan bibirnya dari lelehan spermaku, lalu ia naik lagi ke tempat tidur berbaring di sisiku sambil mengelap penisku dengan tisu.
“Capek mass .” ucapnya lirih sambil membuang tisu ke bawah tempat tidur, lalu mengusap-usap dadaku. Akupun memeluknya dan mencium pipinya dengan mesra.
Beberapa saat kemudian, aku dan mbak Yuyun telah berpakaian lagi dan setelah minum dan memakan beberapa buah anggur, Aku merasakan kantuk dan sambil memeluk Mbak Yuyun aku tertidur lelap.
TO BE CONTINUED (masih ada terusannya kok…..)
Bu Eni, si dosen killer
Benar apa yang diucapkan para orangtua dulu, bahwa segala sesuatu terjadi tanpa kita akan menyadarinya. Begitu juga dengan diriku para pembaca, segala sesuatu yang kualami begitu terjadi tanpa aku dapat menyadari sebelumnya. Dari sinilah aku akan memulai kisahku. Aku dilahirkan di kota M di propinsi Jawa Timur, kota yang panas karena terletak di dataran rendah. Selain tinggi badan seukuran orang-orang bule, kata temanku wajahku lumayan. Mereka bilang aku hitam manis. Sebagai laki-laki, aku juga bangga karena waktu SMA dulu aku banyak memiliki teman-teman perempuan. Walaupun aku sendiri tidak ada yang tertarik satupun di antara mereka. Mengenang saat-saat dulu aku kadang tersenyum sendiri, karena walau bagaimanapun kenangan adalah sesuatu yang berharga dalam diri kita. Apalagi kenangan manis.
Sekarang aku belajar di salah satu perguruan tinggi swasta dikota S, mengambil jurusan ilmu perhotelan. Aku duduk di tingkat akhir. Sebelum berangkat dulu, orangtuaku berpesan harus dapat menyelesaikan studi tepat pada waktunya. Maklum, keadaan ekonomi orangtuaku juga biasa-biasa saja, tidak kaya juga tidak miskin. Apalagi aku juga memiliki 3 orang adik yang nantinya juga akan kuliah seperti aku, sehingga perlu biaya juga. Aku camkan kata-kata orangtuaku. Dalam hati aku akan berjanji akan memenuhi permintaan mereka, selesai tepat pada waktunya. Tapi para pembaca, sudah kutulis di atas bahwa segala sesuatu yang terjadi padaku tanpa aku dapat menyadarinya, sampai saat ini pun aku masih belum dapat menyelesaikan studiku hanya gara-gara satu mata kuliah saja yang belum lulus, yaitu mata kuliah yang berhubugan dengan hitung berhitung. Walaupun sudah kuambil selama empat semester, tapi hasilnya belum lulus juga. Untuk mata kuliah yang lain aku dapat menyelesaikannya, tapi untuk mata kuliah yang satu ini aku benar-benar merasa kesulitan. “Coba saja kamu konsultasi kepada dosen pembimbing akademis..,” kata temanku Andi ketika kami berdua sedang duduk-duduk dalam kamar kost.
“Sudah, Di. Tapi beliau juga lepas tangan dengan masalahku ini. Kata beliau ini ditentukan oleh dirimu sendiri.” kataku sambil menghisap rokok dalam-dalam.
“Benar juga apa yang dikatakan beliau, Gi, semua ditentukan dari dirimu sendiri.” sahut Andi sambil termangu, tangannya sibuk memainkan korek api di depannya.Lama kami sibuk tenggelam dalam pikiran kami masing-masing, sampai akhirnya Andi berkata,
“Gini saja, Gi, kamu langsung saja menghadap dosen mata kuliah itu, ceritakan kesulitanmu, mungkin beliau mau membantu.” kata Andi. Mendengar perkataan Andi, seketika aku langsung teringat dengan dosen mata kuliah yang menyebalkan itu. Namanya Ibu Eni, umurnya kira-kira 35 tahun. Orangnya lumayan cantik, juga seksi, tapi banyak temanku begitu juga aku mengatakan Ibu Eni adalah dosen killer, banyak temanku yang dibuat sebal olehnya. Maklum saja Ibu Eni belum berkeluarga alias masih sendiri, perempuan yang masih sendiri mudah tersinggung dan sensitif. “Waduh, Di, bagaimana bisa, dia dosen killer di kampus kita..,” kataku bimbang.
“Iya sih, tapi walau bagaimanapun kamu harus berterus terang mengenai kesulitanmu, bicaralah baik-baik, masa beliau tidak mau membantu..,” kata Andi memberi saran.
Aku terdiam sejenak, berbagai pertimbangan muncul di kepalaku. Dikejar-kejar waktu, pesan orang tua, dosen wanita yang killer.
Akhirnya aku berkata, “Baiklah Di, akan kucoba, besok aku akan menghadap beliau di kampus.”
“Nah begitu dong, segala sesuatu harus dicoba dulu,” sahut Andi sambil menepuk-nepuk pundakku. Siang itu aku sudah duduk di kantin kampus dengan segelas es teh di depanku dan sebatang rokok yang menyala di tanganku. Sebelum bertemu Ibu Eni aku sengaja bersantai dulu, karena bagaimanapun nanti aku akan gugup menghadapinya, aku akan menenangkan diri dulu beberapa saat. Tanpa aku sadari, tiba-tiba Andi sudah berdiri di belakangku sambil menepuk pundakku, sesaat aku kaget dibuatnya. “Ayo Gi, sekarang waktunya. Bu Eni kulihat tadi sedang menuju ke ruangannya, mumpung sekarang tidak mengajar, temuilah beliau..!” bisik Andi di telingaku.
“Oke-oke..,” kataku singkat sambil berdiri, menghabiskan sisa es teh terakhir, kubuang rokok yang tersisa sedikit, kuambil permen dalam saku, kutarik dalam-dalam nafasku. Aku langsung melangkahkan kaki.
“Kalau begitu aku duluan ya, Gi. Sampai ketemu di kost,” sahut Andi sambil meninggalkanku.Aku hanya dapat melambaikan tangan saja, karena pikiranku masih berkecamuk bimbang, bagaimana aku harus menghadapai Ibu Eni, dosen killer yang masih sendiri itu. Perlahan aku berjalan menyusupi lorong kampus, suasana sangat lengang saat itu, maklum hari Sabtu, banyak mahasiswa yang meliburkan diri, lagipula kalau saja aku tidak mengalami masalah ini lebih baik aku tidur-tiduran saja di kamar kost, ngobrol dengan teman. Hanya karena masalah ini aku harus bersusah-susah menemui Bu Eni, untuk dapat membantuku dalam masalah ini. Kulihat pintu di ujung lorong. Memang ruangan Bu Eni terletak di pojok ruangan, sehingga tidak ada orang lewat simpang siur di depan ruangannya. Kelihatan sekali keadaan yang sepi. Pikirku, “Mungkin saja perempuan yang belum bersuami inginnya menyendiri saja.”
Perlahan-lahan kuketuk pintu, sesaat kemudian terdengar suara dari dalam, “Masuk..!”
Aku langsung masuk, kulihat Bu Eni sedang duduk di belakang mejanya sambil membuka-buka map. Kutup pintu pelan-pelan. Kulihat Bu Eni memandangku sambil tersenyum, sesaat aku tidak menyangka beliau tersenyum ramah padaku. Sedikit demi sedikit aku mulai dapat merasa tenang, walaupun masih ada sedikit rasa gugup di hatiku. “Silakan duduk, apa yang bisa Ibu bantu..?” Bu Eni langsung mempersilakan aku duduk, sesaat aku terpesona oleh kecantikannya. Bagaimana mungkin dosen yang begitu cantik dan anggun mendapat julukan dosen killer. Kutarik kursi pelan-pelan, kemudian aku duduk.
“Oke, Yogi, ada apa ke sini, ada yang bisa Ibu bantu..?” sekali lagi Bu Eni menanyakan hal itu kepadaku dengan senyumnya yang masih mengembang.Perlahan-lahan kuceritakan masalahku kepada Bu Eni, mulai dari keinginan orangtua yang ingin aku agak cepat menyelesaikan studiku, sampai ke mata kuliah yang saat ini aku belum dapat menyelesaikannya. Kulihat Bu Eni dengan tekun mendengarkan ceritaku sambil sesekali tersenyum kepadaku. Melihat keadaan yang demikian aku bertambah semangat bercerita, sampai pada akhirnya dengan spontan aku berkata,
“Apa saja akan kulakukan Bu Eni, untuk dapat menyelesaikan mata kuliah ini. Mungkin suatu saat membantu Ibu membersihkan rumah, contohnya mencuci piring, mengepel, atau yah, katakanlah mencuci baju pun aku akan melakukannya demi agar mata kuliah ini dapat saya selesaikan. Saya mohon sekali, berikanlah keringanan nilai mata kuliah Ibu pada saya.” Mendengar kejujuran dan perkataanku yang polos itu, kulihat Bu Eni tertawa kecil sambil berdiri menghampiriku, tawa kecil yang kelihatan misterius, dimana aku tidak dapat mengerti apa maksudnya.
“Apa saja Yogi..?” kata Bu Eni seakan menegaskan perkataanku tadi yang secara spontan keluar dari mulutku tadi dengan nada bertanya.
“Apa saja Bu..!” kutegaskan sekali lagi perkataanku dengan spontan. Sesaat kemudian tanpa kusadari Bu Eni sudah berdiri di belakangku, ketika itu aku masih duduk di kursi sambil termenung. Sejenak Bu Eni memegang pundakku sambil berbisik di telingaku.
“Apa saja kan Yogi..?”
Aku mengangguk sambil menunduk, saat itu aku belum menyadari apa yang akan terjadi. Tiba-tiba saja dari arah belakang, Bu Eni sudah menghujani pipiku dengan ciuman-ciuman lembut, sebelum sempat aku tersadar apa yang akan terjadi. Bu Eni tiba-tiba saja sudah duduk di pangkuanku, merangkul kepalaku, kemudian melumatkan bibirnya ke bibirku. Saat itu aku tidak tahu apa yang harus kulakukan, seketika kedua tangan Bu Eni memegang kedua tanganku, lalu meremas-remaskan ke payudaranya yang sudah mulai mengencang. Aku tersadar, kulepaskan mulutku dari mulutnya. “Bu, haruskah kita…”
Sebelum aku menyelesaikan ucapanku, telunjuk Bu Eni sudah menempel di bibirku, seakan menyuruhku untuk diam.
“Sudahlah Yogi, inilah yang Ibu inginkan..”
Setelah berkata begitu, kembali Bu Eni melumat bibirku dengan lembut, sambil membimbing kedua tanganku untuk tetap meremas-remas payudaranya yang montok karena sudah mengencang. Akhirnya timbul hasrat kelelakianku yang normal, seakan terhipnotis oleh reaksi Bu Eni yang menggairahkan dan ucapannya yang begitu pasrah, kami berdua tenggelam dalam hasrat seks yang sangat menggebu-gebu dan panas. Aku membalas melumat bibirnya yang indah merekah sambil kedua tanganku terus meremas-remas kedua payudaranya yang masih tertutup oleh baju itu tanpa harus dibimbing lagi. Tangan Bu Eni turun ke bawah perutku, kemudian mengusap-usap kemaluanku yang sudah mengencang hebat. Dilanjutkan kemudian satu-persatu kancing-kancing bajuku dibuka oleh Bu Eni, secara reflek pula aku mulai membuka satu-persatu kancing baju Bu Eni sambil terus bibirku melumat bibirnya.
Setelah dapat membuka bajunya, begitu pula dengan bajuku yang sudah terlepas, gairah kami semakin memuncak, kulihat kedua payudara Bu Eni yang memakai BH itu mengencang, payudaranya menyembul indah di antara BH-nya. Kuciumi kedua payudara itu, kulumat belahannya, payudara yang putih dan indah. Kudengar suara Bu Eni yang mendesah-desah merasakan kenikmatan yang kuberikan. Kedua tangan Bu Eni mengelus-elus dadaku yang bidang. Lama aku menciumi dan melumat kedua payudaranya dengan kedua tanganku yang sesekali meremas-remas dan mengusap-usap payudara dan perutnya. Akhirnya kuraba tali pengait BH di punggungnya, kulepaskan kancingnya, setelah lepas kubuang BH ke samping. Saat itu aku benar-benar dapat melihat dengan utuh kedua payudara yang mulus, putih dan mengencang hebat, menonjol serasi di dadanya. Kulumat putingnya dengan mulutku sambil tanganku meremas-remas payudaranya yang lain. Puting yang menonjol indah itu kukulum dengan penuh gairah, terdengar desahan nafas Bu Eni yang semakin menggebu-gebu.
“Oh.., oh.., Yogi.. teruskan.., teruskan Yogi..!” desah Bu Eni dengan pasrahdan memelas. Melihat kondisi seperti itu, kejantananku semakin memuncak. Dengan penuhgairah yang mengebu-gebu, kedua puting Bu Eni kukulum bergantian sambil kedua tanganku mengusap-usap punggungnya, kedua puting yang menonjol tepat di wajahku. Payudara yang mengencang keras. Lama aku melakukannya, sampai akhirnya sambil berbisik Bu Eni berkata, “Angkat aku ke atas meja Yogi.., ayo angkat aku..!”
Spontan kubopong tubuh Bu Eni ke arah meja, kududukkan, kemudian dengan reflek aku menyingkirkan barang-barang di atas meja. Map, buku, pulpen, kertas-kertas, semua kujatuhkan ke lantai dengan cepat, untung lantainya memakai karpet, sehingga suara yang ditimbulkan tidak terlalu keras. Masih dalam keadaan duduk di atas meja dan aku berdiri di depannya, tangan Bu Eni langsung meraba sabukku, membuka pengaitnya, kemudian membuka celanaku dan menjatuhkannya ke bawah. Serta-merta aku segera membuka celana dalamku, dan melemparkannya ke samping.
Kulihat Bu Eni tersenyum dan berkata lirih, “Oh.. Yogi.., betapa jantannya kamu.. kemaluanmu begitu panjang dan besar.. Oh.. Yogi, aku sudah tak tahan lagi untuk merasakannya.”
Aku tersenyum juga, kuperhatikan tubuh Bu Eni yang setengah telanjang itu. Kemudian sambil kurebahkan tubuhnya di atas meja dengan posisi aku berdiri di antara kedua pahanya yang telentang dengan rok yang tersibak sehingga kelihatan pahanya yang putih mulus, kuciumi payudaranya, kulumat putingnya dengan penuh gairah, sambil tanganku bergerilya di antara pahanya. Aku memang menginginkan pemanasan ini agak lama, kurasakan tubuh kami yang berkeringat karena gairah yang timbul di antara aku dan Bu Eni.
Kutelusuri tubuh Bu Eni yang setengah telanjang dan telentang itu mulai dari perut, kemudian kedua payudaranya yang montok, lalu leher. Kudengar desahan-desahan dan rintihan-rintihan pasrah dari mulut Bu Eni. Sampai ketika Bu Eni menyuruhku untuk membuka roknya, perlahan-lahan kubuka kancing pengait rok Bu Eni, kubuka restletingnya, kemudian kuturunkan roknya, lalu kujatuhkan ke bawah. Setelah itu kubuka dan kuturunkan juga celana dalamnya. Seketika hasrat kelelakianku semakin menggebu-gebu demi melihat tubuh Bu Eni yang sudah telanjang bulat, tubuh yang indah dan seksi, dengan gundukan daging di antara pahanya yang ditutupi oleh rambut yang begitu rimbun.
Terdengar Bu Eni berkata pasrah, “Ayolah Yogi.., apa yang kau tunggu..? Ibu sudah tak tahan lagi.” Kurasakan tangan Bu Eni menggenggam kemaluanku, menariknya untuk lebih mendekat di antara pahanya. Aku mengikuti kemauan Bu Eni yang sudah memuncak itu, perlahan tapi pasti kumasukkan kemaluanku yang sudah mengencang keras layaknya milik kuda perkasa itu ke dalam vagina Bu Eni. Kurasakan milik Bu Eni yang masih agak sempit. Akhirnya setelah sedikit bersusah payah, seluruh batang kemaluanku amblas ke dalam vagina Bu Eni.
Terdengar Bu Eni merintih dan mendesah, “Oh.., oh.., Yogi.. terus Yogi.. jangan lepaskan Yogi.. aku mohon..!”
Tanpa pikir panjang lagi disertai hasratku yang sudah menggebu-gebu, kugerakkan kedua pantatku maju-mundur dengan posisi Bu Eni yang telentang di atas meja dan aku berdiri di antara kedua pahanya. Mula-mula teratur, seirama dengan goyangan-goyangan pantat Bu Eni. Sering kudengar rintihan-rintihan dan desahan Bu Eni karena menahan kenikmatan yang amat sangat. Begitu juga aku, kuciumi dan kulumat kedua payudara Bu Eni dengan mulutku.
Kurasakan kedua tangan Bu Eni meremas-remas rambutku sambil sesekali merintih,“Oh.. Yogi.. oh.. Yogi.. jangan lepaskan Yogi, kumohon..!”
Mendengar rintihan Bu Eni, gairahku semakin memuncak, goyanganku bertambah ganas, kugerakkan kedua pantatku maju-mundur semakin cepat.
Terdengar lagi suara Bu Eni merintih, “Oh.. Yogi.. kamu memang perkasa.., kau memang jantan.. Yogi.. aku mulai keluar.. oh..!”
“Ayolah Bu.., ayolah kita mencapai puncak bersama-sama, aku juga sudah tak tahan lagi,” keluhku. Setelah berkata begitu, kurasakan tubuhku dan tubuh Bu Eni mengejang, seakan-akan terbang ke langit tujuh, kurasakan cairan kenikmatan yang keluar dari kemaluanku, semakin kurapatkan kemaluanku ke vagina Bu Eni. Terdengar keluhan dan rintihan panjang dari mulut Bu Eni, kurasakan juga dadaku digigit oleh Bu Eni, seakan-akan nmenahan kenikmatan yang amat sangat.
“Oh.. Yogi.. oh.. oh.. ouuugggghhhhh..”Setelah kukeluarkan cairan dari kemaluanku ke dalam vagina Bu Eni, kurasakan tubuhku yang sangat kelelahan, kutelungkupkan badanku di atas badan Bu Eni dengan masih dalam keadan telanjang, agak lama aku telungkup di atasnya.
Setelah kurasakan kelelahanku mulai berkurang, aku langsung bangkit dan berkata, “Bu, apakah yang sudah kita lakukan tadi..?”
Kembali Bu Eni memotong pembicaraanku, “Sudahlah Yogi, yang tadi itu biarlah terjadi karena kita sama-sama menginginkannya, sekarang pulanglah dan ini alamat Ibu, Ibu ingin cerita banyak kepadamu, kamu mau kan..?”
Setelah berkata begitu, Bu Eni langsung menyodorkan kartu namanya kepadaku. Kuterima kartu nama yang berisi alamat itu. Sejenak kutermangu, kembali aku dikagetkan oleh suara Bu Eni, “Yogi, pulanglah, pakai kembali pakaianmu..!”
Tanpa basa-basi lagi, aku langsung mengenakan pakaianku, kemudian membuka pintu dan keluar ruangan. Dengan gontai aku berjalan keluar kampus sambil pikiranku berkecamuk dengan kejadian yang baru saja terjadi antara aku dengan Bu Eni. Aku telah bermain cinta dengan dosen killer itu. Bagaimana itu bisa terjadi, semua itu diluar kehendakku. Akhirnya walau bagaimanapun nanti malam aku harus ke rumah Bu Eni. Kudapati rumah itu begitu kecil tapi asri dengan tanaman dan bunga di halaman depan yang tertata rapi, serasi sekali keadannya. Langsung kupencet bel di pintu, tidak lama kemudian Bu Eni sendiri yang membukakan pintu, kulihat Bu Eni tersenyum dan mempersilakan aku masuk ke dalam. Kuketahui ternyata Bu Eni hidup sendirian di rumah ini. Setelah duduk, kemudian kami pun mengobrol.Setelah sekian lama mengobrol, akhirnya kuketahui bahwa Bu Eni selama ini banyak dikecewakan oleh laki-laki yang dicintainya. Semua laki-laki itu hanya menginginkan tubuhnya saja bukan cintanya. Setelah bosan, laki-laki itu meninggalkan Bu Eni. Lalu dengan jujur pula dia memintaku selama masih menyelesaikan studi, aku dimintanya untuk menjadi teman sekaligus kekasihnya. Akhirnya aku mulai menyadari bahwa posisiku tidak beda dengan gigolo. Kudengar Bu Eni berkata, “Selama kamu masih belum wisuda, tetaplah menjadi teman dan kekasih Ibu. Apa pun permintaanmu kupenuhi, uang, nilai mata kuliahmu agar lulus, semua akan Ibu penuhi, mengerti
kan Yogi..?”
Selain melihat kesendirian Bu Eni tanpa ada laki-laki yang dapat memuaskan hasratnya, aku pun juga mempertimbangkan kelulusan nilai mata kuliahku. Akhirnya aku pun bersedia menerima tawarannya.
Akhirnya malam itu juga aku dan Bu Eni kembali melakukan apa yang kami lakukan siang tadi di ruangan Bu Eni, di kampus. Tetapi bedanya kali ini aku tidak canggung lagi melayani Bu Eni dalam bercinta. Kami bercinta dengan hebat malam itu, 3 kali semalam, kulihat senyum kepuasan di wajah Bu Eni. Walau bagaimanapun dan entah sampai kapan, aku akan selalu melayani hasrat seksualnya yang berlebihan, karena memang ada jaminan mengenai kelulusan mata kuliahku yang tidak lulus-lulus itu dari dulu.
Lola penjaga apotik
Kisah ini merupakan flashback semasa bujang. Terus terang saja, aku menikah di usia 30 tahun. Sewaktu awal dua puluhan rasanya tidak ada cewek yang berhasil kupikat. Tapi sejak usia 25 tahun hingga menikah, aku menyadari di dalam diriku tercipta suatu daya pikat alami. Tidak perlu susah-susah cari jimat atau pelet, ada gadis yang secara agresif mengejarku, ada pula yang pasang signal untuk kemudian menyerahkan diri. Salah satunya adalah Lola, pramuniaga apotik di dekat rumahku. Sebenarnya ada lebih dari tiga apotik di sekitar rumahku. Apotik ‘XX’ adalah yang tertua di sini. Selain harga obatnya murah, terus terang yang bikin lengket adalah pramuniaga yang langsing, cantik nan murah senyum, yang kemudian kuketahui bernama Lola.Setelah berulang kali dilayani gadis kuning langsat dengan senyum menggoda ini, aku memberanikan diri mengajaknya berkenalan ketika apotiknya sedang sepi.“Boleh kenalan? Namaku Bandi,” ujarku sambil mengulurkan tangan.
“Saya Lola,” jawabnya singkat sambil menyambut uluran tanganku dengan tangannya yang berkulit halus nan lembut. Matanya menatap tajam, penuh percaya diri mengiringi senyum manis yang selalu terpancar diwajahnya.
Aku berusaha mengarahkan pandangan mataku untuk tetap mengarah ke wajahnya. Padahal dorongan hati ini sebenarnya ingin melabuhkan pandanganku ke bukit kembarnya yang kutaksir berukuran 36B. Apalagi dia sedang memakai t-shirt ketat. Yahh, sekali-sekali tetap saja kucuri pandang juga keindahan tubuh gadis yang kutaksir berumur duapuluhan ini.
“Sudah berapa lama kerja di sini?” ujarku memperpanjang perbincangan. “Mumpung cuma kami berdua di ruangan depan apotik ini,” pikirku.
“Baru setahun.”
“Dari daerah..?”
“Iya, kok tahu..?”
“Logatnya kan kelihatan dari Jawa.” Lalu kusambung dengan cepat, “Aku juga dari Jawa.”
“Ah, nggak ada logat Jawanya… Nggak percaya…”“Kalo lagi ngumpul sama temen-temen dari Jawa, logatku keluar.”
Lalu, untuk meyakinkan Lola, aku pun mengajaknya bicara dengan bahasa dan logat Jawa. Dari obrolan singkat yang membuat kami menjadi lebih akrab secepat kilat ini, kuketahui dia tinggal di lantai dua dari ruko yang dijadikan apotik tersebut. Usianya ternyata baru duapuluh satu.Malam itu juga kutelpon dia setelah apotik itu tutup.
“Halo, apotik ‘XX’..?”
“Ya betul… tapi apotiknya sudah tutup Pak..,” kudengar suara Lola di ujung sana.
“Oh nggak apa-apa. Saya cuma mau bicara sama Jeng Lola.”
“Mmm… dari siapa ya..?” terdengar nada keraguan.
“Wahh, baru juga kenalan kok udah lupa…” aku mencoba menggoda.
“Ohh, Mas Bandi. Ada apa Mas..? Kangen sama Lola..?” katanya menggoda balik setelah berpikir sejenak menebak suaraku.
“Wah, berani juga ini cewek,” pikirku.“Iya nih… abis di sini cuma berdua sama pembantu.”
“Asyik dong..!”
“Wong pembantuku udah nenek-nenek…”
“Masa sih..? Boong nihh..!”
“Beneran… Kapan-kapan main ke sini dong..! Biar tahu kalo pembantuku memang udah STW.”
Setelah ngobrol sana-sini, akhirnya perbincangan di telpon ini kami tutup dengan janjian nonton di Studio 21 Sabtu malam.Hari yang dinanti-nanti akhirnya tiba. Keluar dari ruko tempat kerja sekaligus kost ini, Lola dengan mesra menggamit lenganku menuju mobil yang kuparkir di tepat depan apotik ‘XX’.
Tanganku yang direngkuh Lola terasa menyentuh bagian tepi payudaranya yang menantang itu. Serr, gairahku terpancing walau hanya sebentar saja sentuhan daging kenyal yang menggoda itu kurasakan.
Di dalam bioskop, Lola lebih berani lagi. Ia menyandarkan kepalanya ke lenganku. Tangannya pun segera diletakkan di atas selangkanganku, ketika tanganku mulai mengelus dan meremas lengannya dengan lembut. Tidak lama kemudian tangannya mengelus dan menggosok-gosok bagian luar celanaku. Tentu saja tongkat di bawah celanaku segera mengeras.
“Hati-hati, nanti basah..,” aku berbisik kepada Lola.
“Biarin,” Lola berbisik menggoda sambil mencubit pahaku.
Ternyata Lola tidak bertindak lebih jauh. Ia hanya menikmati kerasnya kelelakianku dari sebelah luar celanaku. Aku pun tidak berani berbuat terlalu jauh, hanya meremas-remas lengannya, sambil sesekali mencium pipi dan lehernya yang jenjang di tengah kegelapan bioskop. Beruntung kami duduk di bagian paling belakang.
Pulang dari bioskop, pikiranku mulai kacau. Beragam khayalan muncul menggoda. Apalagi Lola makin merapatkan badannya, seolah kami ini pasangan yang sudah pacaran lama saja.
“Mau langsung pulang atau putar-putar dulu..?”
“Mmm… putar-putar juga boleh.”
“Mau ke Ancol..?” aku coba memancing reaksinya.
“Ayo aja…”
Mobil pun mengarah ke Ancol. Langsung kuparkir ke tepi laut, seperti mobil-mobil yang lainnya. Jantungku mulau berdegup kencang membayangkan hal-hal yang akan terjadi kalau Lola tidak menampiknya.Kami mendorong sandaran kursi kami ke belakang, sehingga lebih santai. Aku mencoba mengambil inisiatif.
Kudekatkan wajahku ke wajah Lola, kuarahkan bibirku ke bibirnya yang merah merekah. Aku pun segera mendaratkan bibirku, melumat bibirnya yang menggoda. Lola memejamkan matanya, menikmati rangsangan dan gejolak birahi yang timbul saat bibir kami saling melumat. Nafasnya terdengar mulai memburu.Kuusapkan tanganku ke bra-nya sambil meremas lembut. Lola segera membantuku dengan membuka bra-nya, sehingga tanganku bergerak bebas merengkuh kedua bukit kembarnya yang menantang polos di balik blus tanpa lengan yang sudah tersingkap. Kuusap-usap putingnya dengan telapak tanganku. Sesekali aku memilinnya dengan telunjuk dan ibu jariku. Selebihnya aku lebih banyak meremas lembut payudara yang selama ini mengoda mataku saat main ke apotik tempatnya bekerja. Tidak lama kemudian kuarahkan bibirku ke puting susunya yang sudah mengeras.
“Ahhh… Emhhh…” erangan Lola makin membangkitkan gairah dan semangatku. Lola sangat menikmati setiap gejolak birahinya. Seperti inilah tipe wanita kesukaanku. Tidak terlalu agresif dan cenderung menikmati permainanku. Aku sangat menikmati ekspresi kenikmatan pasanganku. Aku kurang menyukai cewek yang berlaku aktif saat bercinta.
“Emhhh… enak masss… Teruss… Teruss… Ahhh..!” desahnya lagi.
Sambil kembali mencium bibirnya, aku mulai mengarahkan tanganku ke selangkangan Lola. Waktu CD-nya kusentuh, ternyata ia sudah basah. Ciuman bibirnya menjadi lebih liar.
Tiba-tiba ia menarik bibirnya sambil berkata, “Mas Bandi, dilanjutkan di rumah Mas Bandi yuk..! Lola udah nggak tahan nih..!”
“Di sini juga bisa kok,” aku mencoba meyakinkan Lola.
“Nggak ah, malu. Ntar ada yang ngintip. Berabe kan.”
“Katanya udah nggak tahan.., Mas juga udah nggak tahan nih..!”
“Jangan di sini Mas.., pokoknya lebih enak di rumah Mas Bandi deh…”
“Jangan kuatir, entar sepanjang jalan Lola usap-usap deh torpedonya.”
Lola merajuk sambil mengusap lembut torpedoku yang sudah keras. Torpedoku memang sudah tidak terhalang celana dan CD lagi. Retsluiting sudah dibuka, CD sudah disingkapkan ke bawah buah pelir.Terpaksa kuturuti permintaan Lola. Alhasil, sepanjang jalan aku menyetir sambil menggeliat nikmat karena usapan-usapan lembut Lola di bagian-bagian sensitif torpedoku.
Sampai di rumah, pembantuku ternyata sudah tidur. Kulihat jam tanganku menunjukkan jam 1 pagi. Aku pun perlahan membuka pintu garasi, memasukkan mobil, lalu membimbing Lola ke kamar tidur utama. Gejolak birahi yang tertahan sepanjang perjalanan membuatku langsung merengkuh tubuh semampai Lola, melumat bibirnya, sambil perlahan melepas pakaiannya satu per-satu.
Dalam sekejap kami sudah telanjang dan berada di atas ranjang. Sekali lagi aku menikmati tubuh menawan Lola, melumat puting susunya, sambil mengusap-usap belantara dan gua yang sudah basah. Terdengar bunyi berdecak ketika tanganku memainkan gua di selangkangannya sambil melumat payudaranya yang sintal.
“Emhhh… enak Masss…! Teruss… Teruss… Ahhh..!”
Ia betul-betul gadis yang menikmati setiap denyut kenikmatan birahinya. Erangan dan ekspresi yang ditunjukkannya benar-benar nikmat didengar dan dipandang.Terasa penisku semakin mengeras. Kulihat Lola meregangkan kedua kakinya, mengundang penisku untuk masuk.
“Ahh… Emhhh…” kembali Lola mengerang nikmat, “Masukkan Mas.., udah nggak tahan nih..! Akkhhh..!” bisiknya bercampur erangan nikmat.
Aku pun segera memasukkan penisku ke dalam gua yang sudah basah. Karena sudah licin dengan cairan kenikmatan Lola, dengan mudah penisku yang sebenarnya termasuk besar itu dapat masuk sampai ke bagian terdalam vaginanya.Terasa denyutan dinding vaginanya pada batang penisku.
Ahh, nikmat sekali. Aku mulai bergerak naik turun perlahan, sambil menikmati erangan khas Lola. Gerakanku makin lama makin liar, seiring makin liarnya erangan dan gerakan pinggul Lola.
“Ahhh, aku udah mau keluar…” bisikku kepada Lola.
“Tahan dulu Mas… sebentar lagi..!” rengek Lola.Aku pun mengatur nafas sambil melepas erangan untuk menahan ejakulasi. Aku menawarkan Lola untuk pindah ke posisi atas, supaya ia dapat mengatur gerakan yang sesuai dengan ritme orgasmenya.
Kami pun berguling, penisku tetap berada di dalam vaginanya saat kami berguling ganti posisi. Lola kini di sebelah atas. Ia bergerak naik turun… naik turun… Lama-lama berubah berputar-putar dan sesekali naik turun… Erangan Lola berbaur dengan eranganku menahan ejakulasi.
“Ahhh, enakkk… akk… ku… udah… mmmh… mau keluar..!” Lola mengerang nikmat.
Aku pun mulai bergerak mengatur ritme agar dapat ejakulasi bersamaan klimaks yang dicapai Lola.
“Ahhh, akk… ku… juga… Mmmhh..!” Terasa tubuh kami mengejang bersama-sama.
“Thanks.., Lola. Kamu luar biasa…” aku berbisik ke telinga Lola.
“Mas Bandi juga luar biasa…” bisik Lola.Malam itu Lola menginap di rumahku. Kami tidur tanpa busana setelah mandi bersama.
Renny, adik iparku yang lugu tapi sexy….
Reny 28 th memiliki postur tubuh yang aduhai, tinggi 160 kulitnya yang putih memiliki payudara cukup besar dan kencang, pinggang yang ramping tanpa ada lemak sedikitpun diperutnya dan yang paling ia banggakan adalah pinggulnya yang sexy dengan bongkahan pantatnya yang bulat menonjol membuat pria manapun menahan napas, Rudi 32 th suami Reny berkerja sebagai salah satu direktur disebuah perusahaan besar.
Perkawinan mereka baru berumur 2 tahun dan belum dikaruniai anak. Keadaan rumah tangga mereka biasa biasa saja, hanya baru baru ini Rudi selalu sibuk dengan pekerjaannya kadang pulang larut malam bahkan kadang dikirim perusahaannya keluar negeri sampai berminggu minggu.
Reny mulai merasakan kesepian, pernah satu kali ia ingin ikut suaminya keluar negeri tetapi suaminya tidak mengijinkan. Reny protes karena tidak punya kawan berbicara, akhirnya Rudi mengusulkan untuk ditemani kakaknya Rama 34 th yang kebetulan dipindahkan oleh perusahaannya kekota mereka tinggal.
Rama baru saja cerai dengan istrinya karena ada ketidak cocokkan diantara mereka. Rama mempunyai wajah yang cukup tampan dengan tubuh atletis memiliki sifat easy going mudah bergaul dan mempunyai sifat womenizer. Singkat cerita Rama akan tinggal dirumah mereka sebagai orang ketiga yang akan merubah kehidupan Reny selanjutnya.
Dihari pertama Rama tinggal dirumah mereka, Rama langsung terpesona akan kecantikan adik iparnya atau lebih tegas lagi ia tergiur oleh kemolekan tubuh adik iparnya yang aduhai itu. Hanya karena ia baru saja bertemu dengan adiknya setelah sekian lama tidak bertemu maka ia lebih menyesuaikan dirinya sebagai layaknya seorang kakak. Rudi tidak menaruh curiga apapun kepada kakaknya bahkan ia meminta kakaknya untuk menemani istrinya jikalau ia keluar kota.
Suatu saat ketika Rudi akan mendapatkan tugas kantornya selama dua bulan, malam sebelumnya mereka saling berdebat, rupanya Reny tetap ingin ikut karena dua bulan bukan waktu yang singkat dan Reny yang mempunyai sifat polos dan blak blakan langsung to the point bahwa sudah tiga minggu ia tidak digauli oleh suaminya sekarang mau ditinggal dua bulan. Rudi coba menenangkan istrinya dengan mengimingi akan dibawakan oleh oleh dari Belanda, Reny tetap kecewa ia hanya ingin kemesraan dari suaminya, akhirnya dengan terpaksa Rudi menggauli istrinya malam itu tetapi karena pikirannya hanya pada tugasnya saja maka ia dengan tempo singkat ia menggauli istrinya dan Reny pun tidak mendapatkan kepuasan bathin yang ia sangat harapkan dari suaminya.
Pagi hari setelah Rudi berangkat ke airport seperti biasanya Reny menyediakan makan pagi, kali ini hanya untuk kakak iparnya saja dan setelah siap Reny memanggil kakak iparnya untuk sarapan, sebenarnya Rama sudah bangun tetapi ia tahu bahwa adiknya keluar negeri hari ini dan ia mendengar perdebatan mereka tadi malam, maka pagi ini ia akan mencoba hasratnya untuk menguji adik iparnya. Lalu ia menyiapkan suatu perangkap dengan pura pura ketiduran sambil menaruh beberapa majalah porno diserakan dilantai. Benar saja tiba tiba pintunya yang tidak tertutup rapat diketuk oleh Reny
“..Mas Rama sarapan mas..”
Reny memanggil kakak iparnya sembari mendorong pintunya untuk melongok kedalam kamar, ternyata kakak iparnya masih tidur dengan memakai selimut menutupi tubuhnya
“Mas bangun sarapan..”
Ia melihat Rama begitu nyenyak tidurnya akhirnya berniat untuk membangunkannya sendiri lalu masuk kekamar, ia melihat kelantai banyak sekali majalah yang telah terbuka berserakan, maka sebelum membangunkan kakak iparnya Reny bermaksud membereskan dahulu majalah majalah tersebut tetapi alangkah terkejutnya ketika ia mendapati gambar gambar yang ada didalam majalah tersebut.
Tangan Reny bergemetaran hatinya berdegup keras melihat pose pose persetubuhan yang sangat closed up, dengan cepat ia melirik kuatir kakak iparnya tiba tiba bangun, hatinya ragu ragu sebenarnya ia ingin cepat cepat membereskan majalah ini ke raknya tetapi entah mengapa ada suatu hasrat ingin melihat gambar gambar itu lebih jauh,
“..Ah.. satu dua halaman sudah itu cepet cepet ditaruh lagi..” pikiran Reny yang bercabang, lalu pelan pelan ia buka halaman demi halaman, makin dilihat makin melotot matanya, ia melihat satu wanita sedang disetetubuhi dua kali laki, jantungnya makin berdegup keras selangkangannya terasa gatal vaginanya terasa berdenyut denyut putingnya mengeras birahinya dengan cepat meluap kepermukaan apalagi tadi malam hasrat birahinya tidak tertuntaskan oleh suaminya, kembali ia melirik ketempat tidur
“..Ah mas Rama masih tidur..” lalu pelan pelan ia duduk dilantai sambil menarik dasternya keatas terlihat celana dalamnya yang menerawang tipis kemudian ia masukan tangannya kedalam cd nya, rupanya Reny ingin menuntaskan birahinya dengan masturbasi sambil menghayalkan gambar gambar tersebut, mulailah Reny menggosok gosok clitorisnya sambil memelototi beberapa pose pose gambar yang merangsang birahinya.
Reny begitu terokupasi dengan masturbasinya sampai napasnya tersengal tersengal tiba tiba terdengar deritan tempat tidur, membuat Reny kaget bukan kepalang jantungnya terasa berhenti ketika ia menengok ke tempat tidur Rama masih pura pura tidur tetapi sudah berubah posisi dengan menghadap kedirinya dan yang sangat mengejutkan Reny.
Rama sudah tidak berselimut lagi dan hanya memakai celana dalam, rupanya Rama dari tadi memperhatikan Reny sehingga penisnyapun berdiri, dan yang dilihat oleh Reny adalah pemandangan yang membuat birahinya semakin tidak menentu, tubuh kakak iparnya yang kekar dadanya yang bidang hanya dibalut sepotong cd dimana terlihat jelas batang penisnya tercetak dicelana dalamnya.
Tubuh Reny terasa kaku dan berat sekali untuk digerakkan tetapi akhirnya agak lega ketika kakak iparnya terdengar mendengkur tanda masih nyenyak tidur.
Sekarang Reny mempunyai dua pilihan melihat gambar yang ada dimajalah dan tubuh kakak iparnya yang macho yang hanya dibalut cd itu. Perlahan Reny merubah posisinya menjadi berhadapan dengan kakak iparnya, dengan majalah ditangan kirinya, tangan kanannya sibuk memasturbasi vaginanya sedang matanya bergantian memandangi gambar dan tubuh macho kakak iparnya.
Rama benar benar tidak percaya apa yang dia intip melalui pincingan matanya, tubuh Reny menghadap kedirinya dasternya yang tipis sudah begitu awut awutan terangkat sampai kepinggang pahanya yang putih mulus sampai kepangkal pahanya benar benar merangsang laki laki manapun yang melihatnya. Rama tidak menyangka sedikitpun perangkapnya yang dibuatnya melebihi perkiraannya.
Terdengar napas Reny mulai tidak beraturan tangan kirinya sudah tidak memegang majalah lagi melainkan pindah ke payudaranya yang makin mengencang, dibukanya beberapa kancing baju sehingga dengan bebas ia memeras meras sambil memuntir muntir puting susunya, “..Sssssh aaachhh…!” terdengar desahan halus dari mulut
Reny jarinya makin hot menekan bibir vaginanya yang sudah basah dan merekah, matanya terpaku kepada tubuh kakak iparnya terutama kebenda yang terbalut cd itu, membayangkan betapa nikmatnya benda itu dimasukkan kedalam vaginanya.
Tiba tiba Rama kembali berbalik memunggungi Reny, kali ini Reny disuguhi punggung Rama yang kekar dan bokongnya …ohhh… Reny menahan napas melihat pantat kakak iparnya yang kekar yang hanya dibalut cd G String berupa seutas tali, baru kali ini ia melihat seorang pria bukan suaminya nyaris telanjang langsung didepan matanya.
Reny makin bergeser mendekati tubuh kakak iparnya ia ingin memandangi lebih jelas lagi, desahannya makin terdengar jelas. Rama merasakan sudah tidak bisa menahan lebih lama lagi rangsangan yang mengelora ditubuhnya lalu ia melakukan perangkap terakhir dengan berpura pura melindur.
“..Ohh..Reny kau sungguh cantik..” mulailah Rama pura pura ngelindur. Reny kaget mendengarnya sejenak ia berhenti melakukan aktifitasnya.
“..Ohh..seandainya kau istriku akan kupeluk mesra dirimu akan kuciumi seluruh tubuhmu yang begitu sexy..”
Reny benar benar bingung mengapa tiba tibak kakak iparnya melindurkan dirinya tetapi hatinya begitu senang ada seseorang yang menyanjung dirinya walaupun yang menyanjung itu kakak iparnya sendiri.
Tanpa disadari Reny menggumam sendiri, “.. Ohh mas Rama seandainya kau suamiku akan kupeluk tubuhmu yang perkasa ini..” Walaupun suara Reny terdengar lirih tetapi Rama masih dapat mendengarnya, Rama makin berani melakukan aksinya.
“..Ohh..Reny sudah lama aku tidak bergaul dengan wanita seandainya kau bersedia, ingin rasanya aku menyetubuhimu akan kumasukan punyaku ini kevaginamu akan kuberikan kepuasan yang kau dambakan..”
Reny terhenyak darahnya terasa mendidih.. mengapa kakak iparnya tahu bahwa ia mendambakan kehangatan seorang laki laki, nafsu birahinya semakin menjadi jadi. Vaginanya berdenyut denyut jarinya semakin dalam merogoh lobang kenikmatannya membayangkan ucapan kakak iparnya tersebut.
Tiba tiba Rama berbalik lagi kali ini ia mencelentangkan tubuhnya sambil menceloteh memanggil nama Reny dengan gerakan seperti tidak disengaja ia mengusap usap batang penisnya lalu dengan perlahan Rama mencopot cd nya hingga batang penisnya mengacung dengan tegar.
Reny membelalakkan matanya jantungnya terasa berhenti darahnya berdesir berputar cepat sekali. Tadi malam ia merasakan batang penis suaminya tidak setegar dan sebesar apa yang dilihat sekarang.
“..Ohh Reny lihat batang penisku sudah siap untuk memuasi birahimu, oh seandainya kau diatasku akan kugesek gesekan penisku kevaginamu yang sudah merekah basah itu..”
Kembali Rama menyeloteh memancing reaksi Reny, benar saja Reny seperti tersihir tanpa melepaskan pandangannya ke batang penis kakak iparnya ia copot cdnya bahkan sekaligus melepaskan dasternya sehingga Renypun telanjang tanpa sehelai kain.
Dengan tubuh bugil putih mulus sungguh sangat sexy Reny menaiki tempat tidur sambil mengangkat pantatnya yang sexy buah dadanya yang membusung ikut bergoyang, lalu dengan perlahan ia membuka kedua pahanya sehingga kelihatan vaginanya yang juga membusung, bibirnya terbelah merekah kemerah-merahan diantara bulu bulu penisnya yang halus dan sudah kelihatan basah berair. Clitorisnya berwarna merah muda sebesar biji kacang terlihat mencuat keatas diujung bibir vaginanya. Reny mulai mengambil posisi berjongkok tepat diantara batang penis Rama yang sudah berdiri tegang.
Pikiran Reny sudah begitu kacau nafsu birahinya tidak dapat dikuasainya lagi, kata kata kakak iparnya merupakan ajakan yang sangat menggoda kebutuhan sexnya.
Reny melihat tubuh kakak iparnya yang sangat perkasa kepala penisnya sudah begitu dekat dengan vaginanya tapi entah mengapa Reny menunggu celotehan kakak iparnya lagi seolah olah menunggu komando untuk pembenaran tindakannya.
“..Ohh..Reny masukin penisku ke vaginamu sayang..”
Rama memincingkan sebelah matanya tak percaya apa yang dilihatnya, tubuh adik iparnya yang begitu sempurna tanpa sehelai benangpun lalu ia meneruskan celotehannya
“..Ohh akhirnya kau datang dalam mimpiku Ren..pahamu sungguh mulus..” Rama menaruh kedua tangannya di paha Reny sambil mengelusnya.
Reny bergetar hebat sentuhan tangan kakak iparnya menyadarkan seluruh hayalannya. Akhirnya Reny sadar bahwa ia betul betul membutuhkan kehangatan seorang pria dan pria itu berada tepat dihadapannya lalu tanpa sungkan lagi ia membangunkan kakak iparnya
“..Mas Rama.. mas ini Reny bangun mas..”
Lalu Rama membuka matanya dengan mimik pura pura terkejut
“..Ren saya pikir saya sedang mimpi..” Renypun tersenyum nakal
“..Mas Rama naksir Reny ya..Reny denger semua yang mas ocehkan tadi lalu Reny turuti apa yang mas perintahkan..” Rama membalas senyumannya
“.. Tapi belum masuk tuh penisku..”
Reny yang sudah begitu menggebu gebu akhirnya kembali konsentrasi melanjutkan aksinya. Tetapi Reny tidak langsung memasukkan batang penis kakak iparnya itu kedalam lobang vaginanya yang sudah merekah pasrah untuk menyambut batang penis yang besar itu, melainkan terlebih dahulu menggesek-gesekkan kepala penisnya itu diantara belahan vaginanya sehingga kepala yang besar itu basah dan mengkilap oleh cairan lendir yang keluar dari celah-celah vagina wanita itu. Reny terbuai dengan mata yang terpejam sambil mendesah-desah menahan gejolak nafsu birahi yang terus membara.
“…sssssssshhhhh…maaaassss…ooooooogggghhhsss…!!” Bagaikan diguyur air hangat Reny mendesah panjang tubuhnya terasa dialiri jutaan volt kenikmatan nafsu birahinya makin terangsang hebat.
Reny mulai menekan kepala penis yang sudah pas berada di posisi mulut lobang vaginanya. Tampak kepala penis Rama masih agak sulit masuk kedalam lobang vaginanya yang walaupun sudah basah dan berair itu karena belum pernah kemasukan penis sebesar punya kakak iparnya itu.
“…sssleeebbbb…ssslleeeebbb…sssslleeeebbb…bbbllleeeeesssssss…” pelan pelan batang penisnya mencoba menyusup lobang vagina Reny yang terasa sekali masih sempit walaupun sudah begitu basah.
“…Aaaaaaauuuuuuukkkkkkhhhhhhh…hhheeh sssshhhhh… maaaasss…! besaaar sekaliiii..!!”
“..Apanya yang besar Renn..?” Rama memancing reaksi Reny
“…Punyanya maass..!!”
“..Apa namanya..?” Rama memancing lagi, Reny ragu menjawabnya karena belum pernah selama ia bersetubuh dengan suaminya menyebut nyebut kata kata vulgar,
“..Apa namanya Renn..?” Rama terus mendesak
“..Penisnya maaas..”
“..Kontol..Renn..namanya kontol..” Rama menegaskan
“..Apa Renn..?” akhirnya Reny dapat menyebutnya dengan lirih
“..kontolnya mass besaaar sekali..” Rama tersenyum puas lalu dengan sekali sentakan mendorong pantatnya keatas, tampak Reny agak tersentak dan mendesah lirih ketika batang penis pria itu menyeruak masuk ke lobang vaginanya.
Matanya terbeliak dengan mulut terbuka sambil kedua tangannya mencengkeram sprei dengan kuat-kuat.Tampak bibir vaginanya yang tebal itu sampai terkuak lebar seperti terkelupas seakan-akan tidak muat untuk menelan besarnya penis kakak iparnya itu.
“…Ooooooouuukkkkkhhhhssss…sssshhhhhh…maassss…!..pelaann..pelaann..maasss…!”
“…hhhhmmm…Rennnn memekmu… sempit sekalii… ukkkhhh… uuuukkh uukkhhhh…”
Reny mulai berirama menaik turunkan pantatnya, batang penis Rama masuk merojok lobang vagina Reny tahap demi tahap hingga akhirnya amblas semuanya.
Perlahan lahan Rama ikut bergoyang menarik ulur batang penisnya yang besar itu, Reni mulai merasakan sensasi yang luar biasa yang bukan main nikmatnya , liang vaginanya yang sudah licin terasa penuh sesak oleh penis kakak iparnya yang besar itu, urat urat batang penisnya menggesek nikmat sekali dinding vaginanya yang sudah dilumuri getah birahinya. Tanpa Reny sadari ia mulai menyeloteh diluar kontrol.
“…Ohhhhhhhsss…ssshhh…enaaaaaak…seekaliiii…punyanya..maaassss..!!…oooougggghhh…terruuuussss…maaassss…teeerrruuusss…!”
“..Terus diapain Renn..?” lagi lagi Rama ingin Reny menambah kosakatanya, sekarang Reny sudah lebih berani karena sudah terbuai oleh birahinya yang makin menjadi jadi
“..teruss digoyang kontolnya maass..!!”
“..Salah Renn namanya ngentot..bilang entotin memeknya Reny..!” Rama memaksa lagi dengan kata kata baru, Reny merasakan sesuatu yang aneh pada dirinya makin vulgar kata kata yang dipaksakan kakak iparnya untuk diucapkannya makin terangsang nafsu birahinya yang sudah menggebu gebu itu.
“..Iyyaa..maass. en..hssh entoootin memeknya Reny…!! Entoootiin… pake kontol gedenya maaaasss…!! entoootiiiin… yang niiikmaaat..!!” Makin lancar Reny menyeloteh makin beringas Rama menyetubuhi Reny dan Renypun makin histeris dibuatnya.
Reny sudah lupa diri bahwa yang menyetubuhi dirinya adalah kakak dari suaminya, yang ada dibenak Reny hanyalah letupan birahi yang harus dituntaskan yang ia tunggu tunggu selama tiga minggu dari suaminya tapi Rudi suaminya sama sekali tidak mempedulikannya sedangkan sekarang ia mendapatkan apa yang ia inginkan justru dari Rama kakak iparnya sendiri, birahinya yang ia pendam sekian lama meletup dipelukan kakak iparnya. Akhirnya yang terjadi mereka dengan buas dan ganas saling berpelukan sambil berciuman.
Terdengar suara nafas mereka saling memburu kencang, lidah mereka saling mengait dan saling menyedot, saling bergulingan giliran Reny dibawah, Rama mengambil inisiatif menggenjot pinggulnya yang tampak naik turun semakin cepat diantara selangkangan Reny yang makin terbuka lebar, Renypun mengangkat kedua kakinya sambil ditekuknya, pantatnya ikut diangkat mengharapkan seluruh batang penis kakak iparnya menggesek seluruh syaraf syaraf kenikmatan dirongga vaginanya dan Ramapun semakin mudah menyodokan penisnya yang panjang besar itu keluar masuk sampai menghasilkan suara bedecak-decak seperti suara membecek seiring dengan naik turunnya pantat pria itu.
“…cccllllleeeeebbbbbbb…ccccleeeeebbbbb…ccclleeeeebbbb…cccleeeeebbbbb…” Rama memperhatikan kearah selangkangan Reny dia melihat vaginanya mencengkeram penisnya erat sekali, ia tersenyum puas bisa menaklukkan vagina adik iparnya ini, yang sudah basah membanjir penuh dengan cairan putih kental sehingga membasahi bulu-bulu jembutnya yang tebal itu dan juga batang penisnya. Ia yakin adik iparnya benar benar sudah memasrahkan dirinya untuk disetubuhi kapan saja ia mau,
“…oooo oouuu uuggghhhhssss… ooouuugggghhhsss…sssshhhh…maaassss…!..enaaakkk.. sekaliii.. kontolmuu… ini .maass..! teruuuss.. maasss… entoootin.. memek Reny yaanggg…. cepaatt… hhegg.. ouchh nikmaaaat..!”
“..Ouuuchhh..memekmu sempit seekalii… Reenn..! terasaaa menyedoot nyedooot..! nikmatnya bukan maiiiin..hhheehhhh!!” Rama mendengus dengus bagai banteng terluka genjotannya makin ganas saja.
Mata Rama terlihat lapar menatap payudara Reny yang putih montok dikelilingi bulatan pink ditengahnya terlihat putingnya yang sudah begitu mengeras, tanpa menyia nyiakan kesempatan Rama langsung menomplok dan menyedot menyedot puting susu adik iparnya yang begitu menantang. Tubuh Reny yang menyender dinding setengah duduk setengah celentang menggelinjang hebat..! payudaranya makin dibusungkan bahkan tubuhnya digerakkan kekiri dan kekanan supaya kedua puting buah dadanya yang sudah gatal mendapatkan giliran dari serbuan mulut kakak iparnya ini.
“…oooooouuuuuggghhhhssss…ooouuugggghhhsss…sssshhhh…maaassss…! ..kenyoot oughh teruuusss pentiiiilku..!!…ouohhh.. maaaasss… kkaauuu…sungggguh.. ooucchhggh … perkkaaaasssaaaa…!!.. Reeniii bisshhaa hhheehh ketagihaaaaan.. dientooot.. sama.. maaasss …!!”
Pikiran Reni sudah tidak jernih lagi, terombang ambing didalam pusaran kenikmatan, terseret didalam pergumulan sex dengan kakak iparnya, jiwanya serasa seenteng kapas melambung tinggi sekali.
“Ooooohhhh…aaaa..aakkhh..aakhuu..ngghhaa taaahaaann.. maaauu.. keluaarrr… maassss…!”.
Tubuh Reny mengejang sambil memeluk tubuh Rama erat sekali jiwanya terasa berputar putar merasakan semburan kenikmatan yang dahsyat diklimaksnya yang pertama,
“..Teruuus Renn jangan berhenti aku masih pengen ngentotin memekmu yang lamaaa..! Kamu bisa keluar lagii berkali kaliiii…!!”
Rama terus menggenjot tubuh Reni yang hanya pasrah dipelukan kakak iparnya ini. Lebih dari sejam Rama menyetubuhi Reny tanpa henti, Reny makin lama makin terseret didalam kenikmatan pergumulan sex dengan kakak iparnya yang ia belum pernah rasakan dari suaminya sampai sebegini lamanya dengan segala macam variasi, apalagi waktu Rama memintanya berbalik sambil menungging, vaginanya terlihat megap megap disumpal batang penisnya yang besar dari belakang.
Ia merasakan liang vaginanya menyempit karena tertekuk oleh perutnya sehingga ia merasakan setiap inchi denyutan kenikmatan yang dihasilkan oleh batang penis Rama yang merasuk keliang kenikmatannya, Reny menambah sensasi sensual ini dengan memutar mutar pantatnya yang putih sexy bahkan ketika Rama menyodok penisnya yang besar itu. Reny menyambutnya dengan mendorong keras pantatnya kebelakang sehingga penis Rama yang besar dan panjang itu masuk kelobang vaginanya dalam sekali, menggelitik seluruh rongga kenikmatannya
“..Oooohh…niiiikmaaat… sekaaalii… maass..!! dientot dari belakang…! urat kontoool maaass.. terasa sekalii menggelitik lobang memeeekku..!!.. belum pernah aku rasakan ngentooot beginiii niiikmaaat..!! uugghh.. entoootiiinn.. teruuusss.. maaassss…!!!”
Rama sangat puas mendengarnya lalu ia merunduk memeluk tubuh Reny dari belakang tangannya merogoh keselangkangan Reny, jari2 Rama memainkan clitoris Reny dengan memutar mutarnya, sambil menggenjot dengan beringas penisnya yang besar itu,
“..uuugghhsss.. aach aaacchh.. maaaasssss… adduuuh..yeessss…!! niiiiikmaaaat..!! mainin teruuuusss… itiiilku..!!. oohhh ghghh .entooootin memeeekku..!!!”
Bagai kesurupan Reny mengeluarkan kata kata vulgar sambil mengerang mengerang dengan liar, tubuhnya yang dalam posisi nungging meliuk meliuk tanpa terkendali rupanya clitorisnya merupakan alat kelamin yang paling sensitif buat Reny, lobang vaginanya yang sudah dihajar begitu rupa oleh penis yang berukuran luar biasa itu ditambah clitorisnya ditekan sambil diputar putar oleh jari Rama, maka sempurnalah puncak kenikmatan yang ia rasakan.
Tangan Reny mencengkeram sprei erat sekali, dahinya berkerut mulutnya seperti ingin teriak dan mendesis desis seperti orang kepedesan rupanya Reny sedang dilanda kenikmatan yang amat sangat, posisi tubuhnya yang sedang menungging makin ditunggingkan pantatnya keatas memasrahkan vaginanya dihabisi oleh keperkasaan penis kakak iparnya dengan mengharapkan kedatangan gelombang kenikmatan berikutnya yang merupakan pengalaman pertama buat Reny untuk mendapatkan multiple orgasm.
Apa yang terlihat sungguh merupakan pemandangan yang sangat erotiiss..! tubuh mulus Reny menungging meliuk liukdengan liarnya kepalanya bergeleng kekiri dan kekanan buah dadanya bergoyang erotis sekali sementara tangan Rama yang kekar memegang erat pinggang Reni yang ramping itu, pantatnya digenjot cepat sekali batang penisnya yang besar keluar masuk liang vagina begitu dahsyat tanpa ampun, tubuh Reni sampai bergetar hebat terlihat ia mengejut ngejutkan tubuhnya tanda ia sedang mengalami kenikmatan yang maha dahsyat
“..uuuugghhsss.. aaaacchhh.. yeesss..maaassss…yeeeesssss…!!” Reny benar benar melayang kelangit yang ketujuh didalam pergumulan sexnya dengan kakak suaminya ini.
“…aaaaaaaaaacccchhhh…!!!!…terlaaaaluuu..niiiiiikmaaaaaaaaaat…maaaaaassss…!!!..hhgghh.. uuhh nggggaaak taahaaannn.. akkkhuu.. maaauuu… hhggghh.. keluaaaar… laaaagiiiih…oouuggghhh!!!”
Reny makin histeris mendapatkan klimaks keduanya yang lebih panjang dan lebih nikmat dari yang pertama. Reny benar benar lupa daratan rasa ketagihan nikmatnya merasuk jiwanya ingin rasanya melanjutkan persetubuhannya selama lamanya dengan kakak iparnya karena ia bisa memberikan multiple orgasm yang ia tidak pernah dapatkan dari suaminya.
Tapi tubuh Reny sudah tidak bertenaga lagi lalu ia ambruk ditempat tidur sambil berbalik berbaring napasnya tersengal sengal, rupanya Rama belum juga mengalami ejakulasi terpaksa ia ikut membaringkan dirinya disamping Reny, dengan wajah sayu Reny bertanya
“..Mas belum keluar ya..?” Rama menggelengkan kepalanya
“..Jadi Reny masih akan dientot lagi..mas..?” Reny sudah lancar dengan kosakatanya, Rama mengangguk. Lalu Rama setengah berbangun berkata sambil membelai rambut Reny dengan mesra
“..Ren kamu masih bisa orgasme 2X lagi bahkan lebih.. itu ada caranya..”
Tiba tiba Reny menarik batang penis Rama yang masih mengeras, matanya berbinar binar
“..Ajarin Reny ya mas..Reny masih pengen dientot kontol gede mas Rama seharian kalau Reny bisa keluar lagi..keluar lagi....Reny jarang klimaks kalau ditiduri sama mas Rudi, mas Rudi pengennya cepet cepet aja, abis keluar langsung tidur..”
Rama tersenyum kecut dalam hati ngedumel
“..Goblok banget adik gua cewek segini sexy dianggurin.. ya udah jangan salahin gua ya..”
Seharian Rama mengajari Reny bagaimana caranya mengayuh sekoci cinta untuk menggapai beberapa pulau berpuncak gunung kenikmatan dan Reny menjadi murid yang cepat tanggap. Satu hari penuh Reny mendapatkan pengalaman luar biasa. Rama merangsang nafsu birahinya dengan menyetubuhi dirinya berbagai macam posisi. tidak bisa dihitung sudah berapa kali Reny mengalami orgasme, yang jelas Reny begitu menikmati bahkan mungkin ketagihan disetubuhi batang penis kakak iparnya yang begitu besar dan perkasa.
Setelah kejadian hari itu, setiap ada kesempatan, mereka melakukan permainan sexnya dimana saja, pernah suatu malam Reny setelah berhubungan sex dengan suaminya dan tidak mendapatkan kepuasan yang ia inginkan, setelah suaminya tertidur ia langsung pindah kamar tanpa sepotong pakaian Reny langsung kekamar kakak iparnya minta untuk dipuasi dan seperti biasanya Rama memenuhi keinginannya dengan melumat seluruh tubuhnya tanpa sisa, vaginanya dilahap dengan buas dan seperti biasanya batang penis Rama yang ia gila gilai menggali tak henti henti liang kenikmatannya. Reny dibuat melayang layang diawang awang sampai empat kali orgasm dan baru pindah kembali kekamarnya sekitar jam 4 pagi.
Kenikmatan di kampus
Sore itu aku baru pulang dari rumah temanku. Karena perjalanan pulang melewati kampusku, maka sekalian aku menyempatkan diri untuk mampir ke sana dengan tujuan melihat nilai UTS-ku dan mencatat jadwal SP (Semester Pendek). Kumasuki halaman kampus dan kuparkirkan sepeda motor Tornado GX-ku. Saat itu waktu telah menunjukkan jam 17.35, di tempat parkir pun hanya terlihat 3-4 kendaraan. Aku segera memasuki gedung fakultasku, di sana lorong-lorong sudah gelap hanya diterangi beberapa lampu downlight, sehingga suasananya remang-remang, terkadang timbul perasaan ngeri di gedung tua itu sepertinya hanya aku sendirian, bahkan suara, langkah kakiku menaiki tangga pun menggema. Akhirnya sampai juga aku di tingkat 4 dimana pengumuman hasil ujian dan jadwal SP dipasang.
Ketika aku sedang melihat hasil UTS-ku dari lantai bawah sekonyong-konyomg terdengar langkah pelan yang menuju ke sini. Sadar atau tidak kurasakan bulu kudukku berdiri dan membayangkan makhluk apa yang nantinya akan muncul. Ah konyol, kubuang pikiran itu jauh-jauh, hantu mana mungkin terdengar bunyi langkahnya. Suara langkah itu makin mendekat dan akhirnya kulihat sosoknya, oohh, ternyata lain dari yang kubayangkan, yang muncul ternyata seorang gadis cantik. Aku pun mengenalnya walaupun tidak kenal dekat, dia adalah mahasiswi yang pernah sekelas denganku dalam salah satu mata kuliah, namanya Yuli, orangnya tinggi langsing, pahanya jenjang dan mulus, buah dadanya pun membusung indah, kuperkirakan ukurannya 34B, dipercantik dengan rambut panjang kemerahan yang dikuncir ke belakang dan wajah oval yang putih mulus. Dia juga termasuk salah satu bunga kampus.
“Hai.. sore, mau lihat nilai ya?” tanyaku berbasa-basi.
“Iya, kamu juga ya?” jawabnya dengan tersenyum manis.
Aku lalu meneruskan mencatat jadwal SP, sementara dia sedang mencari-cari NRP dan melihat hasil ujiannya.
“Sori, boleh pinjam bolpoin dan kertas? gua mau catat jadwal nih,” tanyanya.
“Ooo, boleh, boleh gua juga udah selesai kok,” aku lalu memberikannya secarik kertas dan bolpoinku.
“Eh, omong-omong kamu kok baru datang sekarang malam-malam gini, nggak takut gedungnya udah gelap gini?” tanyaku.
“Iya, sekalian lewat aja kok, jadi mampir ke sini, kamu sendiri juga kok datang jam segini?”
“Sama nih, gua juga baru pulang dari teman dan lewat sini, jadi biar sekali jalanlah.”
Kami pun mulai mengobrol, dan obrolan kami makin melebar dan semakin akrab. Hingga kini belum ada seorang pun yang terlihat di tempat kami sehingga mulai timbul pikiran kotorku terlebih lagi hanya ada sepasang pria dan wanita dalam tempat remang-remang. Aku mulai merasakan senjataku menggeliat dan mengeras. Kupandangi wajah cantiknya, wajah kami saling menatap dan tanpa sadar wajahku makin mendekati wajahnya.
Ketika semakin dekat tiba-tiba wajahnya maju menyambutku sehingga bibir kami sekarang saling berpagutan. Tanganku pun mulai melingkari pinggangnya yang ramping. Sekarang mulutnya mulai membuka dan lidah kami saling beradu, rupanya dia cukup ahli juga dalam berciuman, nampaknya ini bukan pertama kalinya dia melakukannya. Wangi parfum dan desah nafasnya yang sudah tidak beraturan meningkatkan gairahku untuk berbuat lebih jauh, tanganku kini mulai turun meremas-remas pantatnya yang montok dan berisi, dia juga membalasnya dengan melepas kancing kemejaku satu persatu. Tiba-tiba aku sadar sedang di tempat yang salah, segera kulepas ciumanku.
“Jangan di sini, gua tau tempat aman, ayo ikut gua!”
Kuajak dia ke lantai 3, kami menelusuri koridor yang remang-remang itu menuju ke sebuah ruangan kosong bekas ruangan mahasiswa pecinta alam, sejak team pecinta alam pindah ke ruang lain yang lebih besar ruangan ini dikosongkan hanya untuk menyimpan peralatan bekas dan sering tidak dikunci. Kubuka pintu dan kutekan saklar di tembok, ruangan itu hampir tidak ada apa-apa, hanya sebuah meja dan kursi kayu jati yang sandarannya sudah bengkok, beberapa perkakas usang, dan sebuah matras bekas yang berlubang.
Segera setelah tombol kunci kutekan, kudekap tubuhnya yang sedang bersandar di tepi meja. Sambil berciuman tangan kami saling melucuti pakaian masing-masing. Setelah kulepas tank top dan branya, kulihat tubuh putih mulus dengan payudara kencang dan putingnya yang kemerahan. Saat itu aku dan dia sudah topless tinggal memakai celana panjang saja. Kuarahkan mulutku ke dada kanannya sementara tanganku melepas kancing celananya lalu mulai menyusup ke balik celana itu.
Kurasakan kemaluannya yang ditumbuhi bulu-bulu halus dan sudah becek oleh cairan kenikmatan. Puting yang sudah menegang itu kusapu dengan permukaan kasar lidahku hingga dia menggelinjang-gelinjang disertai desahan. Dengan jari telunjuk dan jari manis kurenggangkan bibir kemaluannya dan jari tengahku kumainkan di bibir dan dalam lubang itu membuat desahannya bertambah hebat sambil menarik-narik rambutku.
Akhirnya dengan perlahan-lahan kuturunkan celana beserta celana dalamnya hingga lepas. Kubuka resleting celanaku lalu kuturunkan CD-ku sehingga menyembullah senjata yang dari tadi sudah mengeras itu. Tangannya turut membimbing senjataku memasuki liang vaginanya, setelah masuk sebagian kusentakkan badanku ke depan sehingga dia menjerit kecil.
Aku mulai menggerakkan badanku maju mundur, semakin lama frekuensinya semakin cepat sehingga dia mengerang-erang keenakan, tanganku sibuk meremas-remas payudara montoknya, dan lidahku menjilati leher dan telinganya. Aku terus mendesaknya dengan dorongan-dorongan badanku, hingga akhirnya aku merasakan tangannya yang melingkari leherku makin erat serta jepitan kedua pahanya mengencang. Saat itu gerakanku makin kupercepat, erangannya pun bertambah dahsyat sampai diakhiri dengan jeritan kecil, bersamaan dengan itu kurasakan pula cairan hangat menyelubungi senjataku dan spermaku mulai mengalir di dalam rahimnya. Kami menikmati klimaks pertama ini dengan saling berpelukan dan bercumbu mesra.
Tiba-tihba terdengar suara kunci dibuka dan gagang pintu diputar, pintu pun terbuka, ternyata yang masuk adalah Pak Ayip, kepala karyawan gedung ini yang juga memegang kunci ruangan, orangnya berumur 50-an keatas, rambutnya sudah agak beruban, namun badannya masih gagah. Kami kaget karena kehadirannya, aku segera menaikkan celanaku yang sudah merosot, Yuli berlindung di belakang badanku untuk menutupi tubuh telanjangnya.
“Wah, wah, wah saya pikir ada maling di sini, eh.. ternyata ada sepasang kekasih lagi berasik ria!” katanya sambil berkacak pinggang.
“Maaf Pak, kita memang salah, tolong Pak jangan bilang sama siapa-siapa tentang hal ini,” kataku terbata-bata.
“Hmmm… baik saya pasti akan jaga rahasia ini kok, asal…”
“Asal apa Pak?” tanyaku. Orang tua itu menutup pintu dan berjalan mendekati kami.
“Asal saya boleh ikut merasakan si Mak ini, he.. he… he…!” katanya sambil terus mendekati kami dengan senyum mengerikan.
“Jangan, Pak, jangan!” Dengan wajah pucat Yuli berjalan mundur sambil menutupi dada dan kemaluannya untuk menghindar, namun dia terdesak di sudut ruangan. Kesempatan itu segera dipakai Pak Ayip untuk mendekap tubuh Yuli. Dia langsung memegangi kedua pergelangan tangan Yuli dan mengangkatnya ke atas.
“Ahh.. jangan gitu Pak, lepasin saya atau… eeemmmhhh…!” belum sempat Yuli melanjutkan perkataannya, Pak Ayip sudah melumat bibirnya dengan ganas.
Sekarang Yuli sudah mulai berhenti meronta sehingga tangan Pak Ayip sudah mulai melepaskan pegangannya dan perlahan-lahan mulai turun ke payudara kanan Yuli lalu meremas-remasnya dengan gemas. Entah mengapa dari tadi aku hanya diam saja tanpa berbuat apa-apa selain bengong menonton adegan panas itu, sangat kontas nampaknya Yuli yang berparas cantik itu sedang digerayangi oleh Pak Ayip yang tua dan bopengan itu, seperti beauty and the beast saja, dalam hati berkata, “Dasar bandot tua, sudah ganggu acara orang masih minta bagian pula.” Ciuman Pak Ayip pada bibir Yuli kini mulai merambat turun ke lehernya, dijilatinya leher jenjang Yuli kemudian dia mulai menciumi payudara Yuli sambil tangannya mengobok-obok liang vagina Yuli.
Diperlakukan seperti itu Yuli sudah tidak bisa apa-apa lagi, hanya pasrah sambil mendesah-desah, “Pak… aaakhh.. jangan.. eeemmhh… sudah Pak!”
Setelah puas “menyusu” Pak Ayip mulai menjelajahi tubuh bagian bawah Yuli dengan jilatan dan ciumannya. Setelah mengambil posisi berjongkok Pak Ayip mengaitkan kaki kanan Yuli di bahunya dan mengarahkan mulutnya untuk mencium kemaluan yang sudah basah itu sambil sesekali menusukan jarinya. Sementara Pak Ayip mengerjai bagian bawah, aku melumat bibirnya dan meremas buah dadanya yang montok itu, putingnya yang sudah tegang itu kupencet dan kupuntir.
Masih tampak jelas warna kemerahan bekas gigitan dan sisa-sisa ludah pada payudara kirinya yang tadi menjadi bulan-bulanan Pak Ayip. Tak lama kemudian kurasakan dia mencengkram lenganku dengan keras dan nafasnya makin memburu, ciumannya pun makin dalam. Rupanya dia mencapai orgasme karena oral seks-nya Pak Ayip dan kulihat Pak Ayip juga sedang asyik menghisap cairan yang keluar dari liang senggamanya sehingga membuat tubuh Yuli menegang beberapa saat dan dari mulutnya terdengar erangan-erangan yang terhambat oleh ciumanku.
Sekarang aku membuat posisi Yuli menungging di matras yang kugelar di lantai. Kesetubuhi dia dari belakang, sambil meremas-remas pantat dan payudaranya. Pak Ayip melepaskan pakaiannya hingga bugil, kemudian dia berlutut di depan wajah Yuli.
Tanpa diperintah Yuli segera meraih penis yang besar dan hitam itu, mula-mula dijilatinya benda itu, dikulumnya buah pelir itu sejenak lalu dimasukkannya benda itu ke mulutnya. Pak Ayip mendengus dan merem melek kenikmatan oleh kuluman Yuli, dia menjejali penis itu hingga masuk seluruhnya ke mulut Yuli.
Yuli pun agak kewalahan diserang dari 2 arah seperti ini. Beberapa saat kemudian Pak Ayip mengeluarkan geraman panjang, dia menahan kepala Yuli yang ingin mengeluarkan penisnya dari mulutnya, sementara aku makin mempercepat goyanganku dari belakang. Tubuh Yuli mulai bergetar hebat karena sodokan-sodokanku dan juga karena Pak Ayip yang sudah klimaks menahan kepalanya dan menyeburkan spermanya di dalam mulut Yuli, sangat banyak sperma Pak Ayip yang tercurah sampai cairan putih itu meluap keluar membasahi bibirnya, jeritan klimaks Yuli tersumbat oleh penis Pak Ayip yang cukup besar sehingga dari mulutnya hanya terdengar, “Emmpphh.. mmm.. hmmpphh…” tangannya menggapai-gapai, dan matanya terbeliak-beliak nikmat.
Kemudian Pak Ayip melepas penisnya dari mulut Yuli, lalu dia berbaring telentang dan menyuruh Yuli memasukkan penis yang berdiri kokoh itu ke dalam vaginanya. Sesuai perintah Pak Ayip, dia menduduki dan memasukkan penis Pak Ayip, ekspresi kesakitan nampak pada wajahnya karena penis Pak Ayip yang besar tidak mudah memasuki liang vaginanya yang masih sempit, Pak Ayip meremas-remas susu Yuli yang sedang bergoyang di atas penisnya itu. Aku lalu memintanya untuk membersihkan barangku yang sudah belepotan sperma dan cairan kemaluannya, ketika penisku sedang dijilati dan dikulum olehnya, kutarik ikat rambutnya hingga rambutnya tergerai bebas.
“Wah cantik banget si Mbak ini, mana memeknya masih sempit lagi, benar-benar beruntung saya malam ini,” kata Pak Ayip memuji Yuli.
“Dasar muka nanas, kalo dia pacar gua udah gua hajar lo dari tadi!” gerutuku dalam hati.
Setelah penisku dibersihkan Yuli, kuatur posisinya tengkurap di atas Pak Ayip, dan kumasukkan penisku ke duburnya, sungguh sempit liang anusnya itu hingga dia menjerit histeris ketika aku berhasil menancapkan penisku di sana. Kami bertiga lalu mengatur gerakan agar dapat serasi antara penis Pak Ayip di vaginanya dan penisku di anusnya. Aku menghujam-hujamkan penisku dengan ganas sambil meremas-remas payudara dan pantatnya juga sesekali kujilati lehernya.
Sementara Pak Ayip juga aktif memainkan payudara yang hanya beberapa sentimeter dari wajahnya itu. Tak lama kemudian Yuli menjerit keras, “Akkhh…!” tubuhnya menegang dan tersentak-sentak lalu terkulai lemah menelungkup, begitu tubuhnya rebah langsung disambut Pak Ayip dengan kuluman di bibirnya. Aku dan Pak Ayip melepas penis kami dan berdiri di depan Yuli secara bergantian dia mengulum dan mengocok penis kami hingga sperma kami muncrat membasahi wajahnya.
Tubuh kami bertiga sudah bersimbah keringat dan benar-benar lelah, terutama Yuli, dia nampak sangat kelelahan setelah melayani 2 lelaki sekaligus. Sesudah beristirahat sejenak, kami berpakaian kembali. Kami membuat kesepakatan dengan Pak Ayip untuk saling menjaga rahasia ini, Pak Ayip pun menyetujuinya dengan syarat Yuli mau melayaninya sekali lagi kapanpun bila dipanggil, meskipun mulanya dia agak ragu-ragu akhirnya disetujuinya juga.
Kami yakin dia tidak berani kelewatan karena dia juga tidak ingin hal ini diketahui keluarganya. Sejak itu kami semakin akrab dan sering melakukakan perbuatan itu lagi meskipun tidak sampai pacaran, karena kami sudah punya pacar masing-masing.
Bossku Pak Edo….
Aku mengenal pak Edo, seorang duda, ketika dia bekerja di kantorku sebagai tenaga kontrak. Walaupun sudah paruh baya, dia masih nampak ganteng dengan tubuh tegapnya yang atletis. Aku tertarik dengan ketampanannya, apalagi dia sangat perhatian ke aku. Misalnya sesudah aku nikah, rambutku aku cat kepirangan, dia langsung berkomentar bahwa aku lebih cantik dengan rambut hitam. Ini yang membuat aku diam2 menyukainya, bukan sebagai teman tetapi sebagai lelaki dewasa yang berpengalaman. Karena rumahku sejalan dengan rumahnya, aku hampir setiap hari ikut mobilnya, pergi dan pulang. Dalam perjalanan pergi pulang kantor itulah, aku menceritakan problem rumah tanggaku.
Setelah menikah, aku tak kunjung hamil, padahal aku sudah sangat mendambakan anak. Dia sering memberi informasi, termasuk tentang siklus datang bulanku. Dia memberi advis untuk menghitung masa suburku, sehingga pada masa subur itulah aku harus ngentot dengan suamiku setiap malam. Masalahnya suamiku itu gila kerja sehingga kalau pulang ke rumah dia sudah loyo karena pekerjaannya. Alhasil paling ngentot dilakukan paling banyak 2 kali seminggu, itu juga ketika week end. Aku suka kesal kalau pada weekend, apalagi pada masa suburku, suamiku sangat terlibat dengan pekerjaannya sehingga dia akan loyo kalau sudah diranjang. Jangan tanya mengenai kepuasan yang seharusnya menjadi hakku karena suamiku tidak tahan lama, maunya langsung masuk dan belum 5 menit sudah ngecret. Karena memang aku sangat mendambakan bisa hamil, aku tidak mempermasalahkan loyonya suamiku di ranjang, buat aku yang penting dia bisa mengecretkan pejunya di dalam memekku.
Sampailah kejadian terakhir yang membuat aku sangat sangat kecewa pada suamiku. Persis pada saat masa suburku, dia harus keluar kota untuk 2 minggu, padahal 2 hari sebelumnya dia baru pulang dari luar kota selama seminggu. Alasannya, dia harus kerja keras untuk mengumpulkan uang buat persiapan punya anak. Uang sih penting, tapi kalau anaknya gak di buat2 ya percuma saja mengumpukan uang banyak2.
Aku mengeluh ke pak Edo lewat sms, jawabannya membuat aku kaget.
“Kalau PMDN gak bisa coba PMA saja. Aku mau kok mbantuin kamu bikin anak”. Aku terdiam karena jawaban tadi.
Karena lama tidak aku jawab, masuklah smsnya lagi : “Diam itu artinya mau kan, apalagi kamu kesepian karena suami kamu keluar kota terus. Udah lah, besok pagi jam 8 kamu tunggu aku di mulut komplex kamu”.
SmSnya tidak ku jawab, dalam hati timbul keraguan apakah aku mau memenuhi ajakannya atau tidak, aku bingung antara mau “membalas” suamiku atau berlaku sebagai isteri yang setia. Aku tertidur dengan keraguanku.
Esoknya, pagi2 sudah masuk sms dari pak Edo : “Jangan lupa ya, jam 8an aku tunggu kamu di mulut komplex. Jangan nggak datang ya”.
Senada dengan sms semalam aku se akan2 tidak diberi kesempatan memilih. Akhirnya karena perasaan kesal ke suami mendominasi pikiranku ditambah dengan rasa sukaku pada dia, aku memutuskan untuk memenuhi ajakannya. Ke kantor aku lapor sakit dan tidak masuk kerja.
Jam 8 aku sudah menunggu dimulut komplex dan tak lama lagi dia datang dengan mobilnya. Aku masuk mobilnya. Dia ber seri2 melihat aku pakai tank top ketat sepinggang dan celana ketat juga, sehingga dia bisa melihat lekuk liku bodyku yang proporsional dan dapat mengundang selera lelaki yang melihatnya, termasuk dia yang sudah paruh baya itu.
“Wah kamu seksi sekali, sampai pusernya kelihatan”. Karena tank top ku sepinggang, maka kalau aku bergerak pinggangku tersingkap dan nampaklah puserku. Aku hanya tersenyum saja .
“Kita mau kemana pak?”
“Ke apartment temanku ya”, jawabnya. Aku hanya terdiam saja sambil membayangkan apa yang akan dilakukannya di apartment kepadaku. Aku tidak banyak bicara selama perjalanan ke apartment. Sesampainya di apartment, Dia memarkir mobilnya ke basement dan kemudian menggandeng aku ke lift. Di dalam lift aku di peluknya. Aku merasa hangat dalam pelukannya, beda sekali dengan suamiku yang dingin sifatnya.
“Bapak sering ya ke apartment ini, suka bawa abg ya pak”, tanyaku sambil tersenyum.
“Suka juga”, jawabnya. Tanpa bisa kucegah, padahal dia bukan apa2ku, mendengar jawabannya aku merasa cemburu dengan cewek2 abg yang suka dibawanya ke apartment itu.
Di apartment, kita duduk di sofa, dia mengambilkan minuman dan menyalakan TV. Kami tak banyak bicara karena perhatian tertuju ke tv, tapi aku berdebar2 menunggu apa yang akan terjadi. Akhirnya dia pindah duduk di sampingku, menghadapkan tubuhnya ke arahku dan meletakkan tangan kanannya di atas perutku sambil memasukkan telunjuknya ke puserku yang tersingkap.
“Yang, kamu sudah tahu maksudku kan?” katanya lirih di telingaku. Merinding aku mendengarnya memanggil aku yang, dan aku hanya mengangguk.
“Ya pak, Sinta tahu, bapak ,,,” belum selesai aku menjawab, kurasakan bibirnya sudah menyentuh leherku, terus menyusur ke pipiku.
Tubuhnya bergeser merapat, bibirku dilumatnya dengan lembut. Ternyata dicium pria bibir tebal nikmat sekali, aku bisa mengulum bibirnya lebih kuat dan ketebalan bibirnya memenuhi mulutku. Sensasi nikmat yang belum pernah kudapat dari suamiku. Sedang kunikmati lidahnya yang menjelajah di mulutku, kurasakan tangan besarnya menyelusup kedalam tank topku dan meremas lembut toketku yang masih terbungkus bra. Ohh.., toketku ternyata tercakup seluruhnya dalam tangannya. Dan aku rasanya sudah tidak kuat menahan gejolak napsuku, padahal baru awal pemanasan.
Bibirnya mulai meneruskan jelajahannya, sambil melepaskan tank topku, leherku dikecup, dijilat kadang digigit lembut. Sambil tangannya terus meremas-remas toketku. Kemudian tangannya menjalar ke punggungku dan melepas kaitan bra ku sehingga toketku bebas dari penutup. Bibirnya terus menelusur di permukaan kulitku. Dan mulai pentil kiriku tersentuh lidahnya dan dihisap. Terus pindah ke pentil kanan.
Kadang-kadang seolah seluruh toketku akan dihisap. Dan tangan satunya mulai turun dan memainkan puserku, terasa geli tapi nikmat, napsuku makin berkobar karena elusan tangannya. Kemudian tangannya turun lagi dan menjamah selangkanganku. Memekku yang pasti sudah basah sekali. Lama hal itu dilakukannya sampai akhirnya dia kemudian membuka ristsluiting celana ku dan menarik celanaku ke bawah, Tinggalah CD miniku ku yang tipis yang memperlihatkan jembutku yang lebat, saking lebatnya jembutku muncul di kiri kanan dan dibagian atas dari cd mini itu. Jembutku lebih terlihat jelas karena CD ku sudah basah karena cairan memekku yang sudah banjir. Dibelainya celah memekku dengan perlahan.
Sesekali jarinya menyentuh itilku karena ketika dielus pahaku otomatis mengangkang agar dia bisa mengakses daerah memekku dengan leluasa. Bergetar semua rasanya tubuhku, kemudian CD ku yang sudah basah itu dilepaskannya. Aku mengangkat pantatku agar dia bisa melepas pembungkus tubuhku yang terakhir. Telanjanglah aku dihadapan laki2 yang bukan suamiku untuk pertama kalinya, tapi napsuku sudah membutakan nalarku dan aku sudah lupa dengan cewek2 abg yang pernah dibawanya ke apartment itu, tentunya untuk dientot juga.
Jarinya mulai sengaja memainkan itil-ku. Dan akhirnya jari besar itu masuk ke dalam memekku. Oh, nikmatnya, bibirnya terus bergantian menjilati pentil kiri dan kanan dan sesekali dihisap dan terus menjalar ke perutku. Dan akhirnya sampailah ke memekku. Kali ini diciumnya jembutku yang lebat dan aku rasakan bibir memekku dibuka dengan dua jari. Dan akhirnya kembali memekku dibuat mainan oleh bibir Dia, kadang bibirnya dihisap, kadang itilku, namun yang membuat aku tak tahan adalah saat lidahnya masuk di antara kedua bibir memekku sambil menghisap itilku. Dia benar benar mahir memainkan memekku.
Hanya dalam beberapa menit aku benar-benar tak tahan. Dan.. Aku mengejang dan dengan sekuatnya aku berteriak sambil mengangkat pantatku supaya merapatkan itilku dengan mulutnya, kuremas-remas rambutnya yang mulai menampakkan ubannya dibalik cat rambut yang mulai memudar, untuk pertama kalinya aku merasakan nikmatnya nyampe setelah setahun menikah, hanya dengan bibir dan lidahnya. Dia terus mencumbu memekku, rasanya belum puas dia memainkan memekku hingga napsuku bangkit kembali dengan cepat.
“Pak, Sinta sudah pengen dientot….” kataku memohon sambil kubuka pahaku lebih lebar.
Dia pun bangkit, mengangkat badanku yang sudah lemes dan dibawanya ke kamar. Di kamar, aku dibaringkan di tempat tidur ukuran besar dan dia mulai membuka bajunya, kemudian celananya. Aku terkejut melihat kontolnya yang besar dan panjang nongol dari bagian atas CDnya, gak kebayang ada kontol sebesar punya pak Edo, soalnya kontol yang biasa aku lihat ya kontol suamiku.
Kemudian dia juga melepas CD nya. Sementara itu aku dengan berdebar terbaring menunggu dengan semakin berharap. Kontolnya yang besar dan panjang dan sudah maksimal ngacengnya, tegak hampir menempel ke perut. Kontol suamiku yang buat aku rasanya besar, enggak ada apa2nya dibandingkan kontolnya yang menurut aku extra large, aku merinding apakah muat kontol segitu besarnya di memekku yang biasanya cuma kemasukan kontol yang jauh lebih kecil. Dan saat dia pelan-pelan menindihku, aku membuka pahaku makin lebar, rasanya tidak sabar memekku menunggu masuknya kontol extra gede itu.
Aku pejamkan mata. Dia mulai mendekapku sambil terus mencium bibirku, kurasakan bibir memekku mulai tersentuh ujung kontolnya. Sebentar diusap-usapkan dan pelan sekali mulai kurasakan bibir memekku terdesak menyamping. Terdesak kontol besar itu. Ohh, benar benar kurasakan penuh dan sesak liang memekku dimasuki kontolnya. Aku menahan nafas. Dan nikmat luar biasa. Mili per mili. Pelan sekali terus masuk kontolnya. Aku mendesah tertahan karena rasa yang luar biasa nikmatnya. Terus.. Terus..
Akhirnya ujung kontol itu menyentuh bagian dalam memekku, maka secara refleks kurapatkan pahaku, tapi betapa aku terkejut. Ternyata sangat mengganjal sekali rasanya, besar, keras dan panjang. Dia terus menciumi bibir dan leherku. Dan tangannya tak henti-henti meremas-remas toketku. Tapi konsentrasi kenikmatanku tetap pada kontol besar yang mulai dienjotkan halus dan pelan. Mungkin dia menyadarinya, supaya aku tidak kesakitan. Aku benar benar cepat terbawa ke puncak nikmat yang belum pernah kualami. Nafasku cepat sekali memburu, terengah-engah.
Aku benar benar merasakan nikmat luar biasa merasakan gerakan kontol besar itu. Maka hanya dalam waktu yang singkat aku makin tak tahan. Dan dia tahu bahwa aku semakin hanyut. Maka makin gencar dia melumat bibirku, leherku dan remasan tangannya di toketku makin kuat. Dengan tusukan kontolnya yang agak kuat dan dipepetnya itil-ku dengan menggoyang goyangnya, aku menggelepar, tubuhku mengejang, tanganku mencengkeram kuat-kuat sekenanya. Memekku menegang, berdenyut dan mencengkeram kuat-kuat, benar-benar puncak kenikmatan yang belum pernah kualami. Ohh, aku benar benar menerima kenikmatan yang luar biasa. Aku tak ingat apa-apa lagi kecuali kenikmatan dan kenikmatan.
“Paaak, Sinta nyampe paak”, Aku sendiri terkejut atas teriakkan kuatku. Setelah selesai, pelan pelan tubuhku lunglai, lemas. Setelah dua kali aku nyampe dalam waktu relatif singkat, namun terasa nyaman sekali, Dia membelai rambutku yang basah keringat. Kubuka mataku, Dia tersenyum dan menciumku lembut sekali, tak henti hentinya toketku diremas-remas pelan.
Tiba tiba, serangan cepat bibirnya melumat bibirku kuat dan diteruskan ke leher serta tangannya meremas-remas toketku lebih kuat. Napsuku naik lagi dengan cepat, saat kembali dia mengenjotkan kontolnya semakin cepat. Uhh, sekali lagi aku nyampe, yang hanya selang beberapa menit, dan kembali aku berteriak lebih keras lagi. Dia terus mengenjotkan kontolnya dan kali ini dia ikut menggelepar, wajahnya menengadah. Satu tangannya mencengkeram lenganku dan satunya menekan toketku.
Aku makin meronta-ronta tak karuan. Puncak kenikmatan diikuti semburan peju yang kuat di dalam memekku, menyembur berulang kali. Oh, terasa banyak sekali peju kental dan hangat menyembur dan memenuhi memekku, hangat sekali dan terasa sekali peju yang keluar seolah menyembur seperti air yang memancar kuat. Setelah selesai, dia memiringkan tubuhnya dan tangannya tetap meremas lembut toketku sambil mencium wajahku. Aku senang dengan perlakuannya terhadapku.
“Yang, kamu luar biasa, memekmu peret dan nikmat sekali, mudah2an saja pejuku bisa membuat kamu hamil” pujinya sambil membelai dadaku.
“Bapak juga hebat. Bisa membuat Sinta nyampe beberapa kali, dan baru kali ini Sinta bisa nyampe dan merasakan kontol raksasa. Hihi..”
“Oo gitu ya yang, mungkin karena kamu selama ini gak pernah nyampe yang juga membuat kamu susah hamil. Kalo perempuan nyampe ketika dientot biasanya membantu supaya cepat hamil. Jadi kamu suka dengan kontolku?” godanya sambil menggerakkan kontolnya dan membelai belai wajahku.
“Ya pak, kontol Bapak nikmat, besar, panjang dan keras banget” jawabku jujur.
Dia memang sangat pandai memperlakukan wanita. Tidak heran banyak cewek2 yang jatuh kepelukannya dan mau dientot. Dia tidak langsung mencabut kontolnya, tapi malah mengajak mengobrol sembari kontolnya makin mengecil. Dan tak henti-hentinya dia menciumku, membelai rambutku dan paling suka membelai toketku. Aku merasakan pejunya yang bercampur dengan cairan memekku mengalir keluar.
Setelah cukup mengobrol dan saling membelai, pelan-pelan kontol yang telah menghantarkan aku ke awang awang itu dicabut sambil dia menciumku lembut sekali. Benar benar aku terbuai dengan perlakuannya. Dia kemudian memutar lagu classic sehingga tertidurlah aku dalam pelukannya, merasa nyaman dan benar-benar aku terpuaskan dan merasakan apa yang selama ini hanya kubayangkan saja.
Menjelang siang, aku bangun masih dalam pelukannya. Katanya aku tidur nyenyak sekali, sambil membelai rambutku. Kurang lebih setengah jam kami berbaring berdampingan.
Ia lalu mengajakku mandi. Dibimbingnya aku ke kamar mandi, saat berjalan rasanya masih ada yang mengganjal memekku dan ternyata masih ada peju yang mengalir di pahaku, mungkin saking banyaknya dia mengecretkan pejunya di dalam memekku. Dalam bathtub yang berisi air hangat, aku duduk di atas pahanya. Dia mengusap-usap menyabuni punggungku, dan akupun menyabuni punggungnya. Dia memelukku sangat erat hingga dadanya menekan toketku. Sesekali aku menggeliatkan badanku sehingga pentilku bergesekan dengan dadanya yang berbulu dan dipenuhi busa sabun.
Pentilku semakin mengeras. Pangkal pahaku yang terendam air hangat tersenggol2 kontolnya. Hal itu menyebabkan napsuku mulai berkobar kembali. Aku di tariknya sehingga menempel lebih erat ke tubuhnya. Dia menyabuni punggungku. Sambil mengusap-usapkan busa sabun, tangannya terus menyusur hingga tenggelam ke dalam air. Dia mengusap-usap pantatku dan diremasnya. Kontolnya pun mulai ngaceng ketika menyentuh memekku. Terasa bibir luar memekku bergesekan dengan kontolnya. Dengan usapan lembut, tapak tangannya terus menyusuri pantatku. Dia mengusap beberapa kali hingga ujung jarinya menyentuh lipatan daging antara lubang pantat dan memekku.
“Bapak nakal!” desahku sambil menggeliat mengangkat pinggulku.
Walau tengkukku basah, aku merasa bulu roma di tengkukku meremang akibat nikmat dan geli yang mengalir dari memekku. Aku menggeliatkan pinggulku. Ia mengecup leherku berulang kali sambil menyentuh bagian bawah bibir memekku. Tak lama kemudian, tangannya semakin jauh menyusur hingga akhirnya kurasakan lipatan bibir luar memekku diusap-usap. Dia berulang kali mengecup leherku. Sesekali lidahnya menjilat, sesekali menggigit dengan gemas.
“Aarrgghh.. Sstt.. Sstt..” rintihku berulang kali.
Lalu aku bangkit dari pangkuannya. Aku tak ingin nyampe hanya karena jari yang terasa kesat di memekku. Tapi ketika berdiri, kedua lututku terasa goyah. Dengan cepat dia pun bangkit berdiri dan segera membalikkan tubuhku. Dia tak ingin aku terjatuh. Dia menyangga punggungku dengan dadanya. Lalu diusapkannya kembali cairan sabun ke perutku. Dia menggerakkan tangannya keatas, meremas dengan lembut kedua toketku dan pentil ku dijepit2 dengan jempol dan telunjuknya. Pentil kiri dan kanan diremas bersamaan. Lalu dia mengusap semakin ke atas dan berhenti di leherku.
“Pak, lama amat menyabuninya” rintihku sambil menggeliatkan pinggulku. Aku merasakan kontolnya semakin keras dan besar. Hal itu dapat kurasakan karena kontolnya makin dalam terselip di pantatku.
Tangan kiriku segera meluncur ke bawah, lalu meremas biji pelernya dengan gemas. Dia menggerakkan telapak kanannya ke arah pangkal pahaku. Sesaat dia mengusap usap jembut lebatku, lalu mengusap memekku berulang kali. Jari tengahnya terselip di antara kedua bibir luar memekku. Dia mengusap berulang kali. Itilku pun menjadi sasaran usapannya.
“Aarrgghh..!” rintihku ketika merasakan kontolnya makin kuat menekan pantatku. Aku merasa lendir membanjiri memekku. Aku jongkok agar memekku terendam ke dalam air. Kubersihkan celah diantara bibir memekku dengan mengusapkan 2 jariku. Ketika menengadah kulihat kontolnya telah berada persis didepanku. Kontolnya telah ngaceng berat.
“Pak, kuat banget sih bapak, baru aja ngecret di memek Sinta sekarang sudah ngaceng lagi”, kataku sambil meremas kontolnya, lalu kuarahkan ke mulutku.
Kukecup ujung kepala kontolnya. Tubuhnya bergetar menahan nikmat ketika aku menjilati kepala kontolnya, hal ini belum pernah kulakukan terhadap suamiku. Dia meraih bahuku karena tak sanggup lagi menahan napsunya. Setelah berdiri, kaki kiriku diangkat dan letakkan di pinggir bath tub. Aku dibuatnya menungging sambil memegang dinding di depanku dan dia menyelipkan kepala kontolnya ke celah di antara bibir memekku.
“Argh, aarrgghh..,!” rintihku.
Dia menarik kontolnya perlahan-lahan, kemudian mendorongnya kembali perlahan-lahan pula. Bibir luar memekku ikut terdorong bersama kontolnya. Perlahan-lahan menarik kembali kontolnya sambil berkata
“Enak yang?” “
“Enaak banget pak”, jawabku Dia menenjotkan kontolnya dengan cepat sambil meremas bongkah pantat ku dan tangan satunya meremas toketku.
“Aarrgghh..!” rintihku ketika kurasakan kontolnya kembali menghunjam memekku. Aku terpaksa berjinjit karena kontol itu terasa seolah membelah memekku karena besarnya. Terasa memekku sesek kemasukan kontol besar dan panjang itu. Kedua tangannya dengan erat mememegang pinggulku dan dia mengenjotkan kontolnya keluar masuk dengan cepat dan keras. Terdengar ‘cepak-cepak’ setiap kali pangkal pahanya berbenturan dengan pantatku.
“Aarrgghh.., aarrgghh..!Pak.., Sinta nyampe..!” Aku lemas ketika nyampe lagi untuk kesekian kalinya.Rupanya dia juga tidak dapat menahan pejunya lebih lama lagi.
“Aarrgghh.., Yang….”, kata nya sambil menghunjamkan kontolnya sedalam-dalamnya.
“Pak.., sstt, sstt..” kataku karena berulangkali ketika merasa tembakan pejunya dimemekku.
“Aarrgghh.., Yang, enaknya!” bisiknya ditelingaku.
“Pak.., sstt.., sstt..! Nikmat sekali ya dientot Bapak”, jawabku karena nikmatnya nyampe.
Dia masih mencengkeram pantatku sementara kontolnya masih nancep dimemekku. Beberapa saat kami diam di tempat dengan kontolnya yang masih menancap di memekku. Kemudian Dia membimbingku ke shower, menyalakan air hangat dan kami berpelukan mesra dibawah kucuran air hangat. Akhirnya terasa juga perut lapar yang sudah minta diisi.
Setelah selesai dia keluar duluan, sedang aku masih menikmati shower. Selesai dengan rambut yang masih basah dan masih bertelanjang bulat, aku keluar dari kamar mandi. Ternyata Dia sudah menyiapkan makan siang berupa sandwich dan kentang goreng yang dibelinya tadi pagi lengkap dengan soft drink dingin di meja dekat sofa. Aku dipersilakan minum dan makan sambil mengobrol, makan siang dan diiringi lagu lembut. Setelah aku makan, dia lalu memintaku duduk di pangkuannya.
Aku menurut saja. Terasa kecil sekali tubuhku. Sambil mengobrol, aku dimanja dengan belaiannya. Akhirnya setelah selesai makan, diraihnya daguku, dan diciumnya bibirku dengan hangatnya, aku mengimbangi ciumannya. Dan selanjutnya kurasakan tangannya mulai meremas-remas lembut toketku, kemudian tangannya menelusuri antara dada dan pahaku. Nikmat sekali rasanya, tapi aku sadar bahwa sesuatu yang aku duduki terasa mulai agak mengeras. Ohh, langsung aku bangkit.
Aku bersimpuh di depannya dan ternyata kontolnya sudah mulai ngaceng, walau masih belum begitu mengeras. Kepala kontolnya sudah mulai sedikit mencuat keluar dari kulupnya lalu ku raih, ku belai dan kulupnya kututupkan lagi. Aku suka melihatnya an sebelum penuh ngacengnya langsung aku kulum kontolnya. Aku memainkan kulup kontol yang tebal dengan lidahku. Kutarik kulup ke ujung, membuat kepala kontolnya tertutup kulupnya dan segera kukulum, kumainkan kulupnya dengan lidahku dan kuselipkan lidahku ke dalam kulupnya sambil lidahku berputar masuk di antara kulup dan kepala kontolnya. Enak rasanya. Tapi hanya bisa sesaat, sebab dengan cepatnya kontolnya makin membengkak dan dia mulai menggeliat dan berdesis menahan kenikmatan permainan lidahku dan membuat mulutku semakin penuh.
“Pak hebat ya sudah ngaceng lagi, kita lanjut yuk pak”, kataku yang juga sudah terangsang.
Rupanya dia makin tak tahan menerima rangsangan lidahku. Maka aku ditarik dan diajak ke tempat tidur. Dia menghidupkan lampu sorot di atas tempat tidur. Sebenarnya aku agak malu, tapi sudahlah, paling dia juga ingin melihat dengan jelas memekku. Dan ternyata benar, kakiku ditahannya sambil tersenyum, diteruskan dengan membuka kakiku dan dia langsung menelungkup di antara pahaku.
“Aku suka melihat memek kamu yang….” ujarnya sambil membelai bulu jembutku yang lebat.
“Mengapa?”
“Sebab jembutmu lebat dan cewek yang jembutnya lebat napsunya besar, kalau dientot jadi binal seperti kamu, juga tebal bibirnya”. Aku merasakan dia terus membelai jembutku dan bibir memekku.
Kadang-kadang dicubit pelan, ditarik-tarik seperti mainan. Aku suka memekku dimainkan berlama-lama, aku terkadang melirik apa yang dilakukannya. Seterusnya dengan dua jarinya membuka bibir memekku, aku makin terangsang dan aku merasakan makin banyak keluar cairan dari memekku. Dia terus memainkan memekku seolah tak puas-puas memperhatikan memekku, kadang kadang disentuh sedikit itil-ku, membuat aku penasaran. Tak sadar pinggulku mulai menggeliat, menahan rasa penasaran.
Maka saat aku mengangkat pinggulku, langsung disambut dengan bibirnya. Terasa dia menghisap lubang memekku yang sudah penuh cairan. Lidahnya ikut menari kesana kemari menjelajah seluruh lekuk memekku, dan saat dihisapnya itil-ku dengan ujung lidahnya, cepat sekali menggelitik ujung itil-ku, benar benar aku tersentak. Terkejut kenikmatan, membuat aku tak sadar berteriak..
“Aauuhh!!”. Benar benar hebat dia merangsangku, dan aku sudah tak tahan lagi.
“Ayo dong pak, Sinta pingin dientot lagi” ujarku sambil menarik bantal
Dia langsung menempatkan tubuhnya makin ke atas dan mengarahkan kontol gedenya ke arah memekku. Aku masih sempat melirik saat dia memegang kontolnya untuk diarahkan dan diselipkan di antara bibir memekku. Kembali aku berdebar karena berharap. Dan saat kepala kontolnya telah menyentuh di antara bibir memekku, aku menahan nafas untuk menikmatinya. Dan dilepasnya dari pegangan saat kepala kontolnya mulai menyelinap di antara bibir memekku dan menyelusup lubang memekku hingga aku berdebar nikmat. Pelan-pelan ditekannya dan dia mulai mencium bibirku lembut.
Kali ini aku lebih dapat menikmatinya. Makin ke dalam.. Oh, nikmat sekali. Kurapatkan pahaku supaya kontolnya tidak terlalu masuk ke dalam. Dia langsung menjepit kedua pahaku hingga terasa sekali kontolnya menekan dinding memekku. Kontolnya semakin masuk. Belum semuanya masuk, Dia menarik kembali seolah akan dicabut hingga tak sadar pinggulku naik mencegahnya agar tidak lepas. Beberapa kali dilakukannya sampai akhirnya aku penasaran dan berteriak-teriak sendiri. Setelah dia puas menggodaku, tiba tiba dengan hentakan agak keras, dipercepat gerakan mengenjotnya hingga aku kewalahan. Dan dengan hentakan keras serta digoyang goyangkan, tangan satunya meremas toketku, bibirnya dahsyat menciumi leherku.
Akhirnya aku mengelepar-gelepar. Dan sampailah aku kepuncak. Tak tahan aku berteriak, terus Dia menyerangku dengan dahsyatnya, rasanya tak habis-habisnya aku melewati puncak kenikmatan. Lama sekali. Tak kuat aku meneruskannya. Aku memohon, tak kuat menerima rangsangan lagi, benar benar terkuras tenagaku dengan orgasme berkepanjangan.
Akhirnya dia pelan-pelan mengakhiri serangan dahsyatnya. Aku terkulai lemas sekali, keringatku bercucuran. Hampir pingsan aku menerima kenikmatan yang berkepanjangan. Benar-benar aku tidak menyesal ngentot dengan dia, dia memang benar-benar hebat dan mahir dalam ngentot, dia dapat mengolah tubuhku menuju kenikmatan yang tiada tara, atau memang aku yang kurang pengalaman dalam ngentot di tempat tidur, sebab memang suamiku belum pernah memberikan kenikmatan seperti sekarang ini ketika mengentoti aku.
Lamunanku lepas saat pahanya mulai kembali menjepit kedua pahaku dan dirapatkan, tubuhnya menindihku serta leherku kembali dicumbu. Kupeluk tubuhnya yang besar dan tangannya kembali meremas toketku. Pelan-pelan mulai dienjotkan kontolnya. Kali ini aku ingin lebih menikmati seluruh rangsangan yang terjadi di seluruh bagian tubuhku. Tangannya terus menelusuri permukaan tubuhku. Dadanya yang berbulu merangsang dadaku setiap kali bergeseran mengenai pentilku. Dan kontolnya dipompakan dengan sepenuh perasaan, lembut sekali, bibirnya menjelajah leher dan bibirku. Ohh, luar biasa. Lama kelamaan tubuhku yang semula lemas, mulai terbakar lagi.
Aku berusaha menggeliat, tapi tubuhku dipeluk cukup kuat, hanya tanganku yang mulai menggapai apa saja yang kudapat. Dia makin meningkatkan cumbuannya dan memompakan kontolnya makin cepat. Gesekan di dinding memekku makin terasa. Dan kenikmatan makin memuncak. Maka kali ini leherku digigitnya agak kuat dan dimasukkan seluruh batang kontolnya serta digoyang-goyang untuk meningkatkan rangsangan di itil-ku. Maka jebol lah bendungan, aku mencapai puncak kembali. Kali ini terasa lain, tidak liar seperti tadi. Puncak kenikmatan ini terasa nyaman dan romantis sekali, tapi tiba tiba dia dengan cepat mengenjot lagi. Kembali aku berteriak sekuatku menikmati ledakan orgasme yang lebih kuat, aku meronta sekenaku.
Gila, batinku, dia benar-benar membuat aku kewalahan. Kugigit pundaknya saat aku dihujani dengan kenikmatan yang bertingkat-tingkat. Sesaat dia menurunkan gerakannya, tapi saat itu dibaliknya tubuhku hingga aku di atas tubuhnya. Aku terkulai di atas tubuhnya.
Dengan sisa tenagaku aku keluarkan kontolnya dari memekku. Dan kuraih batang kontolnya. Tanpa pikir panjang, kontol yang masih berlumuran cairan memekku sendiri kukulum dan kukocok. Dan pinggulku diraihnya hingga akhirnya aku telungkup di atasnya lagi dengan posisi terbalik. Kembali memekku yang berlumuran cairan jadi mainannya, aku makin bersemangat mengulum dan menghisap sebagian kontolnya.
Dipeluknya pinggulku hingga sekali lagi aku orgasme. Dihisapnya itil-ku sambil ujung lidahnya menari cepat sekali. Tubuhku mengejang dan kujepit kepalanya dengan kedua pahaku dan kurapatkan pinggulku agar bibir memekku merapat ke bibirnya. Ingin aku berteriak tapi tak bisa karena mulutku penuh, dan tanpa sadar aku menggigit agak kuat kontolnya dan kucengkeram kuat dengan tanganku saat aku masih menikmati orgasme.
“Yang, aku mau ngecret yang, di dalam memekmu ya”, katanya sambil menelentangkan aku.
“Ya,pak”, jawabku. Dia menaiki aku dan dengan satu hentakan keras, kontolnya yang besar sudah kembali menyesaki memekku.
Dia langsung mengenjot kontolnya keluar masuk dengan cepat dan keras. Dalam beberapa enjotan saja tubuhnyapun mengejang. Pantat kuhentakkan ke atas dengan kuat sehingga kontolnya nancap semuanya ke dalam memekku dan akhirnya crot .. crot ..crot, pejunya muncrat dalam beberapa kali semburan kuat. Herannya, ngecretnya yang ketiga masih saja pejunya keluar banyak, memang luar biasa stamina pak Edo. Dia menelungkup diatasku sambil memelukku erat2.
“Yang, nikmat sekali ngentot sama kamu, memek kamu kuat sekali cengkeramannya ke kontolku”, bisiknya di telingaku.
“Ya pak, Sinta juga nikmat sekali, tentu saja cengkeraman memek Sinta terasa kuat karena kontol bapak kan gede banget. Rasanya sesek deh memek Sinta kalau bapak neken kontolnya masuk semua. Kalau ada kesempatan, Sinta dientot lagi ya pak”, jawabku.
“Ya sayang”, lalu bibirku diciumnya dengan mesra.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar